---
Yeonjun baru saja hendak memasuki ruang rawat sang bunda kala tak sengaja bersitatap dengan manik kelam milik sosok jangkung yang kini beringsut beranjak dari duduknya dan berjalan menghampirinya. Kini, keduanya berhadapan dengan tatapan yang berbeda-beda. Yeonjun dengan tatapan datar dan dinginnya dan si jangkung yang menatapnya dengan sendu.
"Mau apa kau kemari? Tidak cukupkah hanya membuat kondisi bundaku memburuk?"tanyanya dengan nada tajam membuat si jangkung sontak menundukkan kepalanya, tidak lagi memberanikan diri membalas tatapannya yang menghunus tajam.
"Aku kemari bukan untuk membuat masalah. Aku kesini hanya ingin memberikan map ini pada ayah."ujar si jangkung setelah terdiam beberapa lama, kepalanya masih dalam posisi menunduk membuat sebelah alis tebal Yeonjun terangkat."apa maksudnya ini? Rekam medis milik siapa ini? Milikmu?"
Dan senyum tipis si jangkung membuat Yeonjun tercekat."nanti kau akan mengetahuinya. Kalau begitu, aku pergi dulu."
Dan setelahnya, si jangkung berlalu. Menyisakan tanda tanya besar pada diri Yeonjun yang terdiam di tempatnya seraya memandangi punggung si jangkung yang kini begitu terlihat rapuh dalam pandangannya.
"Apa maksud dari semua ini, Soobin..?"
.
.
Beomgyu menatap bosan kearah si jangkung yang kini menyantap ramyun instan buatannya dengan begitu lahap seolah bocah itu baru saja bisa menyantap makanan layak setelah berhari-hari lamanya. Benar-benar mengenaskan.
"Makanlah dengan pelan. Tidak akan ada yang meminta ramyunmu."ujarnya dengan nada malas dan ditanggapi cengiran bodoh si jangkung yang selalu membuatnya mendengus geli melihatnya.
"Aku lapar. Maaf ya, selalu saja membuatmu repot."ujarnya sungkan membuat Beomgyu kembali mendengus."sudah hobimu, kan? Selalu saja menyusahkan orang."
"Iya, kau benar. Aku memang selalu menyusahkan."lirihnya membuat Beomgyu tercekat. Melirik si jangkung yang kini menghentikan aktivitas makannya dan segera beranjak dari duduknya menuju dapur, membuang sisa ramyun yang masih setengah bagian itu beserta nasi yang mungkin baru di suapnya ke dalam tong sampah sebelum mencuci bekas makannya bahkan panci bekas membuat ramyunpun dicucinya membuat Beomgyu meringis, merutuki mulut licinnya yang terkadang sukar di kontrolnya. Selalu saja membuat si jangkung sakit hati.
"K-kau mau kemana? Di luar kan sedang hujan deras, lagipula ini sudah larut malam. Tidak akan ada bus yang melintas. Jadi, lebih baik kau menginap-"
"Tidak perlu, Beomgyumie. Aku tidak ingin semakin menyusahkanmu. Aku akan pulang saja. Eum, terimakasih untuk makan malamnya dan juga untuk membiarkanku mandi dan memakai pakaianmu. Oh iya, pakaianmu sudah ku cuci dan ku jemur. Aku mencucinya dengan bersih kok. Kau tidak usah mengkhawatirkannya."Beomgyu tertegun, manik besarnya menatap si jangkung dengan nanar.
"Kak Soobin..."
"Kalau begitu, aku pulang dulu. Sekali lagi terimakasih. Dan Oh, aku sampai lupa. Aku berjanji, ini terakhir kalinya aku merepotkanmu, Park dan jangan rindukan aku ya. Ehe."
Setelah mengatakannya, si jangkung berlalu. Meninggalkan Beomgyu yang membeku di tempatnya. Perlahan, rasa sesak itu memenuhi rongga dadanya dengan desir tak nyaman.
Ia benar-benar merasa begitu menyesal sekarang.
.
.
Soobin lagi-lagi membersit. Hidungnya tersumbat karena flu setelah kemarin malam nekad menerobos hujan deras dan memaksakan dirinya mengejar bus terakhir malam itu. Ia melenguh pelan kala hawa panas yang berasal dari tubuhnya semakin menjadi. Memang sejak subuh tadi, ia sudah terserang demam dengan suhu tubuhnya yang tinggi dan hanya di tanggulangi dengan obat pereda demam yang entah masih layak di konsumsi atau tidak. Salahkan saja dirinya yang selalu tidak memiliki persedian obat di rumah dan tubuhnya yang begitu lemah semalam. Lagipula ia juga tidak memilik uang. Hh, benar-benar mengenaskan.
"Ngh, sakit sekali..."keluhnya kala kepalanya terasa begitu berat dan nyerinya yang tak terhingga. Pandangannya perlahan mengabur dan tak fokus. Semua orang yang berlalu lalang di depannya membayang membuatnya mendesah lelah. Kalau terus begini, bagaimana ia bisa beranjak dari sana untuk menemui dokter Kang di ruangannya. Hh, andaikan ia punya seseorang yang bisa di mintai tolong. Ck, mengingat hal itu membuatnya tertawa penuh kegetiran. Ia kan memang selalu sendirian, sejak dulu.
Dengan terpaksa, ia memutuskan untuk beranjak walaupun cara berjalannya terlihat begitu aneh. Ia tak perduli lagi. Yang penting ia bisa sampai di tempat tujuannya.
Akhirnya, setelah perjuangannya yang berat ia bisa sampai di tempat tujuannya. Ruang kerja dokter Kang yang kebetulan lengang membuatnya mendesah lega sebelum menghampiri meja asisten sang dokter dengan langkahnya yang terseret serta wajah pucat pasinya yang membuat wanita itu berjengit, tampak begitu terkejut melihat penampilannya yang luar biasa berantakan.
"Ada yang bisa saya bantu, tuan?"tanyanya dengan nada tenang dan ramah membuat Soobin dengan susah payah membalasnya dengan senyuman tipisnya.
"Aku Jeon Soobin. Aku ingin bertemu dengan dokter Kang dan aku telah membuat janji dengannya."ujar Soobin pelan. Wanita mengangguk paham lalu segera menghubungi sang dokter hanya untuk sekedar mengkonfirmasi. Setelahnya, ia digiring untuk di persilahkan memasuki ruang kerja sang dokter karena memang pria itu telah menunggunya sejak tadi. Soobin kembali tersenyum sebagai ungkapan rasa terimakasihnya dan di balas hal serupa oleh wanita itu. Soobin melangkah masuk dan di suguhi senyuman teduh sang dokter yang langsung mempersilahkannya untuk duduk. Remaja itu menurut, duduk manis di hadapan pria itu.
"Apakah kau siap dengan tes yang akan kau lakukan hari ini, Jeon muda?"tanyanya dengan lembut, Soobin terdiam sejenak sebelum akhirnya memberikan anggukan pelan."saya siap, dok."
"Anak pintar. Eum kalau begitu, silahkan berbaring dulu disana. Dua jam lagi, saya akan membangunkanmu untuk melakukan tes."titahnya membuat Soobin menyernyit,"kenapa harus, dok. Saya sudah siap, kok."
Dan sang dokter kembali mengulas senyum, penuh pengertian."tapi tubuhmu tidak, Jeon muda. Jadilah anak yang penurut, kali ini saja, bisakah?"
"Dokter Kang..."
"Jeon Soobin, ini demi kebaikanmu. Tes kali ini bukanlah tes yang mudah. Kau ingin bundamu sembuh, bukan? Jadi, turuti perintahku dan tidurlah. Mengerti?"manik kelam itu membuat Soobin hanya bisa mengangguk pasrah dan sang dokter tersenyum puas setelahnya sebelum menggiringnya ke atas ranjang pemeriksaan dan membaringkannya disana bahkan menyelimutinya serta memberinya usapan lembut layaknya seorang ayah pada anaknya membuatnya tercekat. Tiba-tiba saja dirundung rasa rindu pada sang ayah yang jauh dari sisinya. Ia rindu ayahnya, sepenuh hatinya.
"Ayah, Ubin takut..."
.
.
"Dia masih tidur setelah lelah menangis seraya terus meracau memanggil nama ayahnya. Hh, aku benar-benar tidak habis fikir dengan kalian-ya, itu kau dan istri bebalmu itu yang tidak ada hentinya membuat bocah sebaik itu tertekan. Kejadian itu bahkan hanya bagian dari masa lalu yang buruk, tak perlu lah kalian ungkit dan ingat kembali. Hidup itu tak melulu berpijak pada satu waktu bukan? Dan setelah ini, apa tidak akan merubah pikiran kalian. Apa hati kalian telah tertutup dan mengeras? Haruskah dia mengorbankan nyawanya dulu baru kau mengerti kalau dia juga sama berharganya?"
"Kak Niel, cukup. Oke?"
"Tidak, aku belum selesai."tukasnya datar membuat seorang Jeon Jeongguk hanya bisa menghela nafas pasrah dan membiarkan suami dari sahabat istrinya itu terus menyerukan protesnya dengan cuma-cuma. Pria itu terus mengoceh ini dan itu yang bahkan hanya di anggap angin lalu olehnya yang malah memaku pandangannya pada si jangkung yang kini terlelah dengan wajahnya yang terlihat sembab dan tampak begitu mengenaskan dengan plester demam yang terhias di dahi dan selang infus di tangan kanannya. Ah, remaja itu bahkan sampai di pasangkan nasal kanul untuk membantunya bernafas membuatnya merasa dadanya di remas kuat. Benar-benar menyedihkan.
"Hanya kau yang bisa mematahkan keteguhannya, Jungo. Kau ayahnya dan kau berhak untuk itu. Sebelum semuanya terlambat dan hanya rasa sesal yang akan terus membayangimu, Jeon. Tolong, pikirkanlah. Ini semua demi kebaikan kalian."
Setelahnya, sang dokter berlalu. Membiarkan sepasang ayah dan anak itu menghabiskan waktu berdua dalam keheningan. Manik bulat itu menyendu, dengan ragu tangannya meraih tangah ringkih nan panas itu. Suhu tubuhnya masihlah tinggi membuatnya semakin merasa sesak. Tiba-tiba di rundung rasa iba pada sosok jangkung itu.
Perlahan, air matanya meluruh. Jeon Jeongguk menangis.
"Maafkan ayah, Soobin. Maafkan ayahmu yang bodoh ini..."[]