145 - Berusaha Menyelamatkan Nyawa

93 22 11
                                    

145 – Berusaha Menyelamatkan Nyawa

Baru saja Gahyeon bangun dari tidur, masalah sudah menghampirinya. Entah bagaimana caranya para robot itu bisa menemukan keberadaannya lalu melangsungkan penyerangan. Entah karena kebetulan saja atau drone yang dirinya sebarkan malah terlalu mencolok, intinya, ini adalah permulaan hari yang teramat sial bagi Gahyeon.

Saat ini ia berlari di sekitar lantai paling tinggi itu untuk menghindari kejaran keempat robot tersebut. Ada baiknya keempat mesin itu terus menargetkannya karena JiU yang tidak sadarkan diri aman dari bahaya, sayang sekali dengan mengumpankan diri ia malah mengambil alih bahaya untuk dirinya sendiri.

Satu tembakan besar membuat sebuah dinding meledak membuat pecahan dan tubuh Gahyeon yang ada di dekat sana terlempar seketika.

“Aww, mereka terlalu kasar. Aduh, ini sakit.” Gahyeon meringis memegangi kepalanya yang langsung berdarah setelah membentur lantai cukup keras. Gahyeon memandang ke arah datangnya para robot, ia menggulingkan badan tepat waktu ketika beberapa peluru langsung memberondong ke arahnya. Ia lanjut berlari di sekitar sana.

“Aku tidak punya cara lain, sepertinya satu-satunya cara adalah melakukan itu lagi.” Ia bergumam pelan. Karena terlalu larut dalam pikirannya, Gahyeon tak melihat apa yang ada di depannya, hal itu sontak saja membuatnya langsung menabrak sosok yang ternyata robot.

Gahyeon langsung jatuh terlentang saat itu juga.

“Kamu kenapa menghalangi jalan! Aduh, lukaku jadi bertambah ba ....” Gahyeon tidak melanjutkan ucapannya tatkala robot itu hendak menginjaknya, refleks Gahyeon mengangkat kaki lalu memutar tubuh ke arah belakang, ia melakukan jungkir balik ke belakang sebelum kemudian beranjak berdiri.

“Dasar robot tidak punya sopan santun! Aku belum selesai bicara!” Gahyeon membentak dengan kesal, ia kemudian sadar mengenai apa yang baru saja dirinya lakukan. “Tunggu, kenapa aku bisa melakukan hal seperti barusan ya?” Baru saja selesai ia berbicara, robot itu mengayunkan tangan kanan yang dilengkapi senapan mesin, Gahyeon sontak merunduk lalu jungkir balik ke depan tepat di antara kaki si robot.

Gahyeon sudah berdiri saat si robot berbalik ke arahnya, ia melompat naik ke atas tubuh si robot menggunakan paha mesin itu sebagai batu loncatan. Secara refleks ia meraih kepala mesin itu lalu memelintirnya, tak cukup sampai di situ, ia juga melepaskan pukulan terkuaknya pada mesin itu.

Sayangnya gerakan dan kekuatannya tidak seimbang, bukannya robot itu rusak, malah tangan Gahyeon yang cedera, tinjunya mengeluarkan darah dan pergelangan tangannya terkilir.

“Ahhhh!” Gahyeon berteriak di atas sana. “Keras sekali kepalamu, tangan  aku!” Gahyeon berteriak kesal, saat si robot berusaha menangkapnya mencoba menjatuhkan Gahyeon, ia bergerak lincah tetap mempertahankan posisinya di atas tubuh robot itu, punggung tangan yang mengeluarkan darah terabaikan seketika.

Dalam keadaan itu, suasana bertambah meriah ketika tiga unit robot lain datang lalu menembaki Gahyeon. Karena ia tahu akan kedatangan tiga robot itu, Gahyeon sudah melompat menjauh dari tubuh robot itu sehingga dirinya terselamatkan dari rentetan peluru. Sementara robot yang coba dirinya pukul sebelumnya malah terkena tembakan beruntun sehingga benda itu rusak seketika.

“Uh, sial! Tanganku sakit.” Gahyeon yang mendarat sempurna di lantai segera berlari sambil memegangi tangannya yang cedera. Faktanya Gahyeon tidak memikirkan apa yang dilakukannya, ia bahkan tidak menyadari telah melakukan hal-hal tersebut seolah ada yang mengendalikan tubuhnya untuk melakukan semua itu. Hasilnya adalah ia mendapatkan cedera karena gerakan dan kekuatan sama sekali tidak seimbang, tubuh Gahyeon terlalu lemah dan benar-benar manusiawi.

Gahyeon tiba di tempat ia menaruh semua barang-barangnya, di sana ia segera meraih drone besar, satu-satunya drone yang masih dirinya miliki setelah semua. Ia buru-buru mengeluarkan benda itu lalu menyalakannya.

“Bayi, maafkan aku. Aku tidak punya pilihan lain.” Gahyeon menangis saat mengatakan itu, ia melemparkan drone besar itu ke arah datangnya para robot lalu menggunakan tas kosong sebagai wadah bagi sepatunya dan sepatu JiU lalu jaketnya. Ia tak lupa membawa laptopnya kemudian berlari menuju ke arah JiU berada.

Napasnya sudah terengah-engah ketika ia tiba di mana JiU terkapar. Gahyeon menoleh ke arah lorong kedatangannya, para robot sepertinya sedang memeriksa drone yang ia umpankan. Gahyeon kemudian menoleh ke arah jendela di dekat sana. Ia menuju ke jendela itu lalu melemparkan semua barang bawaannya ke bawah sana, setelah itu ia berbalik menuju ke arah JiU.

“Kakak, ayo kita pergi.” Gahyeon segera menarik atau lebih tepatnya menyeret JiU. Kedua tangannya berada di bawah ketiak JiU lalu sekuat tenaga ia menyeret JiU menuju ke arah jendela. Tujuannya jelas, ia nekat akan meloncat dari atas gedung itu menuju ke bawah sana, lagi pula di bawah adalah genangan air yang dalam, banjir masih menggenang di kota.

“Astaga, kakak,  bagaimana bisa tubuhmu berat sekali.” Gahyeon mengangkat mendorong setengah tubuh JiU menuju ke luar jendela. Ia tahu jika jaraknya terlalu tinggi dengan daratan. Itu mungkin bagi Yoohyeon, tapi baginya jelas suatu hal yang mustahil, meski begitu ini adalah satu-satunya jalan baginya.

Di bawah sana, dalam kegelapan hanya ada air yang mengalir saja. Gahyeon menoleh ke arah belakang dan pasang matanya mendapati jika beberapa unit robot sudah masuk ke sana.

“Aku tidak punya pilihan, semoga saja airnya cukup dalam.” Gahyeon mengangkat tubuh JiU keluar jendela.

“Kakak maafkan aku.” Gahyeon mendorong JiU lalu ia bersama meloncat ke bawah sana.

“Aaahhhh!” Ia berteriak sekerasnya karena jatuh dari ketinggian rasanya jauh lebih mengerikan dari bayangannya. Ketika mereka dalam keadaan masih terjatuh, ledakan di atas sana segera tercipta. Seluruh lantai paling atas pada bangunan tersebut meledak seketika.

Gahyeon melakukan apa yang dirinya lakukan saat menghadapi Jongho, ia meledakkan dronenya untuk menyelamatkan diri. Tentu saja ini tidak mudah baginya, apalagi ia memperlakukan benda-benda itu layaknya makhluk hidup. Tapi karena keselamatan JiU lebih penting, maka ia mau tak mau dan teramat sangat terpaksa harus mengambil keputusan itu.

JiU sendiri tercebur langsung ke dalam air yang sekarang sudah tidak memiliki arus, hanya berupa genangan saja. Berbeda dengan JiU, Gahyeon mendapati kesialan karena tubuhnya malah membentur mobil yang secara terlalu kebetulan tenggelam tepat di lokasi ia teejatuh. Mobil tersebut tenggelam sedalam setengah meter dari permukaan sehingga tidak terlihat dari atas.

Punggungnya menghantam atap mobil cukup keras, meski begitu Gahyeon tidak berdiam diri untuk merasakan rasa sakit yang diderita tubuhnya. Gahyeon hendak menangis dan merintih, tapi ia ingat jika JiU tercebur dan mungkin saja tenggelam kemudian hanyut. Dengan menahan rasa sakit dan mengendalikan sifat cengengnya, ia langsung berenang mencari JiU.

Gahyeon langsung menyelam ke dalam air kotor itu, perjuangannya dipersulit dengan pecahan reruntuhan dari ledakan di atas yang mulai berjatuhan di sekitar Gahyeon. Beruntung tidak satu pun bagian dinding reruntuhan mengenainya, ia juga berhasil menemukan JiU. Sesegera mungkin Gahyeon berenang ke permukaan menarik JiU bersamanya.

“Puah, airnya sangat menjijikkan, jika bukan demi kakak aku tidak mau melakukan ini.” Gahyeon menggerutu di tengah helaan napasnya. Pasang matanya melihat sesuatu dari pantulan air, ia menoleh ke atas dan mendapati jika dinding satu lantai bersama dengan jendela yang dirinya gunakan sebelumnya tampak melayang jatuh tepat ke arahnya.

“Gawaatt!” Gahyeon yang panik sesegera mungkin berenang menjauh dari sana untuk menghindari potongan puing yang jatuh. Dengan berenang membawa JiU, ia agak kewalahan. Ketika bongkahan dinding itu jatuh ke dalam air, Gahyeon hampir tertimpa, jaraknya sangat dekat dengan tubuhnya.

Kejatuhan bongkahan besar membuat air beriak membuat Gahyeon terdorong agak jauh sampai ia tiba di dekat sebuah bangunan yang runtuh. Karena luasnya bangunan, bagian sisi tampak tenggelam, tapi sisi lain timbul ke atas air, setengah bagiannya tidak sampai tenggelam.

Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang