100 - Melupakan Batu

126 30 3
                                    

Kalian ngerasa kesel gak nungguin lama? Wajar sih kalau kesel, aku juga penulisnya berasa kesel karena nunggu lama. Bulan januari masih belum ada keputusan soal karya ini akan bertengger di mana, soalnya pihak aplikasi masih belum ngasih kepastian ke aku. Aku minta maaf kalau seandainya januari masih belum ada kabar baik. Bukan kemauan aku ngulur-ngulur waktu. Tapi ada pengaturan teknis yang perlu proses.

Btw, mulai 1 januari, cerita ini akan tepat berusia 1 tahun. Tadinya aku mau adain syukuran dengan give away, sayangnya aku kere, gak punya apa-apa buat jadiin hadiah give away. Ditambah jumlah readers yang minimalis mungkin gak bakal banyak yang ikutan. Intinya, di tahun 2021 aku bakal lebih rajin nulis cerita ini biar cepet tamat.

Buat kalian yang punya rekomendasi atau usul adegan dan konflik, silakan tuangkan dalam komentar, aku bakal pertimbangkan dan cocokkan dengan cerita. Ada dua orang yang baru ngasih usul dan konflik nya masuk cerita, aku udah susun outlinenya, gak lama bakal kubuat konflik dari usulan dua orang ini.

***


100

Gahyeon mengangkat bahu lalu menggeleng menandakan jika dirinya tak tahu menahu dan tak memiliki jawaban atas pertanyaan itu. JiU tak ambil pusing, ia kemudian mengalihkan pandangannya ke arah langit.

“Kenapa awannya warna abu-abu ya?” tanya JiU penuh penasaran. Gahyeon mendongak sesaat melihat keadaan langit yang tampak sudah gelap dan awan semakin menebal saja setiap detiknya.

“Seperti akan turun hujan.” Gahyeon menggumam pelan, ia menurunkan kepalanya.

“Hujan itu apa?” tanya JiU tiba-tiba. Lagi-lagi gadis cantik itu menanyakan sesuatu yang umum dan sepele. Gahyeon terkejut dengan pertanyaan itu, ia mendekat lalu meraih tangan JiU.

“Serius, kakak cantik bahkan tidak tahu apa itu hujan?” tanyanya. JiU menggeleng pelan.

Gahyeon melepaskan genggamannya lalu berbalik arah menuju ke arah lain. Ia benar-benar tak mengerti dengan apa yang ada di dalam kepala JiU saat ini. Pengetahuan umum dan dasar tak dirinya ketahui, sementara beberapa hal yang rumit dan susah untuk dipahami malah dikuasai olehnya.

“Ya ampun. Bahkan sesorang yang hilang ingatan tak akan sampai seperti ini. Memorinya benar-benar dihilangkan.” Gahyeon agak cemberut saat menggumamkan kalimat itu, JiU segera berjalan ke hadapan Gahyeon, ekspresinya polos dan penuh keingintahuan.

“Kamu mau kasih tahu aku apa itu hujan? Itu seperti sesuatu yang bagus.”

“Baiklah, akan kujelaskan.”

Mendengar itu, JiU langsung tersenyum.

“Hujan air yang jatuh dari langit. Tak jauh berbeda dari cipratan air danau yang terjadi kemarin, hanya saja jumlah airnya jauh lebih banyak dan jangkauannya sangat luas.” Gahyeon hanya menjelaskan bentuk dan garis besarnya saja. Ia tak sampai menjelaskan siklus hujan karena mungkin JiU tak akan memahaminya, terlebih dia tak diminta untuk menjelaskan semuanya secara rinci.

“Oh, itu terdengar bagus.”

“Kakak akan tahu tak lama lagi, aku yakin hujan akan turun sungguhan hari ini,” balas Gahyeon dengan senyum singkat.

“Aku ingin melihat hujan.”

“Aku juga, kita lihat bersama.”

Dalam percakapan ringan itu, tiba-tiba Yeosang kembali dengan pakaian lengkapnya. Kemampuannya benar-benar merepotkan karena ia harus melepas-pasang pakaiannya yang seukuran manusia, sementara ia berubah-ubah bentuknya sesuai dengan bentuk monster yang dirinya inginkan.

“Kau sudah selesai?” tanya Yoohyeon dengan nada datar, ia yang pertama kali memandang kedatangannya. JiU dan Gahyeon segera mengalihkan tatapan mereka pada pria itu. Yeosang tampak memperbaiki posisi celananya.

“Ya. Aku sudah berpakaian.” Ia menyelesaikan aktivitasnya lalu beralih memandang pada tiga gadis itu.

“Ternyata pria memang berbeda dari wanita ya.” JiU menggumam dengan ekspresi bertanya-tanya dan heran. Tentu saja ini terlihat aneh karena gadis itu memikirkan hal yang sepele dan tak akan dipedulikan oleh siapa pun.

“Aku juga kurang tahu, tapi lupakan soal membahas anggota tubuh lagi, aku tidak bisa memikirkan dan mengingat semua penjelasan rumit itu.” Gahyeon menggelengkan kepalanya satu kali.

“Aku juga tidak mau bahas soal tubuh kok.”

“Baguslah.” Gahyeon lega mendengarnya, sayangnya kelegaan itu hanya bertahan selama beberapa detik saja.

“Hanya saja jika dibandingkan, tubuh pria itu memiliki lebih banyak otot, sementara wanita memiliki lebih banyak lemak dan daging tambahan. Bukan hanya bentuk tubuh, postur juga agak berbeda.” JiU segera berucap panjang dan mungkin akan jauh lebih panjang lagi jika Gahyeon tak membekapnya.

“Kakak, berhenti! Itu sudah termasuk membahas tubuh lagi.” Gahyeon menegurnya dengan kesal, tangannya kemudian diturunkan dari mulut JiU yang segera tersenyum lagi.

“Oh, benarkah?”

“Ya ampun.” Gahyeon hanya mampu menepuk keningnya sendiri sambil menghela napas berat.

“Kenapa kau mendarat di sini?” tanya Yoohyeon. Secara tak langsung ia mengatakan jika daerah ini bukanlah lokasi yang cocok dan tepat bagi mereka untuk beristirahat. Yeosang juga tahu akan hal tersebut, namun ia berhenti bukan tanpa alasan.

“Awan badai mendekat, sebentar lagi bukan hanya akan turun hujan saja, mungkin disertai badai. Sangat berbahaya membawa kalian di tengah keadaan seperti itu, sekuat dan sehebat apa pun kalian,itu akan sangat berbahaya dan mustahil dilakukan. Selain itu, aku sudah lelah terbang.” Yeosang memberikan jawaban yang bisa dimengerti dan masuk akal.

Yeosang yang berada dalam wujud binatang atau monster akan memiliki insting dan perasaan yang smaa seperti makhluk aslinya. Pada dasarnya, beberapa kalangan binatang lebih sensitif dengan perubahan kondisi alam, mereka seolah sudah tahu akan adanya cuaca buruk atau akan terjadinya bencana alam.

“Aneh, seharusnya tubuhmu kuat karena memiliki banyak energi.” Yoohyeon bicara dalam benaknya. Yeosang harusnya tak kelelahan dengan banyaknya energi yang tertampung di dalam tubuhnya. Tapi bisa saja ada yang berbeda, ia tak tahu cara kerja tubuh pria itu.

“Tetap saja, ini bukan tempat yang cocok.” Yoohyeon membalas dengan gumaman, ia tampak tak nyaman karena mereka mendarat di tempat itu.

Yeosang tiba-tiba memandang keadaan sekitar lalu seolah baru sadar jika ia melupakan sesuatu yang penting.

“Kau mendengarku?” tanya Yoohyeon yang merasa diabaikan tatkala Yeosang malah semakin bergelut dalam aktivitasnya.

“Aku dengar. Kita tak punya pilihan selain mendarat di sini.” Yeosang membalas, tapi ia masih mencari ke sekeliling dengan pandangannya yang menyisir daerah sekitar.

“Apa yang kau cari?” tanya Yoohyeon pada akhirnya, ia tak bisa untuk tak bertanya.

Yeosang menghentikan pencariannya yang sia-sia lalu beralih memandang Yoohyeon. Gadis itu masih memasang wajah datar dan dingin, meski ada sedikit raut heran karena perilaku pria itu.

“Batunya. Kita melupakan batunya.” Yeosang mengingat kembali batu biru yang ia berikan pada mereka.

“Apa pentingnya batu itu?” tanya Yoohyeon dengan datarnya. Ia tampak tak peduli dengan batu super besar yang beberapa waktu lalu Yeosang berikan pada mereka.

“Tentu saja penting, tapi kita malah meninggalkannya.” Yeosang agak gusar dan kesal saat berbicara. Gahyeon dan JiU tampak penasaran dengan gelagat dan ekspresi Yeosang yang tampak seperti kehilangan benda berharga.

“Kamu mencari batu biru besar itu?” tanya Gahyeon pada pria itu, Yeosang tentu segera memandang ke arahnya lalu mengangguk.

“Aku terlalu cepat melarikan diri sehingga lupa membawanya.” Yeosang menjawab dengan nada yang agak menyesal. Gahyeon malah tersenyum mendengar penuturan itu.

“Oh, soal itu, aku yang menyimpan batunya.” Mendengar balasan itu, bukan hanya Yeosang saja, tapi Yoohyeon dan JiU juga sontak memandang ke arahnya

“Apa?” tanya Yeosang dan Yoohyeon.

“Sebentar, akan kuambil.” Gahyeon kemudian merogoh ke balik pakaiannya.

“Bagaimana caranya kau menyimpan batu besar di dalam pakaian?” tanya Yeosang yang terdengar seperti gumaman penuh keheranan. Tapi Gahyeon sama sekali tak menanggapinya.

“Ini dia.” Setelah menemukan sesuatu yang dicarinya, Gahyeon mengeluarkan sebongkah batu kecil yang bahkan bola mata saja masih lebih besar dari batu itu. Tapi jika dilihat dari bentuk dan teksturnya, itu lebih mirip seperti kaca kristal, bukan batu.

“Wah, ini batunya, bagaimana bisa jadi sekecil ini?” Yeosang segera mengenali benda kecil itu sebagai batu raksasa yang dirinya ambil dari tubuh seekor monster yang ada di dalam danau itu.

****

Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang