---
(5)Jeongguk turun lebih dulu dari mobil Yugyeom. Sahabatnya itu yang mengusulkan untuk mengantar dan Jeongguk hanya mengiyakannya saja. Lagipula, kepalanya memang sedikit sakit sekarang. Mereka telah sampai di tempat tujuan, di salah satu pemakaman umum yang ada di kota. Berjalan ringan menuju tempat peristirahatan terakhir permata hatinya.
"Tae, ini aku Jeongguk. Maafkan aku karena jarang sekali mengunjungimu."kata Jeongguk sesaat setelah ia menaruh seikat bunga lili di atas pusara istrinya yang terlihat rapi dan bersih. Sepertinya para petugas pemakaman sangat rajin dalam merawat area makam. Yugyeom tiba setelahnya, ikut bersimpuh di samping Jeongguk dan menaruh bunga ester disana."aku merindukanmu, jadi aku meminta Yugyeom untuk menemaniku."
Yugyeom menyapa dengan nada pelan. Sekelibat bayangan terlintas di benaknya, teringat wajah cantik belahan jiwa Jeongguk yang selalu terlihat ceria. Tidak menyangka, kalau waktunya di dunia sangatlah singkat."hai, Taehyung. Masih ingat dengan aku tidak? Dulu aku pernah mengajak kalian double date bersama kekasihku yang dulu. Aku sudah menikah sekarang, namun Tuhan belum memberikan kami kepercayaan untuk memiliki momongan. Tolong doakan kami agar segera menyusul kalian dan memiliki anak-anak yang menggemaskan seperti kalian juga. Kedua putramu tumbuh dengan baik, Tae. Mereka menjadi anak-anak yang hebat, persis sepertimu. Kau wanita terhebat yang pernah ku kenal. Jeongguk beruntung bisa menjadi pendampingmu."melirik Jeongguk yang sibuk mengusap nisan Taehyung dengan tangan kanannya, wajahnya sendu dan matanya memerah. Yugyeom tahu sekali kalau pria itu sedang berusaha mati-matian menahan tangisnya dan itu membuatnya iba. Tangannya terulur untuk memberikan tepukan penyemangat. Jeongguk menoleh dan menampilkan seulas senyuman, senyuman palsu.
"Maaf karena tidak membawa Yeonjunie kesini. Dia sedang sakit, Tae. Ini salahku, aku sudah membuatnya celaka dan menahan sakit sendirian. Maafkan aku, sayang. Tolong maafkan aku..."air mata itu akhirnya meluruh juga, disusul isakan lirih yang membuat kedua bahunya yang selalu terlihat gagah itu kini merosot lesu dan bergetar. Yugyeom kembali memberikan usapan ringan di bahunya, ikut merasakan kesedihan yang sama. Kalau ia jadi Jeongguk, mungkin dia sudah lama mengakhiri hidupnya. Mungkin Jeongguk bersikap tidak adil dalam memberikan cinta pada kedua putranya. Ia masih berat sebelah dan lebih terkesan menjauhi dan membenci si bungsu. Namun, Yugyeom tahu sekali kalau pria itu sudah melakukan yang terbaik. Semampunya. Dan Yugyeom tahu, ini semua bukanlah hal yang mudah untuk di lewati. Yugyeom patut bersyukur karena sahabatnya itu tidak gila, mengingat betapa besar rasa cinta Jeongguk pada Taehyung. Yugyeom mengenal sosok Jeongguk dengan baik. Dia adalah sosok pria yang baik yang selalu mengutamakan orang-orang yang di cintainya. Jeongguk sedang kehilangan arahnya. Dia hanya perlu di bimbing agar kembali menjadi pribadi yang lebih baik dan penuh kasih, seperti dulu kala Taehyung masih ada.
"Yeonjunie belum sadar, nyaris dua minggu dan aku takut. Tolong, jangan bawa dia pergi, Tae. Hanya dia yang ku punya sekarang. A-aku tidak ingin kehilangan lagi..."
"Jeongguk..."pria itu semakin tersedu dan membaringkan tubuhnya di samping makam Taehyung dan mendekapnya erat, seolah wanita itulah yang tengah di rengkuhnya. Yugyeom tidak tahan melihatnya. Ia begitu kasihan dengan Jeongguk."sudahlah, Jeongguk. Jangan seperti ini. Kasihan Taehyung nanti tidak tenang. Aku yakin Taehyung mengerti dan tidak sepenuhnya kecewa padamu. Itu semua terjadi karena kecelakaan dan sudah suratan dari Tuhan. Kau kuat, Jeongguk. Ingat, kau sudah berjanji pada wanitamu itu. Jangan membuatnya semakin kecewa, Jeongguk. Bisa?"Jeongguk pada akhirnya mengangguk kecil, isakannya masih tersisa namun tidak sekeras sebelumnya. Bibir tipis yang terlihat pucat itu sibuk memberikan kecupan pada nisan istrinya, bergumam lirih dengan nada yang menyayat. Yugyeom mengalihkan pandangannya sejenak, matanya memanas dan nyaris menitikkan air mata. Tidak, ia tidak boleh menangis. Ia mendapat tugas khusus, membuat seorang Jeon Jeongguk untuk berhenti terpuruk. Pria itu harus terus kuat untuk mengarungi hidup, walaupun tanpa belahan jiwa di sampingnya. Yugyeom yakin, Jeongguk bisa melewati ini semua dengan baik. Pria itu hanya perlu dorongan lebih keras lagi dan sepertinya, ia membutuhkan bantuan dan sahabat-sahabatnya yang lain untuk kasus ini. Dia akan segera menghubungi Mingyu dan Eunwoo. Atau kalau bisa Jaehyun juga, pria itulah yang paling bijak dan selalu berfikiran positif dan siapa tahu, Jaehyun bisa membuat pikiran Jeongguk lebih terbuka dan tidak lagi meratapi nasibnya. Ya, mungkin seperti itu.