Min Or Jung

186 6 2
                                        

---

Jimin terus mengumpat dalam hati. Dadanya begitu panas melihat moment manis yang tersuguh di depan matanya. Moment dimana sepasang kakak beradik paling serasi di sekolah tampak melepas rindu penuh keharuan setelah sekian lama berpisah. Mereka adalah Yoongi, kakak kandungnya sendiri dan Hoseok, sosok yang paling tidak disukainya di dunia. Dalang dari segala penderitaan yang dulu menderanya sebelum kembali ke keluarga kandungnya, keluarga Min.

"Hh, dia benar-benar keras kepala dan tidak tahu malu. Tidak cukupkah 17 belas tahun yang pernah dia cecap sehingga dia tetap saja menempeli keluargaku bagai lintah? Benar-benar mengesalkan."gerutunya dengan nada lirih, dia tidak ingin supirnya mendengarnya karena dia tahu sekali pria renta itu begitu menyayangi sosok Jung Hoseok. Lihat saja raut sendunya itu, membuatnya jengah dan muak. Sialan!

"Kasihan sekali tuan muda, hidupnya sekarang begitu sengsara. Tubuhnya terlalu lemah untuk menjadi buruh kasar seperti itu..."

Nah, sekarang apa lagi? Hh, Jimin tidak tahan lagi mendengarnya."kita pulang sekarang, Pak Ha."

"B-aik, tuan muda."

Mobil itu melesat menjauh. Jimin benar-benar di ambang batas kesabarannya. Ini sudah diluar batas. Mereka semua keterlaluan.

"Awas kau Jung Hoseok..."

.

.

"Kau melanggar janji lagi, hyung."

Langkah kaki Yoongi terhenti, berbalik dan memandang Jimin dengan wajah malasnya."janji yang mana? Aku tidak merasa membuat janji denganmu."

Dia bisa melihat raut imut adiknya berubah mengeruh."begitu kah? Perlu ku ingatkan, tuan muda Min?"

Yoongi hanya menatapnya dengan datar membuat Jimin mendengus keras,"kau sudah berjanji untuk tidak menemuinya lagi. Jika ayah tahu, dia pasti marah besar padamu."

"Ayah tidak akan tahu jika mulut besarmu itu tidak membocorkannya. Lagipula, ibu memberiku ijin untuk bertemu dengannya karena ibu juga merindukannya."ujar Yoongi dengan nada dingin membuat kedua tangan kecil Jimin terkepal kuat.

"Dan asal kau tahu saja, Jung Jimin—"

"Namaku Min Jimin!"Yoongi hanya mendengus mendengarnya lalu mengibaskan sebelah tangannya pada Jimin,"terserah. Ibu dan aku berencana untuk pergi piknik bersama Hoseok akhir pekan nanti ke sebuah pulau dan kau, tidak akan ikut serta. Kasian."

"Itu tidak akan pernah terjadi!"sentak Jimin, nadanya tinggi sekali dengan wajahnya yang merah padam karena menahan amarah, Yoongi memandanginya tanpa minat."kalian tidak akan pernah bisa melakukan itu. Aku akan memberitahu ayah soal ini dan aku pastikan kalau dia tidak akan memberikan kalian ijin."

"Ya, silahkan saja. Seperti aku peduli saja."sahut Yoongi santai lalu beranjak pergi ke kamarnya dan meninggalkan Jimin yang kini meneriakinya dengan keras. Yoongi tidak peduli sama sekali. Yang dia pedulikan adalah, bagaimana caranya membuat rencananya piknik bersama ibu dan adiknya berjalan dengan lancar. Tetapi, bagaimana caranya membujuk sang ayah?

"Hh, nanti saja ku pikirkan."

"Ya, Min Yoongi, waktunya untuk tidur..."

.

.

"Kau jadi pergi piknik bersama mereka?"

Hoseok menghentikan aktivitasnya mengemas barang dan beranjak menghampiri ibunya yang tampak meraba sekitar karena daya penglihatannya yang semakin menurun karena penyakit katarak yang diidapnya. Wanita itu tersenyum lembut sembari meraba wajah Hoseok dan mengusap pipinya lembut."bersenang-senanglah, Hosiki. Nikmati waktu yang kau punya bersama mereka karena ini adalah moment berharga yang telah lama kau nantikan."

Hoseok tidak menanggapi, memilih memeluk sang ibu dengan erat. Mencoba untuk tidak menangis."kau berhak untuk ini, nak. Kau pantas bahagia..."

"Ibu..."beberapa bulir air mata meluruh dipipinya yang langsung di seka sang ibu."tidak ada air mata untuk hari ini, Jung Hoseok—oh, Min Hoseok maksudku. Itu lebih enak untuk di dengar."dekapan Hoseok semakin menguat, kepalanya menggeleng."aku Jung Hoseok, bu. Aku anak ibu...ibu Hyejin."

Sang ibu terkekeh dengan bulir air mata yang satu persatu menitik di kedua pipinya."kau terlalu indah untuk disandingkan denganku, nak. Aku hanyalah wanita miskin yang tidak pernah sanggup memberikanmu penghidupan yang layak. Seharusnya aku tidak usah melepaskan Jimin atau aku membiarkan kalian tetap berada disana. Dengan begitu, kau tidak perlu merasakan kesengsaraan bersama denganku di gubuk reyotku ini..."

"Ibu, sudah cukup. Aku tidak ingin mendengarnya lagi. Aku sudah bilang, berkali-kali. Aku bahagia dan merasa beruntung menjadi putramu, putra dari wanita yang hebat seperti ibu. Akan selalu begitu, bu."

"Hosiki..."

"Jangan berkata seperti itu lagi, oke? Itu membuat hatiku sakit, bu."lirih Hoseok membuat sang ibu terisak. Hoseok mendekapnya, mencoba memberikan wanita itu ketenangan.

"Ibuku hanya Jung Hyejin, apapun yang terjadi."dekapannya mendapat balasan, erat sekali membuat dadanya sesak apalagi kala kedua maniknya beradu pandang dengan manik bening Sunny yang menatapnya sendu. Mommynya sedih...oh, tidak...

"Mommy..."mendengar lirihan Hoseok menyerukan kata mommy membuat Hyejin menguraikan dekapan mereka dengan segera lalu membungkukkan badannya walaupun kearah yang salah, Sunny mengulas senyum tipis lalu menahan tubuh Hyejin agar berhenti bersikap berlebihan padanya. Sunny begitu merasa sungkan.

"Ah, Hoseok masih berkemas. Apa tidak apa menunggu? A-aku akan membantunya juga agar lebih cepat selesai."Hyejin kembali meraba sekitar lalu mendudukkan dirinya di lantai, tepat di depan tas ransel Hoseok yang masih belum terisi penuh. Dia melipat beberapa baju lalu memasukkannya kedalam tas membuat Hoseok meringis karena yang dia masukkan adalah baju yang selalu dipakainya ketika bekerja sebagai kuli angkut di pasar.

"Bu, sudah biar aku saja. Lebih baik ibu temani mommy mengobrol."usul Hoseok, sang ibu nampak bersiap mendebat namun usapan lembut Hoseok di punggung tangannya membuatnya urung dan menurut. Pasrah kala dirinya digiring menuju ruang tamu kecilnya. Duduk bersebrangan dengan Sunny yang tak kalah canggung. Hoseok memakluminya. Keduanya masih dalam tahap beradaptasi.

"Kau tidak masalah kan kalau Hoseok pergi bersama dengan kami untuk piknik bersama dan menginap disana untuk beberapa hari?"tanya Sunny hati-hati, menatap was-was Hyejin yang masih terdiam.

"Ya, aku mengijinkan. Tolong jaga anakku. Aku mempercayakannya pada kalian."jawab Hyejin setelah sekian lama terdiam. Sunny menghela nafas lega diam-diam dan tersenyum kearah Hoseok yang ikut tersenyum di ambang pintu kamarnya dengan tampilannya yang tampak rapi dan ras ransel besar di punggungnya.

Akhirnya, rencana piknik mereka berhasil terlaksana.

Atau tidak...?

"Aku dan Jihoon akan ikut. Tidak masalah, bukan?"ujar Jimin yang entah sejak kapan berada di beranda rumah Hoseok. Hyejin tampak bersiap memaki pemuda itu namun Hoseok langsung menahannya dan menenangkannya dengan baik membuat Jimin menggeram kesal dalam hati. Dia sama sekali tidak menyukainya. Sunny hanya mengangguk kecil sembari meringis kearah Yoongi yang tampak kesal di kursi kemudi apalagi saat Jimin menempati kursi disebelahnya lalu Jihoon yang berada disamping Sunny dan Hoseok yang kini menempati kursi belakang dengan seulas senyum menenangkan yang dia tampilkan pada Yoongi. Yoongi melirik Jimin tajam sedangkan Jimin hanya menanggapinya dengan seringai kecil.

"Sudah aku bilang, bukan? Kau tidak akan pernah bisa mewujudkannya."bisik Jimin, Yoongi berdecih.

"Kita lihat saja nanti."

                                         **

BANGTAN COOKIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang