137 – Kedinginan
Untuk beberapa lamanya JiU dan Gahyeon mengobrolkan beberapa hal yang ringan dan saling melontarkan candaan. Yoohyeon yang sudah tidak merasa memiliki kepentingan untuk berbicara segera memejamkan mata sambil bersandar pada dinding, tangannya memeluk katana yang tersarung itu.
Ketika suara guntur yang diikuti oleh kilat muncul, kedua gadis itu tidak menjerit seperti sebelumnya. JiU terlalu tak bertenaga untuk melakukannya, sebagai gantinya ia hanya memejamkan mata sambil menutup gendang telinga menggunakan kedua tangannya. Gahyeon otomatis menirunya.
“Setelah ini apa yang akan kita lakukan ya?” tanya JiU, ia tidak memperlihatkan ekspresi dan rasa yang dirinya derita saat ini. Meski mereka berdua sedang berada di hadapan api kecil, keduanya masih tampak menggigil pertanda jika api benar-benar tidak membantu menaikkan suhu tubuh mereka. Api yang ada hanya membantu sebagai pencahayaan saja.
“Entahlah, kupikir kita akan melanjutkan mencari sesuatu untuk energi dulu sebelum lanjut mencari pulau langit.” Gahyeon menggeleng satu kali lalu mengingatkan JiU mengenai pembuatan energi yang pernah mereka bahas sebelumnya.
“Ah, benar juga. Apa harus aku menulis bahan-bahan yang diperlukan?”
“Kupikir selama kakak mengingatnya, tidak perlu ditulis juga.”
“Begitu ya, hanya saja aku agak ragu mengenai bahan-bahan yang mungkin saja tidak ada di sini.” JiU tiba-tiba berbicara dengan nada yang tidak yakin.
“Eh?”
“Apa maksudmu?” tanya Yoohyeon yang langsung membuka mata memandang pada JiU. Mendapat pertanyaan itu, JiU tersenyum bingung padanya.
“Soal itu, sebagian besar bahan yang dibutuhkan berasal dari tanaman di dalam hutan dan kita juga memerlukan binatang dan tumbuhan yang hidup di dalam air.” Ia menjawab pertanyaan Yoohyeon. “Aku baru menyadari itu dari kandungan protein, gizi, zat besi, mineral, lemak, karbohidrat dan vitamin yang dimiliki.” Ia menambahkan.
“Dan kau baru mengatakannya sekarang?” Yoohyeon bergumam lemah.
“Jika dipikir-pikir mengenai itu, akan sangat masuk akal jika kita membuat energi dari saripati atau inti kehidupan manusia yang disatukan dengan inti kehidupan monster.” JiU tampak sedang berspekulasi atau hanya mengemukakan pikiran yang melanturnya.
“Ka ... kakak, apa kakak tidak sadar jika baru saja kakak sedang mengatakan hal yang sangat mengerikan?” Gahyeon tampak ketakutan mendengar kalimat JiU yang diucapkan dengan polos dan bernada biasa itu. JiU segera beralih memandang pada Gahyeon sebelum kemudian melontarkan senyum.
“Itu hanya pikiranku saja, aku menyimpulkan ke sana karena kandungan semua yang dibutuhkan benar-benar lengkap untuk tubuh biasa dan tubuh modifikasi seperti kita. Akan lebih cepat dan mudah rasanya jika kita menyerap kehidupan lain sebagai bahan energi bagi tubuh kita.”
“Ahhh berhenti! Berhenti! Berhenti! Jangan mengatakan itu lagi, semuanya langsung terbayang olehku. Itu sangat mengerikan!” Gahyeon berteriak meminta JiU berhenti untuk berbicara mengenai itu lagi.
“Ehehehe, maaf. Sepertinya kamu mudah memikirkan atau berimanjiasi terhadap sesuatu ya.”
“Sebenarnya imajinasiku hanya bekerja pada hal-hal mengerikan saja.” Gahyeon kemudian menunduk. “Itu alasan aku benci dan takut saat melihat senjata tajam.” Sangat jelas jika kalimatnya adalah pengakuan.
“Tunggu, jadi kau tidak fobia senjata tajam?” tanya Yoohyeon. Selama ini Yoohyeon mengira jika Gahyeon yang tidak suka melihat senjata tajam adalah karena mungkin dia fobia. Gahyeon menggeleng pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)
Fiksi IlmiahIni cerita fanfiction ya, buat yang gak suka, mungkin boleh lihat-lihat dulu, siapa tahu jadi penasaran lalu bisa tertarik dan berakhir suka. Cerita mengandung humor, mohon maklumi kalau ada hal-hal yang konyol dan candaan tak sesuai kondisi, sengaj...