18 – Menangis?
Handong melesat maju dengan pukulan-pukulan keras dan destruktif, Yoohyeon tak menyerang balik, ia hanya menangkis berbagai pukulan menggunakan katana.
“Bagus, seperti itu. Berusahalah lebih baik hingga aku tak akan bosan.”
Dami ikut maju menyerang Yoohyeon karena dia sama sekali tak terlihat terdesak dengan serangan-serangan yang Handong lepaskan. Dami dan Handong tampak bekerja sama untuk menghadapi Yoohyeon, tampaknya tanpa kesepakatan dan janji terucap, mereka memutuskan saling membantu untuk menghadapi Yoohyeon yang merupakan ancaman bagi keduanya, jelas jika mereka mengakui jika Yoohyeon terlalu kuat bagi mereka.
Karena desakan dari dua lawan, Yoohyeon sampai mundur beberapa langkah, sayangnya hanya itu saja yang berhasil keduanya capai dengan kerja sama. Faktanya, Yoohyeon sama sekali belum terkena pukulan dan serangan dari mereka, apalagi sampai terluka.
“Jika kau punya trik dan kartu andalan, gunakan sekarang atau kita mati! Dia jelas sangat kuat. Jangan main-main.” Dami berteriak pada Handong di sampingnya, jelas dia merasa terancam pada Yoohyeon, ia menyadari seberapa kuat Yoohyeon. Kenyataan serangan mereka tak sampai melukai Yoohyeon jelas menandakan jika level mereka terpaut jauh.
“Siapa kau? Sampah jalanan, jangan seenaknya memerintahku. Aku juga tahu jika wanita sialan itu sangat kuat, kau pikir aku akan membuang nyawaku di sini?” Handong melontarkan umpatan yang kasar.
“Singkirkan bahasa kotormu dan keluarkan saja semua kemampuan terbaikmu!” Dami membentaknya dengan sebal, ia memegang tombaknya sangat kuat. Gadis itu agak kesal pada Handong yang memiliki bahasa kasar dan tak bisa diajak kerja sama, niatnya untuk membunuh Handong sudah tepat, sayang sekali ia tak dapat melakukan eksekusi tersebut. Apalagi jika ia tahu bahwa ada manusia lain yang jauh lebih kuat darinya.
Handong dan Dami memfokuskan tenaga pada masing-masing senjata, aura biru mengalir ke dalam tongkat tombak Dami, begitu juga pada sarung tangan dan sepatu Handong.
“Kakak, berhati-hatilah! Tingkat energi mereka berlipat ganda!” Gahyeon berseru dari kejauhan.
“Tampaknya mereka mulai serius. Bagus, aku tak akan bosan dengan perkelahian anak-anak seperti sebelumnya.” Yoohyeon bukannya takut atau waspada, ia tampak semakin bersemangat untuk bertarung.
“Aku akan menyingkirkan bocah itu, dia bisa membaca situasi dan menggagalkan semuanya.” Dami melirik pada Gahyeon. Meski gadis itu tampak sangat lemah secara fisik dan tak dapat melakukan apa-apa, tapi Dami tahu jika Gahyeon memiliki potensi tersendiri yang bisa saja menyulitkannya beberapa waktu mendatang, sebelum itu terjadi, ia akan membunuh Gahyeon terlebih dulu.
Dengan gerakan cepat, Dami melemparkan tombaknya ke arah Gahyeon, Yoohyeon yang sadar akan itu, ia segera melemparkan katanya juga ke arah Gahyeon. Dua senjata itu berbenturan sangat keras saat jaraknya hanya beberapa meter dari hadapan Gahyeon, suara dentingannya sangat keras, kedua senjata segera terlempar cukup jauh. Bersamaan dengan itu, Handong melesat ke arah Yoohyeon dan melepaskan pukulan yang sangat kuat, Yoohyeon tak memiliki benda untuk pertahanan hanya mampu menangkis dengan dua tangannya.
Ia segera saja diterbangkan ke arah reruntuhan.
Gahyeon menutupi kepala dengan dua tangan, bentuk refleks pertahanan yang sama sekali tak berguna.
“Sepertinya bocah pendek itu berharga bagimu, kau sampai membuang senjatamu untuk melindunginya.” Handong melangkah dengan angkuh saat maju mendekati Yoohyeon yang menancap kuat pada sebuah dinding yang kukuh berdiri. Jelas tanpa senjatanya, Yoohyeon melemah dan tak akan terlalu agresif, menghadang serangan Dami untuk Gahyeon sudah berupa pengorbanan baginya karena itu membahayakan diri Yoohyeon sendiri.
“Jangan salah paham, aku sama sekali tak peduli pada bocah payah dan pengganggu itu, aku membuang senjatamu karena untuk menghadapimu, aku hanya perlu menggunakan telunjukku saja.” Yoohyeon melepaskan diri dari dinding saat melontarkan kalimat dinginnya.
“Kakak, aku mendengar itu! Kau sangat jahat, aku bahkan baru saja tersentuh dengan pengorbananmu, tapi kenapa kau mengatakan itu?” Gahyeon berteriak memprotes. Ia padahal sudah senang dengan apa yang Yoohyeon lakukan untuknya.
“Sepertinya kau tak disukai olehnya. Bagus, ini akan muda untuk menghabisimu.” Dami tahu-tahu sudah berada di samping Gahyeon.
“Ka ... kamu kenapa sudah ada di sini?” tanya Gahyeon dengan terbelalak saat melihat Dami ada di dekatnya.
“Aku akan membunuhmu, tentu saja. Maka dari itu aku berbaik hati datang padamu.”
“Jangan terlalu baik padaku, aku benci semua orang, kecuali kakakku tentunya. Meski bahasanya jahat.” Gahyeon membalas dengan polos.
“Kalian bersaudara? Pantas saja.” Dami segera meraih Gahyeon, tapi segera saja Gahyeon berlari menjauh, melarikan diri dari Dami. Sayangnya ia memang payah dalam hal fisik, larinya juga benar-benar lambat.
“Serius, apa itu usaha terbaikmu untuk menyelamatkan nyawa?” Dami mengerutkan kening dengan apa yang dilakukan oleh Gahyeon. Ia sudah melihat jika Handong, Yoohyeon bahkan dirinya memiliki fisik yang kuat dan mampu melakukan hal yang jauh lebih baik dari para monster yang menghadang, tapi Gahyeon? Dia benar-benar bisa dan tak memiliki kekuatan fisik apa-apa, benar-benar sangat lemah. Bahkan ia mengira jika Gahyeon akan berlari kencang saat melarikan diri, tapi kecepatannya seperti balita yang berlari-lari.
Handong yang mendengar ejekan Yoohyeon sangat murka dan memelototi Yoohyeon yang sedang menepuk-nepuk bajunya yang bahkan tampak bersih, apakah ia benar-benar peduli pada penampilan? Bahkan saat ini bukan waktunya memedulikan bajunya yang mungkin terkena debu, meski dilihat dari sisi mana pun, baju putihnya masih benar-benar bersih. Tak ada kotoran apa pun yang menyentuhnya.
“Aku akan membuatmu menjadi potongan daging yang tak terhitung jumlahnya.” Handong kembali melekat sangat cepat bagaikan sebutir peluru yang ditembakkan. Ia melepaskan pukulan super kuat yang membuat bangunan kukuh di belakang Yoohyeon hancur seketika. Ledakan dahsyat tersebut sangat memerlukan telinga, bangunan mulai hancur menjadi puing dan bebatuan sangat kecil berjatuhan seperti hujan. Di tengah kehancuran itu, Yoohyeon tampak baik-baik saja, dua gadis cantik itu saling adu pukulan dan tendangan.
Kekuatan Destruktif Handong memang puluhan kali lebih kuat dari pukulan Yoohyeon, tapi ia jauh lebih banyak memukul dan menghancurkan segala yang ada di sekitar ketimbang mengenai tubuh Yoohyeon. Sementara Yoohyeon yang memiliki kekuatan serangan yang jauh lebih lemah dari Handong malah beberapa kali berhasil memukul perut, dada dan wajah Handong.
Sayangnya karena kemampuan Yoohyeon berpusat pada keahlian menggunakan katana, setiap serangan Yoohyeon tak mengancam nyawa Handong. Meski begitu, Handong segera saja memuntahkan darah, sudut bibir kirinya mendapat lebam akibat apa yang Yoohyeon lakukan.
“Sial, bagaimana kau masih tetap mampu mengimbangiku? Aku sudah meningkatkan senjataku, kau bahkan tak memiliki senjata.” Handong akhirnya terengah-engah, meski ia sudah menghancurkan tempat itu, tak ada kepuasan dan kesenangan dengan melakukan itu. Target utama yang ingin ia hancurkan malah tampak baik-baik saja, tak ada lecet sama sekali pada tubuhnya.
“Kau kuat, sayangnya tak punya otak dan keahlian. Hanya menyerang dengan membabi buta saja. Setiap seranganmu mampu kubaca dengan mudah. Kau benar-benar kaku dan terlalu dungu.” Yoohyeon memberi penjelasan dengan sedikit ejekan.
Handong akhirnya tahu apa yang terjadi, itulah kelemahannya, ia memang hanya membabi-buta dan menyerang dengan kebuasan saja. Sementara Yoohyeon bertarung dengan strategi, ia mengatasi kelemahannya yang tak bersenjata dengan cara mencari celah musuh dan meminimalisir pergerakan agar ia tak terbaca musuh, dia juga mampu menghindar dan menyerang dengan tempo yang baik seolah dia memang seorang ahli dari pejuang khusus yang telah diasah oleh badai dan bencana.
Gahyeon terlempar keras ke tanah berlapis beton, ia memegangi perutnya setelah mendapat tendangan keras dari Dami. Satu tendangan membuat Gahyeon runtuh begitu saja.
“Ahhh, sakit.” Ia meringis dan mengerang, apa yang Dami tak sangka dari Gahyeon adalah dia benar-benar menangis karena rasa sakit.
“Huwaaa, kau sangat jahat. Kenapa menendangku sangat keras, ini sakit tahu!” Dia berteriak dan tampak benar-benar seperti anak kecil yang diusulkan oleh sesama anak sebayanya.
“Bagaimana bisa kau menangis? Kau bahkan bukan bocah balita lagi. Sungguh mengecewakan, kukira kau adalah ancaman berbahaya.” Dami menggeleng dengan kecewa. Ia mengira jika Gahyeon adalah pengamat yang memiliki otak dan strategi bagus. Ternyata hanya bocah tukang nangis.
“Memangnya kenapa? Ini sakit, tentu saja aku akan menangis!” Gahyeon berteriak keras sambil meneruskan tangisnya.
“Aku sudah bosan dengan tingkahmu, lebih baik kau mati saja.” Dami mengarahkan tangan ke arah tombak yang tertancap di atas beton dan mengangkatnya ke atas, benda itu melayang dan melesat ke arah Gahyeon saat Dami mengarahkan tangannya ke depan.
Gahyeon yang sama sekali tak memiliki alat pertahanan apa-apa hanya mampu memejamkan mata dan berusaha membayangkan agar kematiannya tak terasa terlalu menyakitkan. Beberapa detik lamanya dia menunggu, benda yang harusnya mengakhiri nyawa itu tak kunjung sampai, saat dia membuka mata, ujung tombak tepat berada di depan dadanya.
“Aaaahhh ....” Ia mundur karena terkejut, saat sadar kenapa benda itu berhenti tepat di depan dadanya, ia memandang ke depan dan melihat jika Yoohyeon menangkap benda itu dengan tangan kirinya.
“Sudah cukup bersenang-senang? Kenapa kau tak bermain dengan orang yang seumuran denganmu?” Yoohyeon menarik tombak itu dan menjatuhkannya ke lantai.
Masalahnya, tak ada gunanya dia menggunakan benda itu, senjata milik orang lain jelas tak akan mampu digunakan oleh orang yang bukan pemiliknya, ini sama seperti saat dia tak mampu menggunakan laptop milik Gahyeon.
Dami agak terkejut, tapi ekspresinya hanya sesaat saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)
Science FictionIni cerita fanfiction ya, buat yang gak suka, mungkin boleh lihat-lihat dulu, siapa tahu jadi penasaran lalu bisa tertarik dan berakhir suka. Cerita mengandung humor, mohon maklumi kalau ada hal-hal yang konyol dan candaan tak sesuai kondisi, sengaj...