175 - Waktunya Tanya Jawab

92 30 5
                                    

175 – Waktunya Tanya Jawab

JiU dan Gahyeon lebih dulu mengenakan sepatu masing-masing, di dalam sepatu mereka ada kaos kaki yang kering. Semua barang yang ada di dalam tas itu kering karena tasnya terbuat dari bahan anti air.

Ketika Dami memejamkan mata, ia teringat kembali dengan tas yang memiliki bobot yang berat itu, ia malah jadi penasaran mengenai apa yang membuatnya sedemikian rupa beratnya.

“Ini kurang penting, tapi, bagaimana bisa tas berisi pakaian itu memiliki bobot sangat berat?” tanya Dami yang kemudian membuka mata, tatapannya tertuju ke arah Gahyeon yang membongkar isi tas tersebut. Di dalamnya hanya berisi sepatu dan jaket mereka saja, tidak berisi apa-apa selain itu. Karena itu, Dami merasa curiga terhadap sesuatu dan ingin dirinya pastikan saat ini juga. Tampak di sana Gahyeon sudah selesai memakai jaket dan sepatunya.

“Soal itu ... emmm ....” Gahyeon tampak sedang berpikir, “Ah, itu adalah rahasia.” Gahyeon tersenyum lalu menaruh dua jari di depan matanya. Dami yang menunda rasa herannya langsung memandang tajam pada Gahyeon.

“Ini bukan aib atau sesuatu yang besar, jangan sok main rahasia.” Dami beranjak berdiri lalu berjalan menuju ke arah Gahyeon yang baru saja menurunkan tangannya, ia langsung memasang tindakan defensif disertai ekspresinya yang ketakutan.

“A ... apa yang mau kamu lakukan? Ja ... jangan memasang wajah seperti itu, itu, itu menakutkan.”

Dami yang bergerak cepat tiba-tiba saja sudah berada di hadapan Gahyeon lalu tanpa peringatan, ia meraih jaket Gahyeon kemudian mengangkatnya ke atas dengan satu tangan sehingga Gahyeon tergantung, kakinya tak menapak ke lantai.

“Ampun, ampun, lepaskan aku! Tolong!” Gahyeon yang memukul tangan Dami dengan kedua tangannya yang sama sekali tak bertenaga berteriak sambil meronta meminta dilepaskan.

“Kamu, apa yang kamu lakukan pada adikku?!” JiU sontak berdiri saat melihat perlakuan Dami pada Gahyeon.

“Ternyata benar dugaanku.” Dami melepaskan Gahyeon begitu saja hingga membuat Gadis itu jatuh dengan pantat mendarat lebih dulu.

“Aduh, sakit. Kamu kasar! Kenapa menjatuhkan aku seenaknya?”

“Adik, kamu baik-baik saja?”

“Ternyata benar, bagaimana bisa pakaianmu seberat itu?” tanya Dami. Ya, yang memiliki bobot berat luar biasa ternyata adalah seluruh atribut yang dikenakan oleh Gahyeon. Entah sepatu, kaos kaki, celana, baju, dalaman, atau jaket, itu menambah berat badan Gahyeon. Dami jelas merasakannya saat barusan ia mengangkatnya.

Dami membandingkan gerakan Gahyeon yang lambat dengan bobot badannya, kini lebih masuk akal kenapa bisa gadis itu berlari lambat, bahkan tidak bisa melompat terlalu jauh, jawabannya adalah itu, segala yang dikenakannya terlalu berat sehingga membuatnya lambat, tak jarang juga ia mudah lelah. Gahyeon bukan semata terlalu normal, tapi beban dari pakaiannya membuat ia tampak sangat lambat dan payah.

Sebelumnya, ketika Dami tertimpa tubuh Gahyeon, ia sedang fokus pada JiU yang dibawa monster, ia juga tidak merasakan dampak apa-apa dan tak merasa sakit, hal itu sudah menjadi alasan yang cukup baginya untuk tak menyadari jika Gahyeon jauh lebih berat dari seharusnya.

“Pakaianku berat? Bukannya pakaian memang seberat ini?” tanya Gahyeon yang tampak bingung akan gumaman Dami. Sepertinya ia merasa jika bobot pakaiannya normal saja, ia tidak menyadari jika pakaiannya jauh lebih berat dari normalnya.

“Mana mungkin! Hanya yang kau kenakan saja yang seberat itu. Tidakkah kau membandingkan bobot yang kau kenakan dengan miliknya?”

“Eh, benar juga. Barusan aku tidak membandingkannya. Kakak sini jaketmu, aku akan membandingkannya.”

“Dia ... apa dia pura-pura bodoh atau memang bodoh sungguhan?” tatapan Dami merasa heran dengan gelagat Gahyeon yang merasa bingung karena pakaiannya dianggap berat.

“Sepertinya tidak ada gunanya jika aku membahas ini lebih jauh lagi, aku tidak akan mendapatkan jawaban yang kumau.” Dami menggeleng pelan kemudian berbalik kembali ke tempat duduknya.

“Lupakan itu. Omong-omong, bagaimana kau bisa mengetahui keberadaan benda itu?” tanya Dami yang memulai interogasi. Ia sudah tidak berminat mengenai alasan pakaian Gahyeon bisa memiliki bobot sedemian beratnya.

“Tolong buatkan api lebih besar lagi, baru aku akan menjawab.” Gahyeon agak merengek meminta dibuatkan api lagi pada Dami, JiU yang ada bersamanya juga mengangguk mengiyakan.

“Iya, tolong buatkan, kami kedinginan sejak tadi.” JiU menimpali.

Dami tidak mau berkata-kata apa-apa karena itu hanya akan membuang waktu dan kalimat untuk hal yang tidak perlu, lebih baik menuruti apa yang mereka mau saja. Ia hanya memusatkan suhu panas energi pada telapak tangan kanannya lalu ketika energi panas semakin bertambah, api segera tercipta. Karena konsentrasi energi yang padat, api yang tercipta tidak membakar apa-apa, itu hanya perwujudan energi panas yang akan bertahan selama beberapa waktu.

Setelah api lebih besar, Gahyeon tersenyum puas lalu memejamkan mata menikmati suhu panas yang menjalar pada sekujur tubuhnya. Ia kemudian membongkar tasnya. Saat itulah Gahyeon agak terkejut karena di sana ada dronenya yang rusak tampak terhubung dengan kabel penyimpanan data.

“Wah, kenapa bisa ada bayiku di sini?”

“Entahlah, tapi aku menemukan barang-barang itu berkat bantuan dari benda itu,” jawab Dami yang kemudian heran terhadap apa yang Gahyeon ucapkan. “Kenapa kau memanggilnya bayi?”

“Ini memang bayiku, makanya aku memanggilnya bayi.” Gahyeon menjawab dengan kalimat yang membingungkan.

“Itu bukan jawaban atas pertanyaanku.”

“Kenapa tidak bertanya lebih spesifik lagi agar aku menjawab dengan baik dan lebih spesifik?”

Mendengar itu, Dami ingin membenturkan kepala Gahyeon pada dinding sekuatnya sebelum ia membenturkan kepalanya sendiri pada dinding juga. Ini adalah perbuatan bodoh karena terus bersama mereka, apalagi melakukan kesepakatan untuk saling tukar bantuan.

“Aku menyesal tidak langsung pergi setelah wanita yang terlalu sering tersenyum itu bangun.” Dami memandang sesaat pada JiU yang saat ini sedang tersenyum.

“Aku akan mengulang pertanyaan sebelumnya saja. Bagaimana bisa kau melacak laptop itu?” tanya Dami yang lebih ingin membahas sesuatu tentang Gahyeon.

“Aku yakin pertanyaan kamu bukan itu, tapi ‘bagaimana kau bisa mengetahui keberadaan benda itu?’ ya kan?” Gahyeon bukannya menjawab pertanyaan Dami, ia malah mengoreksi pertanyaan itu dengan pertanyaan yang terlontar pertama kali. Ini membuktikan sesuatu, Gahyeon bukan orang yang pelupa.

“Itu sama saja. Intinya sama.”

“Beda.” Gahyeon tetap menyangkal.

“Tolong jawab saja, jangan adu mulut denganku karena aku tidak suka banyak bicara.” Dami mulai kesal berbicara dengan Gahyeon, ia bingung harus seperti apa berbicara dengan gadis itu agar tanya jawab bisa berlangsung cepat, mudah dan nyaman.

“Baiklah, aku akan menjawab pertanyaan itu.”

“Aku juga ingin tahu.” JiU membalas, ia memasang ekspresi yang penasaran dan menunggu jawaban.

“Ekhem, jadi seperti ini, Laptop ini memiliki sinyal khusus yang bisa dilacak oleh otakku.” Gahyeon langsung memberitahukan apa yang membuat Dami bertanya-tanya. Tentu saja jawaban itu tidak memuaskan, Dami dan JiU menunggu Gahyeon melanjutkan, tapi gadis itu hanya memandang mereka seolah menunggu tanggapan dan reaksi dari apa yang dikatakannya.

“Hanya itu penjelasannya?” tanya Dami, Gahyeon langsung menjawabnya dengan anggukan.

“Wah keren. Kamu luar biasa.” JiU langsung bertepuk tangan sendirian.

“Aku bisa menjelaskan secara rinci, tapi itu mungkin akan susah dicerna oleh kepalamu, bukan berarti aku meledekmu bodoh ya.” Gahyeon lanjut bicara untuk memperjelas jawabannya.

“Itu sudah meledek,” ketus Dami yang sekali lagi harus berusaha menyabarkan diri untuk menanggapi tingkah Gahyeon.

“Tidak, tunggu dulu, jangan salah paham. Jika aku menerangkan semuanya, kalian tidak akan paham karena banyak hal yang mungkin baru kalian dengar.” Gahyeon berusaha menjelaskan alasan ia hanya mengatakan kalimat sebelumnya. Ia tampak tidak ingin dimarahi Dami.

Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang