59 - Dilema

187 42 27
                                    


Cerita jadi dikuasai SuA & Siyeon. Adegan mereka paling banyak akhir-akhir ini. 😍😎

Kita lanjutkan kisah mereka. Keduanya masih adu mulut dan berbeda partai. Padahal belum sampai 24 jam mereka bertemu, apa mereka harus berpisah karena hal ini?

Yuk simak kelanjutan kisahnya.

(Tumben Author nulis kayak ginian, biasanya juga curhat dan cuap gaje 😅😅😋😒)

***

Siyeon agak kesal karena penolakan ini, tapi ia juga sadar dengan keadaan dan paham dengan pemikiran yang SuA pikirkan. Tapi Siyeon merasa jika dirinya harus menolong seseorang yang terkapar di sana. Ia memang tak menengalnya, tapi jika keadaannya baik-baik saja dan keadaannya pulih, mungkin mereka bisa menjadi sekutu yang baik.

Keadaan dunia ini masih dipenuhi misteri banginya, pertanyaan-pertayaan yang menumpuk masih belum mendapat jawaban. Saat ini mereka menghadapi seorang pria yang kuatnya bukan main, siapa yang tahu beberapa waktu ke depan mereka akan menemukan musuh yang lebih kuat dari pria itu. Sebanyak mungkin bantuan diperlukan untuk menghadapi situasi seperti ini.

"Oh, kalau begitu lepaskan aku. Aku akan melakukannya dengan atau tanpa dirimu." Siyeon melepaskan diri dari rengkuhan SuA dengan kasar. Siyeon membagi jarak dengan SuA, ia tampak kesusahan untuk berdiri. Sepertinya kedua kakinya terasa amat sakit ketika digunakan untuk berdiri tanpa penopang.

"Kalau begitu aku terpaksa membuat kedua kakimu terluka lebih parah lagi." SuA mengarahkan pistolnya pada kedua kaki Siyeon. Ia tampak tak akan ragu untuk melepaskan tembakan.

"Kau tega menembakku?" tanya Siyeon yang tak percaya dengan kekerasan pilihan yang SuA ambil. Haruskah sampai menembak kakinya?

"Demi dirimu, demi keselamatan kita. Aku akan memberimu sedikit cedera." SuA membalas dengan nada dan tatapan mata yang yakin.

"Kenapa kau begini?" tanya Siyeon pelan penuh perasaan yang sedih dan kecewa.

"Aku peduli padamu. Kau sudah berbuat banyak tadi, aku tak mau kita berada dalam bahaya." SuA memberikan alasan yang masuk akal dan Siyeon tak bisa menyalahkannya akan hal itu. Ia bahkan menghargai keputusan SuA yang memiliki niat mementingkan keselamatan mereka berdua. Tapi seseorang di sana memerlukan bantuan, dan ia akan memberikannya.

Siyeon pernah mengalami satu kali kejadian di mana dia benar-benar memerlukan bantuan, jika dia tak bertaruh untuk meminum cairan energi, maka mungkin ia sudah kehilangan nyawanya sekarang.

"Tapi aku peduli pada kehidupan, kita mungkin bisa mengubah keadaan dengan keberadaannya." Siyeon menoleh ke arah Handong berada dalam sesaat sebelum kembali memandang pada SuA.

"Kita tak akan selamat jika membawanya, monster-monster bisa datang kapan saja." SuA membalas lagi dengan tangan masih memegang handgun yang siap memuntahkan peluru.

"Tak ada salahnya kita mencoba." Siyeon berujar pelan.

"Tidak. Aku tidak mau." SuA menggeleng dua kali, menolak keinginan Siyeon.

"SuA."

"Siyeon, percayalah."

Melihat kekerasan itu, Siyeon sadar jika ia tak akan memenangkan perdebatan ini. Sepertinya inilah jalan akhirnya, hanya satu hal yang perlu ia lakukan.

"Tembak aku jika kau mau." Siyeon berbalik dan tertatih berjalan menuju Handong. Inilah yang menjadi keputusan bulatnya.


***

Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang