---
Jan lupa voment ya, sayang 😊😉Taehyung berlarian menelusuri selasar rumah sakit, tak mengindahkan seruan Jimin yang berada di belakangnya sesaat setelah mendapatkan tempat untuk memarkir mobilnya. Yang dipikirannya saat ini hanya si jangkung yang entah bagaimana kondisinya sekarang. Bahkan rasa nyeri di perutnya pun tak ia hiraukan. Ia terus mempercepat laju larinya dan Jimin nyaris meneriakinya kala si manis hendak memilih tangga darurat ketimbang menggunakan lift yang kala itu penuh sesak. Mereka berdebat sepanjang perjalanan menuju tempat dimana ruang rawat Jeongguk berada dan terhenti kala salah satu dari ketiga pemuda yang ada di depan ruang rawat itu menyapa mereka dan memperkenalkan diri sebagai teman kerja Jeongguk. Jeongguk baru saja di pindahkan disana setelah mendapatkan penanganan di IGD beberapa saat yang lalu. Si jangkung masih belum sadarkan diri namun cukup membuat Taehyung merasa lega karena kondisinya baik walaupun masih belum stabil. Setidaknya, Taehyung masih bisa melihat wajahnya. Melihat Jeongguk tetap berada disampingnya...
"Astaga, nona kim! Kakimu berdarah!"seru Mingyu seraya menunjuk bagian kaki Taehyung. Manik indah itu melebar, menatap horor kearah yang sama dimana lelehan darah segar mengalir disana. Jimin panik dan tanpa babibu langsung membopongnya menuju ruang pemeriksaan sebelum terjadi suatu hal yang buruk bagi Taehyung maupun calon anak mereka. Ketiga pemuda itu hanya bisa memandangi mereka dengan pemikiran yang berbeda. Yugyeom beranjak dari duduknya dan ijin pamit untuk pergi toilet. Mingyu dan Eunwoo mempersilahkan dan keduanya memilih membangun obrolan sembari menunggu Jeongguk hingga si jangkung siuman. Yugyeom tidak pergi ke toilet melainkan mengikuti Jimin dan Taehyung secara sembunyi-sembunyi, mencoba mencuri dengar perbincangan singkat Jimin dengan salah seorang petugas medis yang menangani Taehyung. Ternyata Taehyung mengalami pendarahan ringan karena stress dan tertekan. Entah apa yang membuatnya seperti itu. Tidak mungkin kan jika Jeongguk yang menjadi penyebabnya? Bukankah Taehyung selalu memusuhi sahabatnya tanpa sebab. Tapi, melihat bagaimana kacaunya si manis beberapa saat lalu membuatnya terpekur, merasa kalau dugaannya sama sekali tidak salah. Ya, Tuhan, apakah ini pertanda baik untuk Jeongguk?
Ya, semoga saja...
.
.
Taehyung itu bebal dan siapapun tahu itu. Jimin bahkan nyaris frustasi membujuk Taehyung agar tetap di tempat tidurnya dan merehatkan dirinya secara total sesuai arahan dokter karena kondisinya yang masih lemah. Namun, si manis kesayangannya itu tetap kekeuh ingin menemui Jeongguk untuk memastikan kalau si jangkung sudah siuman atau belum.
Dan disanalah mereka sekarang, duduk berdampingan dengan ketiga teman Jeongguk yang masih setia menunggu si Jeongguk yang tak kunjung sadarkan diri. Taehyung memaksa ingin masuk namun di tahan oleh ketiga pemuda itu dan mengatakan kalau sang dokter sendiri yang menitahkan begitu karena tak ingin mengganggu ketenangan pasien. Dengan berat hati, Taehyung menurut. Duduk seraya menyandarkan kepalanya di bahu Jimin yang merangkulnya dan memberi usapan lembut di pucuk kepalanya. Yugyeom berdecih samar, merutuki keduanya dalam hati. Mereka benar-benar tak berhati, bathinnya. Kasihan sekali sahabatnya itu, terus mencintai seseorang yang tak pernah mencintainya...
"Bisakah kalian pergi saja? Mataku iritasi melihat tingkah menggelikan kalian."kata Yugyeom dengan nada tajam, Jimin mulai tersulut dengan tangan terkepal dan hendak mendebat si Kim yang menurutnya kurang ajar itu namun dengan cepat Taehyung menahannya, kepalanya menggeleng kecil dan dengan mata berkaca si manis berujar, meminta dirinya untuk pulang. Jimin menatapnya bingung namun si manis terus mengerek dengan nada bergetar membuat Jimin pada akhirnya menurutinya. Mereka beranjak pergi setelah itu, bersamaan dengan kedua manik bulat yang mengerjap lemah di dalam sana. Bibir tipis nan pucat itu bergerak, mengucap seuntai nama...
"T-ae...Taehyungie..."
.
.
"Ayo, pulang. Untuk apa kau berada disini? Kau sudah baikan bukan? Kau bisa meminum obat pereda nyeri dan itu harganya jauh lebih murah ketimbang di rawat disini."kata Sihye seraya menarik sebelah tangan Jeongguk dengan gerakan kasar, Jeongguk yang masih dalam keadaan lemah hanya bisa meringis lirih, berharap seseorang bisa menolongnya. Sedikit menyesal karena memaksa teman-temannya untuk pulang karena terlalu banyak membuat repot dan sekarang ia malah berharap salah satu dari mereka bisa membantunya terlepas dari kekejaman ibunya sendiri. Memohon belas kasih Sihye yang seakan menutup rapat hatinya untuk Jeongguk. Terus menarik tangan itu hingga tubuh lemahnya tertarik dan terjatuh di lantai, tertimpa tiang infusnya sendiri hingga punggungnya terasa begitu sakit. Sihye berdecak kesal dan kembali menariknya, memaksanya untuk beringsut berdiri. Wajah pucat itu memelas, masih berusaha meminta kemurahan hati sang ibunda namun tak kunjung di hiraukan. Ia diseret keluar ruang rawatnya, membuat selang infusnya terlepas paksa dan menyisakan sayatan perih di punggung tangannya. Darah segar menitik dari sana, mengotori lantai selasar rumah sakit. Terus seperti itu hingga sampai di pelataran rumah sakit. Memberhentikan taksi yang kebetulan melintas dan melesat pergi. Ia dibawa ke rumahnya dan terus diseret hingga ke kamarnya dan di dorong masuk dengan kasar kemudian pintunya di kunci rapat dalam keadaan gelap. Jeongguk mencoba memanggil sang ibu dengan suara lemah dan paraunya, terus mencoba dan mencoba. Terus berharap ibunya bisa sedikit berbelas kasih terhadapnya. Namun, bermenit-menit setelahnya, sang ibu tidak kembali, suaranya nyaris habis dan tenggorokannya terasa begitu sakit. Jeongguk menangis. Meratapi nasibnya. Entah kapan kebahagiaan itu di rengkuhnya. Mungkin tidak, karena waktunya sudah terkikis setiap detiknya...
"Mama...sayangi aku, sekali saja..."
.
.
Bersambung