Entah mengapa, Handong malah ingin terus menemani SuA, padahal ia bebas pergi karena tidak ada kesepakatan apa-apa di antara mereka, tidak ada perjanjian dan tidak ada ikatan yang mengharuskan mereka selalu bersama.
“Kenapa kita ke sini? Apa yang kita cari?” tanya Handong yang dengan amat bosannya mengikuti langkah kaki SuA. Saat ini mereka sudah berjalan kaki cukup lama, mungkin saja sudah sekitar lima kilometer lebih keduanya sudah berjalan.
“Aku hanya mencari tempat yang bagus selama istirahat. Aku juga ingin mencari tempat yang nyaman untuk menyusun rencana.” SuA menjawab sambil sesekali melihat keadaan sekitar yang mana hanya ada bangunan-bangunan yang runtuh akibat diterjang banjir bandang sebelumnya.
Kota itu tampak dipenuhi warna putih berupa salju, meski begitu, masih banyak bagian bangunan dan reruntuhan yang luput dari timbunan benda putih itu. Sepanjang mata memandang, hanya terdapat bangunan, reruntuhan dan salju yang menutupinya, di kota ini tak tampak akan adanya aktivitas dari makhluk hidup. Tak ada monster, tak ada manusia, tak ada makhluk hidup lain selain kedua gadis cantik di sana.
“Apa kau tolol? Di tempat seperti ini mada ada tempat bagus dan nyaman? Ada bangunan yang bisa digunakan untuk tidur pun sudah bagus.” Handong tak menahan ucapannya, ia langsung melontarkan ejekan pada SuA. Mendengar kalimat itu SuA menggeleng menyangkal maksud perkataanya yang lalu.
“Huh, maksudku aku ingin tempat nyaman tanpa ada monster. Itu saja.” Ia kemudian beralih memandang kota. “Aku juga perlu tempat yang membuatku bisa berpikir jernih untuk menyusun rencana.” Ia menambahkan.
“Untuk apa menyusun rencana?”
“Aku ingin menyelamatkan Siyeon. Sudah kubilang sejak kemarin, bukan?” SuA menoleh sesaat pada Handong setelah mengatakan kalimatnya.
“Dan kau sudah punya petunjuk dia dibawa ke mana?”
“Belum, tapi aku akan berusaha dan terus mencoba.”
“Bodoh.” Handong lagi-lagi meledek SuA.
“Lalu untuk apa kau mengikutiku? Kupikir aku tak pernah mengajakmu pergi bersamaku,” tanya SuA karena merasa heran mengenai Handong yang malah berbalik mengikutinya. Padahal hari sebelumnya gadis berambut pendek itu menghajar dan menyiksanya seperti orang gila saja. SuA belum lupa dengan apa-apa saja yang Handong lakukan pada dirinya.
“Aku masih belum mengalahkanmu, jadi aku akan terus mengikutimu sampai kau kukalahkan.” Handong langsung mengutarakan alasan dirinya mengikuti SuA. Alasan yang tidak terlalu kuat dan bisa dibilang terdengar agak konyol.
“Ya ampun. Aku sudah mengatakannya, aku tak punya waktu berurusan denganmu. Lebih baik kau cari lawan lain saja saja, mungkin di luar sana masih banyak makhluk yang lebih kuat dariku untuk memenuhi obsesimu.”
“Kenapa harus mencari yang belum jelas sementara yang sudah pasti ada tempat di depanku?”
“Terserahlah, bicara denganmu tak akan pernah berakhir dengan satu pemikiran.” SuA berhenti menanggapi Handong karena percakapan dengannya tak akan ada habisnya, apalagi itu hanya akan membuatnya kesal saja karena kalimat Handong pastinya akan selalu menyebalkan dan menusuk hati.
Keduanya kembali melanjutkan langkah kaki mereka, kali ini tak ada yang berbicara lagi di antara mereka, SuA tak akan menanggapi meski Handong berceloteh tak jelas.
Ketika mereka sedang berjalan santai, tanpa sengaja mereka melihat sosok empat orang yang berlari di lantai es, jarak yang jauh membuat pandangan mata mereka tak mampu melihat sosok-sosok itu dengan jelas. Keduanya hanya melihat empat titik yang bergerak di antara reruntuhan bangunan. Meski begitu, mereka sangat meyakini jika keempat titik itu adalah manusia, bukan monster atau semacamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)
Science FictionIni cerita fanfiction ya, buat yang gak suka, mungkin boleh lihat-lihat dulu, siapa tahu jadi penasaran lalu bisa tertarik dan berakhir suka. Cerita mengandung humor, mohon maklumi kalau ada hal-hal yang konyol dan candaan tak sesuai kondisi, sengaj...