Dami hendak melangkahkan kaki untuk keluar dari ruangan itu, tapi tiba-tiba saja ada sebuah getaran besar yang membuatnya kehilangan keseimbangan.
"Apa ini? Gempa?" Dami berpegangan pada dinding lorong itu, getaran yang terjadi sangat kuat dan ia merasakan jika di luar sana, jaraknya cukup jauh, pasti telah terjadi sesuatu.
Terlebih, getaran dahsyat ini disertai oleh suara ledakan. Ini jauh lebih besar dari suara ledakan yang malam itu ia dengar(Ledakan yang terjadi akibat ulah Gahyeon yang meledakkan kapal selam yang terdampar di tengah kota.)
Lebih dari dua menit lamanya, Dami bertahan dengan cara duduk, ia tak bisa bergerak ketika bumi masih saja bergetar dengan hebat.
Tapi sekitar satu menit kemudian, getaran itu lenyap dan Dami bisa perlahan berdiri.
"Owh, apa-apaan itu? Bagaimana bisa ada getaran sebesar itu? Dunia ini benar-benar tidak aman dan kacau." Dami berdiri dan melangkah perlahan. Ada rasa penasaran yang tubuhnya rasakan, tapi ia tahu jika dunia ini dipenuhi dengan kegilaan dan apa pun yang menimbulkan getaran bagaikan gempa bumi itu bukanlah sesuatu yang bagus dan cocok untuk dicari.
"Oh, lupakan saja. Apa pun itu, aku yakin itu adalah sesuatu yang berbahaya dan bukan sesuatu yang layak kudekati." Dami memutuskan untuk tak memikirkan dan mencari tahu tentang sumber atau apa penyebab dari getaran besar yang dirasakannya.
Dami melangkahkan kakinya dengan cepat, ia tak sabar untuk melakukan percobaan terhadap apa saja yang bisa ia lakukan.
Sinar matahari mampu membuat air mendidih seketika, suhu dari sinar matahari terasa sangat mengerikan dan menyeramkan.
Makhluk apa saja yang ada di sana pasti akan mati terpanggang, hanya makhluk yang memiliki penangkal suhu panas atau memiliki kekebalan terhadap suhu panas saja yang mampu menahannya.
Dami sudah berada di ujung bawah bangunan, udara panas meyeruak ke sekitar, tapi ia tak merasakan panasnya.
Tampak jika matahari berwarna merah layaknya bara api.
Udara panas ini benar-benar tak dapat ia rasakan, hanya kesejukan saja yang dapat ia rasakan pada seluruh tubuhnya.
Logam-logam tampak memuai, rerumputan terbakar habis, pepohonan yang memiliki cukup air tetap layu dan tampak akan mati, tapi masih saja bertahan.
"Matahari merah, benar-benar menyeramkan. Ini bahkan belum sampai memasuki tengah hari, tapi matahari tampak sangat panas. Aku akan mencobanya, kuharap aku cukup beku untuk ini." Dami menggumam pelan. Ia maju selangkah dan berdiri pada ujung bayangan gedung yang teduh.
Tombaknya ia julurkan ke depan dan tak medapati apa-apa, tak ada yang berubah terhadap benda itu.
Dami menarik kembali tombaknya dan perlahan menjulurkan ujung tangan kanannya. Jari tengahnya mulai mendekati ujung panas cahaya matahari.
Sedikit demi sedikit. Akhirnya ujung jari tengahnya terpapar cahaya matahari, ada sedikit desisan dan tetap saja ia tak merasakan panas apa-apa dari sinar matahari.
"Aku kebal terhadap panas. Ini kebekuan yang melawan suhu panas. Aku bisa berjalan bebas di sini." Dami tersenyum puas melihat hal ini. Maka dia melangkahkan kakinya untuk keluar dan membiarkan seluruh tubuhnya terpapar sinar matahari.
Ia berdiri tepat di bawah sinar matahari, tapi tak ada rasa panas yang didapatnya. Hanya kesejukan dingin seluruh tubuh saja.
"Bagus, aku akan melanjutkan perjalanan tanpa terganggu." Ia merasa puas dengan apa yang terjadi pada dirinya.
Andaikan saja Dami melihat dan merasakan hal semacam ini untuk pertama kali, ia akan syok dan sangat terkejut.
Sayang sekali, sejak ia membuka matanya dan tahu jika dirinya berada di dunia entah berantah yang berbahaya, tak terlalu banyak hal yang bisa membuatnya terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)
Science FictionIni cerita fanfiction ya, buat yang gak suka, mungkin boleh lihat-lihat dulu, siapa tahu jadi penasaran lalu bisa tertarik dan berakhir suka. Cerita mengandung humor, mohon maklumi kalau ada hal-hal yang konyol dan candaan tak sesuai kondisi, sengaj...