---
Jeon bersaudara berjalan beriringan menuju lantai 6, tempat Hoseok di rawat. Sesekali Seokjin menanggapi pertanyaan Jeongguk yang random. Seperti kenapa manusia harus bernafas dan yang lebih absurd lainnya namun tetap saja menanggapinya dengan begitu sabar.
Sesampainya di lantai 6, langkah Seokjin berhenti mendadak membuat sang adik mengajukan protes yang tidak di hiraukannya sama sekali. Dia melihat Yoongi. Pemuda pucat itu nampak tergesa dan Seokjin bisa menebak, kalau kakak pertama sang sahabat tengah menuju ruang ICU.
"Oh, astaga. Ini pertanda buruk. Aku harus segera mencegah si pucat itu berbuat hal yang tidak-tidak pada Hosiki."
Seokjin memilih langkah cepat, dengan Jeongguk dalam gendongannya dia berjalan cepat menuju ruang ICU. Benar, itu memang Min Yoongi yang nampaknya tengah meminta ijin pada salah satu perawat yang bertugas di ruangan intensif itu dan sialnya, dia mendapatkan ijin dengan mudah.
Sial! Pasti Yoongi memanfaatkan hubungan persaudaraannya dengan Hoseok agar bisa mendapatkan akses untuk memasuki ruang ICU. Dasar beruang kutub licik!
Sungguh, Seokjin dongkol setengah mati. Terus misuh-misuh sampai rasanya Jeongguk pegal karena terus berusaha menenangkan sang kakak.
Min Yoongi masih di dalam, entah sedang apa. Yang Seokjin lihat, si pucat hanya duduk terdiam sembari menatap lurus-lurus kearah Hoseok yang belum sadarkan diri sejak 2 hari lalu karena kondisinya yang masih kritis.
Seokjin tidak habis fikir dengan jalan pikiran si sulung Min itu.
"Hyung!"
Itu Namjoon, yang melangkah cepat kearah mereka dengan raut cemasnya."jadi, benar Yoon hyung ada disini."
Seokjin mengangguk pelan dengan wajah masam."dia menggunakan hubungan persaudaraannya dengan Hosiki agar bisa masuk kedalam. Dasar curang!"
Namjoon menghela nafas panjang, memilih duduk disamping Jeongguk yang sedari tadi diam, menyimak."ya, setidaknya dia tidak berbuat macam-macam pada Hoseok."
Dan Seokjin membenarkan hal itu.
Tak lama, pintu ruang ICU kembali terbuka. Menampakkan wajah datar Min Yoongi yang membalas tatapan Seokjin yang tak bersahabat, Jeongguk dengan tatapan kosongnya dan Namjoon yang tersenyum kaku kearahnya lalu memberi si pucat sapaan."selamat malam, hyung."
"Hm, selamat malam, Joonie."sapanya dengan nada sama datarnya sebelum berlalu pergi begitu saja dari tempat itu membuat Seokjin berdecak begitu keras, mengumpati si pucat tanpa suara membuat Namjoon meringis. Memperingati si sulung Jeon agar lebih menjaga mannernya di tempat itu.
Seokjin menghela nafas kasar."apa-apaan sikapnya itu ?! Dia pikir apa yang selama ini dilakukannya itu benar ?"
"Dia bahkan tidak punya niatan untuk sekadar tinggal lebih lama untuk menjaga Hosiki. Bagaimanapun juga kan, dia kakaknya."lanjut Seokjin dengan nada lirih, Jeongguk memeluknya dari samping. Ikut merasakan kesedihan yang sama.
Namjoon menghela nafas pelan sembari mengusap bahu Seokjin lembut,"mungkin Yoon hyung sedang sibuk. Setidaknya dia masih menyempatkan waktu untuk mengunjungi Hoseok walaupun hanya sebentar. Kita harus tetap mensyukurinya, hyung."
Sembari membersit hidungnya, Seokjin mengangguk pelan."hm, kau benar Namjoon-ah. Setidaknya si pucat itu masih punya hati nurani dibandingkan anggota keluarga Min yang lainnya."
.
.
Beberapa hari setelahnya, Hoseok akhirnya membuka matanya. Kembali mengakihir mimpi panjangnya membuat semua orang luar biasa lega. Tiffani menangis haru sembari memeluk tubuhnya erat dan menyuruh Hoseok berjanji untuk lebih menjaga kondisi tubuhnya agar tidak kembali drop. Hoseok hanya mengangguk lemah sebagai tanggapan. Dia masih lemas sekali, walaupun sekarang sudah dipindahkan di ruang inap biasa. Sedang disuapi Seokjin bubur hambar, khas rumah sakit.