---
"Yoon-hyung...?"
Yoongi yang baru saja memejamkan matanya langsung kembali terjaga, beringsut terbangun dari berbaringnya dan melangkah mendekat kearah ranjang rawat Hoseok yang baru saja terbangun dari tidurnya. Seulas senyuman terhias di wajahnya."kau sudah bangun? Lapar tidak? Kalau iya, aku akan memintanya pada perawat."
Hoseok menggeleng kecil, ia hanya merasa sedikit haus namun merasa sungkan pada kakaknya. Yoongi yang menyadari perubahan raut wajah adiknya langsung berinisiatif mengambil segelas air yang selalu tersedia di atas nakas dan langsung mengansurkannya pada Hoseok yang menerimanya dengan segan, meneguk isinya hingga setengah bagian lalu mengembalikannya pada Yoongi yang langsung menaruhnya kembali ke tempat semula."ada yang kau butuhkan lagi?"lagi, yang di dapatkannya hanya gelengan membuat Yoongi tersenyum maklum. Mungkin, sang adik masih canggung padanya. Ia cukup tahu diri, selama ini memang keduanya tidaklah dekat. Menarik nafas pelan sebelum akhirnya memilih mendudukkan dirinya di tepi ranjang rawat Hoseok yang kini duduk bersandar pada kepala ranjang. Wajahnya masih tampak pias seperti biasa.
"Jika kau ingin menanyakan dimana semua teman-temanmu berada, mereka sudah pamit pulang sekitar satu jam yang lalu dan berjanji akan kembali menemui sepulangnya dari sekolah. Aku dan teman-temanmu sepakat akan pergi bersama. Kau senang?"Hoseok hanya diam, sibuk tertunduk seraya memilin ujung selimut yang menutupi pinggang hingga kakinya. Yoongi memperhatikannya dalam diam,"kau tidak senang aku disini menemanimu, hm?"
Hoseok terkesiap lalu menggeleng ribut,"b-bukan, bukan begitu kok, hyung. Sungguh."katanya gelagapan sebelum kembali tertunduk dalam, wajahnya menyiratkan rasa sesal membuat Yoongi tak enak hati."lalu kenapa? Kau selalu saja menundukkan wajahmu seolah selimut itu lebih menarik di banding aku."
"Hyung..."
"Hh, maafkan aku. Seharusnya, aku tidak usah bersikap berlebihan begini, bukan? Seharusnya juga, aku memaklumi sikapmu ini mengingat bagaimana hubungan kita dulu yang memang tidak dekat karena beberapa hal yang sudah terlewat. Aku minta maaf, Seok. Sungguh aku menyesali semuanya. Aku mohon maafkan aku..."
Manik kecil itu tampak di lapisi cairan tipis membuat Hoseok tercekat. Rasa sesak kembali menggelayuti relungnya, merutuki dirinya yang dengan lancang membuat Yoongi bersedih dan itu membuatnya tak bisa membendung tangisnya. Bukan, bukan karena ia merasa tidak senang akan kehadiran sang kakak disana. Ia hanya kelewat bingung akan perubahan sikap sang kakak yang begitu drastis. Di satu sisi, ia menyakini kalau itu adalah tindakan yang berasal dari hati sang kakak dan satu sisi lainnya menyakini kalau itu hanyalah rasa kasihan belaka dan semua itu membuat perasaannya tidak keruan. Ia tidak ingin berharap lebih lagi...
"Kenapa kau menangis, Seok? Apa ada yang sakit?"tanya Yoongi dengan nada khawatir, menatap lekat sang adik yang masih berlinangan air mata. Hoseok menggeleng lalu dengan cepat menyeka air matanya,"hyung jangan seperti ini. Kumohon...aku bingung, hyung. Bingung sekali. Kau...sikapmu sekarang begitu tiba-tiba. A-aku belum siap menerima kenyataan kalau ternyata semua sikap yang kau tunjukkan sekarang ini hanya bentuk rasa kasihan. Aku tidak butuh itu, hyung..."
"Hoseok, aku tidak begitu. Sungguh! Apa di mataku tampak terlihat mengasihanimu?"tukasnya dengan tegas, Hoseok memilih mengalihkan pandangannya, tak sanggup membalas tatapan Yoongi yang menyiratkan kekecewaan dan kesedihan dan semua itu karenanya. Ia memang bodoh!
"S-sebaiknya, Hyung pulang saja. Pasti ibu sedang mencemaskan hyung di rumah karena tidak kunjung pulang. A-aku bisa menjaga diri kok. Toh, aku sudah biasa sendirian. Jadi, tak perlu cemas."kata Hoseok seraya membelakangi Yoongi yang kini memandangi punggung ringkih itu dengan pandangan nanar. Menarik nafas berat sebelum akhirnya mengayun kakinya keluar ruangan itu. Menyisakan Hoseok yang kini terisak tanpa suara, menggumamkan beribu kata maaf untuk sang kakak. Ia hanya tidak mau membuat masalah lagi. Setidaknya, biarkan ia menikmati kesendiriannya ini untuk sementara waktu. Biarkan ia tenang tanpa mendengar cercaan dari sang ibu dan tatapan tajam nan menghunusnya itu.