---
Brothership!
Konten di bawah mengandung bawang, siapkan sekardus tisu dan sejenisnya. Thank you :)
Happy Reading, Chingu-nim :)
Seokjin menghempaskan tubuh lelahnya diatas sofa yang ada di ruang tengah rumah sewanya yang mungil. Dia baru saja pulang dari bekerja dan baru hari ini bisa terbebas dari lembur setelah nyaris dua bulan ini ia terus menghabiskan malamnya di depan layar komputer karena mengejar target sebelum libur akhir tahun tiba. Mengelus perutnya bergemuruh ribut karena lapar membuatnya tercenung, baru teringat kalau ia belum sempat makan apapun sejak siang. Hanya memakan satu buah biskuit yang di tawarkan sandeul saat jam istirahat. Tidak enak jika mengambil lebih banyak karena mereka memang bukanlah teman dekat. Hanya sebatas rekan.
Menarik nafasnya dalam-dalam, berniat beranjak dari posisi duduknya. Bersiap pergi mandi karena mulai tidak nyaman dengan bau tak sedap yang menguar dari tubuhnya yang lengket karena keringat. Menyeret langkahnya menuju kamar. Namun, saat langkah kelima, ia berhenti kala mendengar derit pintu terbuka yang berbunyi ribut, disusul dengan sosok lain yang beranjak keluar dari sana dan menyempatkan melemparkan seulas senyuman padanya kala keduanya saling bertemu pandang membuat Seokjin mendecih, menahan jengkel. Bersiap melanjutkan langkahnya, namun tangannya di cekal lembut dan sosok itulah pelakunya membuat wajahnya yang rusak sebagian terlihat jelas olehnya dan membuat perutnya bergejolak menahan mual. Dengan cepat, ia hempaskan cekalan itu dengan kasar hingga sosok itu terhuyung sedikit, menatapnya dengan kernyitan heran membuatnya mendengus malas,"hyung sudah pulang? Tidak lembur lagi, ya? Lapar tidak? Kalau iya, ayo makan bersama Ggukie. Ggukie belum sempat makan karena sibuk menyiapkan dan membereskan ini dan itu. Atau, mau Ggukie panaskan dulu ya, biar hangat? Hyung juga mau mandi dulu, kan?"
Seokjin tidak menjawab, terlalu malas memberi tanggapan dan hanya mendecih sebelum akhirnya memilih berlalu pergi memasuki kamarnya dan menguncinya dari dalam, menyisakan sosok itu berdiri termangu disana. Menatap punggungnya yang menghilang dengan tatapan sedihnya.
.
Seokjin bangun terlambat hari ini. Sengaja, karena ini akhir pekan dan ia libur bekerja. Niatnya, ingin bermalas-malasan di rumah atau bermain gim di komputer tuanya seharian. Namun, semuanya ia urungkan mengingat kalau tumpukan cucian sudah menunggu untuk di bersihkan. Dengan langkah malas, ia mengangkut keranjang cucian kotornya keluar kamar menuju tempat yang biasanya di gunakan untuk mencuci dan berpapasan dengan Jeongguk yang baru saja selesai menyiram tanaman kacangnya. Jeongguk kembali melempar senyuman dan lagi-lagi hanya di balas decakan malasnya sebelum akhirnya berlalu pergi untuk bersiap mencuci.
Setelah tugas mencucinya selesai dan menjemurnya di halaman belakang. Seokjin pergi mandi dan berniat menyeduh mie ramen instan yang seingatnya masih tersisa di lemari, tidak peduli dengan makanan yang sudah tersaji di meja makan dan nampak begitu lezat. Seokjin tidak punya selera untuk menyantapnya, terlanjur jijik karena semua itu Jeongguk yang membuatnya. Oh, ayolah, melihat wajahnya saja perutnya sudah mual apalagi membayangkan dirinya menyantap hidangan yang dibuat oleh seseorang dengan luka borok di wajahnya. Astaga...
Seokjin bergidik. Mencoba menghapus bayangan aneh di kepalanya. Tidak ingin selera makannya menghilang lagi dan akan membuatnya jatuh sakit. Ia harus tetap sehat untuk mencari menafkahi dirinya sendiri. Bagaimana dengan Jeongguk? Cih, siapa peduli? Kalau anak itu tidak makan sekali pun apa pedulinya? Dia sudah cukup besar untuk menafkahi dirinya sendiri. Dan itu benar adanya, buktinya anak itu bisa membeli beberapa bahan makanan yang terbilang mahal. Entah berasal dari mana dan selama ini apa pekerjaannya. Tapi, terkadang Seokjin berpikir kalau Jeongguk mengemis. Ya, bisa saja begitu, mengingat bagaimana kondisinya yang err mengenaskan, siapa tahu saja akan ia memanfaatkan itu untuk mencari uang?