155 - Ledakan Suara

85 23 13
                                    

155 – Ledakan Suara

Siyeon dan SuA masih berlari menyusuri gedung runtuh, keduanya sudah mendekati ujung gedung itu. Kecepatan lari mereka membuat keduanya tidak menghabiskan banyak waktu untuk melewati gedung puluhan lantai yang runtuh.

“Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanya Siyeon lagi, kecepatan larinya yang setara dengan SuA membuatnya masih berada satu langkah di belakang SuA saat ini.

“Apa lagi memangnya? Tentu saja kita akan melawan mereka.”

Mendengar pernyataan itu, Siyeon tampak tidak percaya dikarenakan jelas mereka tidak akan mungkin mampu menghabisi semua pesawat beserta seluruh penumpangnya. Mereka mungkin kuat dan memiliki senjata masing-masing, tapi keduanya jelas memiliki batasan.

“Apa? Mereka banyak. Memangnya apa yang bisa kita lakukan?” tanya Siyeon sambil menoleh sesaat pada pesawat-pesawat yang sebentar lagi akan segera tiba di sini.

“Berjuang sampai akhir. Tentu saja.”

“Astaga, bukan itu yang aku maksud.” Siyeon menggeleng pelan karena SuA terdengar sangat santai membahas mengenai situasi ini. Siyeon kemudian memandang SuA. “Aku berpikir, bagaimana jika kita bersembunyi saja di dalam bangunan?” usulnya. SuA langsung menggeleng tak setuju.

“Itu bukan ide bagus, jika mereka mendeteksi suhu panas, kita akan mudah ditemukan.” Ia membalas menolak usulan Siyeon.

“Kamu pikir mereka memilikinya?”

“Tentu, kemarin hujan yang menyelamatkan kita. Sekarang suhu dingin membantu mereka memperjelas keberadaan kita.”

“Tapi kupikir melawan mereka bukan ide bagus.” Jelas jika Siyeon sangat tidak setuju dengan apa yang diusulkan oleh SuA, melakukan perlawanan dengan keadaan mereka yang seperti ini jelas hanya akan mengirim mereka pada kematian.

“Kamu punya usul?” SuA yang tahu jika mereka akan kembali berdebat segera saja melontarkan kalimat itu. Ia ingin tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Siyeon sehingga mereka berbeda pendapat. Ia tahu jika menghadapi mereka bukanlah sesuatu yang tepat untuk dilakukan, tapi saat ini mereka jelas-jelas sudah menghadapi jalan buntu, melarikan diri dan bersembunyi bukan sesuatu yang bisa dilakukan, kecuali mereka memiliki kemampuan untuk melompati ruang.

“Sebenarnya aku hanya melarikan diri saja sebagai usul.” Siyeon membalas dengan nada yang tak yakin. SuA hanya berdecak.

“Kamu sendiri tahu itu mustahil. Kita terlalu lambat bagi mereka!” SuA agak meninggikan suaranya, setelah kalimat itu selesai, pesawat-pesawat sudah tiba di atas kota.

“Mereka datang.” Keduanya segera menghentikan langkah ketika satu unit pesawat berhenti sementara sisanya terbang melewati mereka.

“Besar sekali. Ini sangat berbahaya.” Siyeon bergumam sambil mendongak memandang pesawat yang berhenti beberapa ratus kaki di atas kepala mereka.

“Ya, memang.” SuA membalas, ia menarik senjatanya dari gendongan lalu membuat senjata itu berubah bentuk, Siyeon sontak menoleh ke arahnya tepat saat SuA sudah mengarahkan senjatanya ke atas, ia sudah siap kapan saja untuk melepaskan tembakan.

“Tunggu, kamu mau menembak pesawat itu?” tanya Siyeon.

“Ya, aku akan meledakkan pesawatnya.” SuA membalas tanpa menoleh pada Siyeon. Tentu saja Siyeon tidak akan membiarkan SuA melepaskan tembakan dalam keadaan tubuhnya saat ini.

“Kamu lupa jika senjata kamu sangat kuat? Itu akan menyerap kehidupan kamu jika sekarang digunakan lagi.” Siyeon berbicara dengan sengit, ia mengingatkan SuA jika tubuhnya tidak memiliki energi yang cukup untuk melepaskan ledakan yang besar. Kali ini SuA menoleh ke arah Siyeon.

Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang