Bunda (2)

71 2 0
                                    

---

"Bagaimana? Hasilnya sudah keluar kan? Lalu...?"Taehyung mencecar Seokjin sesampainya ia di ruang kerja kakak iparnya itu. Pria bersneli itu tak langsung menjawab dan memilih mengeluarkan map cokelat berukuran sedang pada Taehyung yang tak sabar menerimanya dan langsung membukanya dengan tergesa-gesa. Membaca isi di dalamnya dengan cermat lalu memekik penuh rasa senang, mengabaikan tatapan nanar yang di layangkan Seokjin padanya.

"Ini kabar yang bagus. Jadi, kapan operasi itu bisa di laksanakan? Yoongi oppa sudah menetapkan jadwalnya, kan?"tanyanya lagi, Seokjin menanggapinya dengan gelengan membuat raut bahagia itu menghilang dalam sekejap, di gantikan oleh raut tidak senang,"kenapa begitu?"

Seokjin menghela nafas beratnya,"kau tahu sendiri apa alasannya. Bukan cuma memastikan kalau kondisi Yeonjun dalam keadaan stabil dan baik, Soobin juga perlu kita perhatikan. Apalagi, beberapa hari ini, kondisinya terus menurun. Tim medis terus mendesak Yoongi untuk merundingkannya denganmu serta Jeongguk. Soobin harus secepatnya mendapatkan donor hati, Tae. Jika tidak––"

"Jika tidak apa, huh? Dia mati? Tiada? Begitu kan? Yasudah, biarkan saja. Toh, sekeras apapun kalian mencoba, anak itu tidak akan bisa selamat dari kematian, kan? Berhentilah membuang waktu berhargamu demi anak itu, oppa. Kau dan Yoongi oppa sudah kelewat baik selama ini padanya. Sudah waktunya kalian sadar dan menyerah. Biarkan dia menerima takdirnya dengan baik."sela Taehyung dengan nada kelewat santai membuat Seokjin ingin sekali merobek bibir plum itu. Astaga, mengapa adik ipar manisnya berubah kejam seperti ini...?

"Taehyung, sudah cukup! Aku sudah tidak tahan lagi. Sebaiknya, kau pulang karena masih banyak hal yang perlu ku urus. Jika ingin mendapatkan penjelasan lebih rinci mengenai hal ini, kau bisa tanyakan langsung pada yang bersangkutan. Aku rasa, Yoongi sudah ada di ruang praktiknya."katanya sebelum membuka pintu ruangannya lebar-lebar seolah mengisyaratkan Taehyung agar cepat pergi dari ruangannya. Pengusiran secara halus. Hhh.

Taehyung berdecak pelan sebelum akhirnya melengos pergi dengan raut masam. Seokjin kembali menghela nafas. Baru setengah hari sudah sakit kepala. Hm.

"Sebaiknya, aku menelfon Jisoo. Siapa tahu stressku hilang setelah mendengar suaranya..."sembari mengulum senyuman, Seokjin meraih ponselnya. Menekan dial teratas di sana dan menunggu panggilannya tersambung. Senyumannya semakin mengembang kala mendengar suara sapaan lembut dari seberang sana.

"Hallo, oppa? Tumben sekali menelfon jam segini. Mau ku bawakan makan siang lagi, hm?"

Seokjin yang mendengarnya pun terkekeh kecil, memainkan penanya lalu mengerung sejenak,"tidak. Hanya eum, rindu?"tawa renyah pun pecah di seberang sana.

"Aish, apa ini? Sejak kapan suami tampanku ini pandai merayu?"Seokjin tergelak lagi,"aku tidak. Aku benar-benar merindukanmu, sayang. Sungguh."

"Ya ya, terserahmu saja tuan Jeon senior. Aku tahu, pasti kau sedang stress kan? Hm, sudah ku duga. Kau menelfonku pasti ada maunya."

"Ya ampun, kau benar-benar mengenalku dengan baik ya, Jeon Jisoo. Aigo, entah mengapa kadar cintaku padamu semakin bertambah sekarang."Seokjin pun hanya bisa terkekeh kecil kala mendengar istrinya mendecih.

"Ya, sekarang aku merasa menyesal karena mengangkat panggilan darimu. Seharusnya, ku teruskan saja pekerjaanku di dapur. Hm, pasti sekarang kue keringku sudah gosong––O–omo, aku lupa mengeluarkan kue keringku dari pemanggang!"

Suara ribut mulai terdengar dari seberang sana. Sayup-sayup terdengar gerutuan kecil istrinya yang mungkin tengah meratapi nasib kue kering buatannya. Seokjin tergelak lagi. Ya, sudah ia katakan bukan, dengan mendengar suara Jisoo saja stress yang di rasakannya bisa berkurang.

BANGTAN COOKIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang