165 - Berkenalan

115 23 7
                                    

Karena JiU sudah sadarkan diri, Dami merasa jika inilah saatnya ia pergi meninggalkan mereka. Ia tidak memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk mengurus dan melindungi kedua gadis itu, apa yang dilakukannya hanya sekadar membayar utangnya pada Gahyeon saja.

“Karena dia sudah bangun dan keadaannya tampak baik-baik saja, kupikir aku sudah tak memiliki utang apa pun lagi padamu, kita sudah impas.” Dami segera buka suara lagi, sepertinya ia tidak mau basa-basi dan sama sekali tidak penasaran terhadap Gahyeon dan JiU, ia bahkan tidak ingin menanyakan nama mereka.

“Hmmm, terima kasih banyak sudah menyelamatkan nyawa kakakku.” Gahyeon membalas ucapannya dengan rasa terima kasih yang dalam.

“Menyelamatkan nyawa terdengar agak berlebihan, bagaimanapun aku hanya mengeluarkan energi dari batu meteor yang sangat kebetulan memiliki energi panas yang tinggi.” Dami bergumam pelan sambil menggeleng, ia agak menyangkal terhadap perkataan Gahyeon. Dami sama sekali tak merasa pernah menyelamatkan nyawa JiU.

“Tetap saja kamu penyelamat kami.”

“Terserahlah, sebentar lagi hujan, aku akan pergi dari ....” Sebelum Dami selesai bicara hujan langsung turun dengan derasnya, otomatis Dami memasang wajah kesal dan malas untuk lanjut berbicara. Lagi pula sejak tadi cuaca memanglah tidak cerah, gerimis yang jarang masih turun. Sekarang malah hujan deras kembali mengguyur kota.

“Wah hujan!” Keduanya segera berdiri tampak antusias dengan hujan, gelagat dan reaksi mereka malah bertolak belakang dengan apa yang ditampakkan oleh Dami, mereka sangat senang dengan turunnya hujan.

“Hore hujan.”

“Hujan.” Keduanya melompat-lompat sambil memutar membentuk lingkaran.

“Mereka ... kekanakan,” gumam Dami datar ketika melihat keduanya yang asyik berada di bawah guyuran hujan, melupakan keadaan tubuh masing-masing dan melupakan keadaan sekitar. “Aku tidak mengerti, mengapa bisa tingkah mereka seperti itu, ini hanya hujan.”

“Terserahlah aku pergi.” Dami yang tidak peduli lagi dengan mereka memutuskan untuk pergi. Keduanya tampak tidak memedulikan dan tidak mendengar ucapan Dami sebelum sedetik kemudian guntur dan petir menyambar.

“Ahhhhhh!” Secara refleks mereka berteriak lalu berpelukan. Seperti yang sudah diceritakan sebelumnya, mereka takut dengan guntur dan petir yang menyambar. Apa yang terjadi membuat Dami tampak sakit kepala karena melihat tingkah mereka.

“Ada petir. Kita pergi yuk.”

“Setuju.” Mereka berlari bersama menuju tempat teduh, tentu saja Gahyeon membawa Dami turut serta bersamanya.

“Hei! Untuk apa membawaku! Lepas!” Dami menepis tangan Gahyeon, tapi gadis itu segera menangkap tangan Dami lagi dengan kedua tangannya.

“Di sini berbahaya, ayo pergi!”

“Yang benar saja.”

***

Dami, JiU dan Gahyeon berada di dalam sebuah bangunan tinggi yang tidak terendam banjir, pakaian JiU dan Gahyeon sudah bersih, hanya basah kuyup saja. Dami sendiri sudah membuat api sebagai penghangat ruangan, ia tidak membakar apa-apa, hanya membuatnya dari energi panas dari batu meteornya sehingga tidak satu pun dari mereka harus mencari sesuatu untuk dibakar.

“Pada akhirnya aku tetap terkurung bersama mereka.” Dami mengeluh dalam benaknya, ia memandang datar JiU dan Gahyeon yang saling merapatkan bahu satu sama lain, mereka sudah menggigil meski hanya terkena hujan selama beberapa detik saja. Air hujan yang saat ini turun memang memiliki suhu yang sangat rendah seolah itu adalah air es yang diturunkan dari langit.

Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang