-Matahari Untuk Joon pt.02-
Namjoon itu kaku!
Itu kata Jung Hoseok yang sudah terlanjur gemas dengan tingkah sahabat yang sudah dianggap adik (secara sepihak) olehnya kala bocah jangkung berdimple itu mendapatkan hadiah sebuah topi baseball dari senior mereka ditahun pertama mereka sebagai murid JHS yang terpukau dengan penampilannya kala ikut perlombaan pidato bahasa Inggris dua minggu yang lalu dan malah langsung ditolaknya dengan segan membuat wajah cantik sang senior nampak kecewa. Duh dasar kanebo kering.
"Aha, topinya bakal dipakai Joon kok kak Yuri. Makasih ya."
Dan setelahnya Hoseok mendorong paksa tubuh besar Namjoon untuk ikut membungkuk sebagai tanda terimakasih selain tersenyum kaku kearah sang senior cantik yang terlihat tersipu melihat dimple dalam Namjoon. Ya Tuhan, Hoseok gemas sekali. Itu kode keras Joon, duh Joon-nya mana ngerti. Rumus Aljabar noh dia pakarnya.
"Aduh Joon makanya jangan cari rumus logaritma sama aljabar aja jadi engga peka kan sama kodenya kakak cecan."gerutu Hoseok sepanjang perjalanan menuju kantin sekolah, Namjoon mengerutkan alisnya. Gagal paham.
"Kode apa ? Kode morse ?"
Bibir Hoseok berkedut dengan perempatan imajiner didahinya, Namjoon mengerjap bingung.
"Bukan, Joon tapi isyarat asap!"
Hoseok mempercepat langkahnya memasuki area kantin, memesan semangkuk jumbo ekstra pedas dan ice lemon tea dimeja dekat jendela dan mengabaikan Namjoon yang duduk dihadapannya.
"Siki..?"
"Apa ?!"sahutnya galak, Namjoon meringis.
"Aku tidak tahu apa maksud dari perkataanmu tadi karena yang kutahu aku hanya punya dua orang paling berharga dihidupku."ujar Namjoon sembari menatap penuh Hoseok yang mulai tertarik, menyesap kuah ramennya perlahan.
"Siapa saja itu ?"
"Mama tentu saja dan..."
Jawabannya menggantung membuat Hoseok gemas lagi, memberi cubitan mautnya dilengan Namjoon membuat si jangkung memberengut.
"Tidak usah berbelit-belit dan sok misterius Joon. Kau tidak pantas sama sekali."ujar Hoseok kesal, sudah hilang nafsu makannya. Ia dorong mangkuk ramennya yang tinggal setengah lalu memilih menghabiskan ice lemon tea-nya. Namjoon tersenyum tipis.
"Yang satu lagi ya tentu saja Jung Hoseok!"
Uhuk!
Hoseok tersedak es batu.
"Kau juga sama berharganya bagiku setelah kak Yoon dan kedua orangtuaku, Joon."
Alih-alih merona malu Jung Hoseok memilih menjejalkan sebongkah es batu pada Namjoon yang kini berteriak tidak terima dan mengejarnya yang mendahuluinya kekelas. Tak peduli menjadi bahan olok-olok mereka tetap melanjutkannya dengan tawa yang membuat hati mereka menghangat.
"Joon, kita akan selamanya seperti inikan ? Kau ada untukku dan begitupun sebaliknya ?"tanya Hoseok disela kegiatan mereka menyusun korek api menjadi sebuah rumah tingkat tiga, tugas prakarya mereka. Namjoon yang sedari tadi sibuk menyusun menghentikan aktivitasnya sejenak lalu berdengung,
"Tentu. Kitakan tidak bisa kalau tidak bersama."ujarnya mantap membuat Hoseok tersenyum lebar yang membuat Namjoon ingin sekali memakai kacamata hitamnya, terlalu silau soalnya. Ehe.
"Aha. Iya kau benar sekali. Apalah dayamu tanpa sinarku, ya kan ?"
"Iya, matahariku."
Hoseok tertawa sembari mendorong-dorong bahu Namjoon dengan hebohnya, Namjoon hanya tersenyum saja. Ia suka sekali tawa Hoseok. Hangat sekali.