124 - Melawan Setengah Lusin Robot

102 24 3
                                    

Di luar sana hujan turun dengan derasnya, suara rintik hujan yang bagaikan peluru dijatuhkan dari langit membuat kebisingan terdengar dengan jelas. SuA mengamati dalam keadaan tubuh yang terbalik saat dua drone dan satu robot masuk ke dalam ruangan lain, lalu tak lama kemudian ada robot lain yang berjalan memasuki caffe itu.

Jelas jika keadaan mesin bergerak dengan senjata pada tangannya itu berada dalam keadaan basah kuyup, tapi bukan itu yang menjadi perhatian SuA. Ia khawatir jika tasnya ditemukan dan dirinya tak bisa melakukan apa-apa dikarenakan takut apa yang akan dilakukannya malah memancing robot lain masuk ke dalam sana. Secara tak langsung, itu akan menjadi kematian baginya.

“Sialan, kenapa tidak sekalian saja sepuluh atau dua puluh saja yang masuk. Bahkan aku belum membuat rencana, yang lainnya malah sudah datang.” SuA mengumpat dalam benaknya. Ia kesal karena kedatangan satu unit robot lainnya. Sementara robot pertama dan drone sudah masuk menjelajah ke dalam sana, hanya menunggu waktu sebelum tasnya ditemukan.

Dan apa yang dirinya khawatirkan segera saja terjadi, tidak berselang lama beberapa detik berlalu, robot pertama membawa tas yang tadi dirinya simpan di dalam gudang penyimpanan.

“Astaga, mereka benar-benar menemukannya dan ini terlalu cepat, aku bahkan belum menyiapkan rencana untuk menghadapi ini.” SuA menggerutu dalam benaknya. Ketika SuA hendak bermain mati-matian dan berdoa jika keberuntungan akan berpihak padanya, tiba-tiba saja ada suara ledakan yang membuat perhatian dua pasang mesin itu teralihkan.

“Ini dia kesempatanku.” SuA tahu jika ini adalah kesempatannya, ia tak membuang kesempatan itu begitu saja. Kedua tangannya terarah pada dua drone yang melayang hendak pergi. Beberapa tembakan langsung membuat peluru melubangi keduanya secara bersamaan, dua drone rusak dan jatuh ke lantai. Kedua robot itu bergerak memandang ke arahnya, sebelum mereka menembak, SuA sudah lebih dulu menembak beberapa kali pada kepala robot yang membawa tasnya.

Ia menjatuhkan diri ke atas tubuh robot itu lalu robot satunya melepaskan tembakan beruntun dari senapan mesinnya. SuA bersalto ke belakang si robot yang kepalanya sudah ia hancurkan tapi tubuhnya masih berdiri. Tembakan beruntun itu kini segera mengarah pada tubuh robot ini.

“Gila, mesin ini malah membabi buta.” SuA mengambil tas pada tangan robot yang sedang ditembaki lalu berlari masuk ke dalam ruangan lain.

Seperti yang telah dirinya duga, tembakan dan keributan yang terjadi di dalam sini akan mengundang perhatian robot-robot lain. Sekitar lima unit robot memasuki caffe itu. Sementara pasukan robot lain sudah berlari menuju ke arah pusat ledakan.

SuA memikirkan rencana untuknya agar bisa selamat, sangat kebetulan jika di sana adalah jalan buntu sehingga tidak ada jalan baginya untuk melarikan diri. Bisa saja SuA meruntuhkan tembok itu, hanya saja ia tidak tahu seberapa kuat dan tebal dinding, lalu apakah ia sempat melarikan diri sebelum berondongan peluru menghancurkan tubuhnya.

Saat keenam robot itu maju memasuki ruangan, SuA langsung mengeluarkan granat, ia menarik pemicunya lalu melemparkan ke arah kelompok robot itu. Tapi kesialan menimpanya karena ternyata granat itu sama sekali tidak meledak.

“Sial, dasar benda rongsokan.” SuA berlari maju lalu melomati tubuh robot paling depan, ia menembakkan pistolnya pada robot di belakang robot yang menjadi batu loncatan baginya. Dua kepala robot berhasil ia hancurkan dengan menghabiskan semua peluru. Saat pistolnya kehabisan peluru itu juga, tiba-tiba ada benda padat yang memukulnya.

SuA segera saja terlempar lalu punggung yang menggendong tas itu membentur dinding dengan kuat. SuA tidak berhenti dan merasakan kesaktiannya, ia segera bergerak berjungkir balik karena sisa robot menembaknya secara beruntun.

SuA berusaha terus menghidari tembakan demi tembakan, karena itu adalah mesin, gerakan gadis itu lebih cepat dari empat robot tersisa. Kedua tangan SuA yang sudah tak memegang senjata kini mengepal lalu memukul robot paling depan, hal itu membuat robot itu terlempar menabrak tiga robot di belakangnya.

“Isssh, ternyata mereka lebih keras dari yang kukira.” SuA mendesis kesakitan sambil mengibas-ngibaskan tangannya. Sementara empat robot itu terkapar di lantai dikarenakan pukulan yang SuA lepaskan.

Karena ada kesempatan itu, SuA segera mengeluarkan granat satunya lagi, ia berharap jika yang satu ini dapat bekerja dengan baik. Ketika keempat robot itu beranjak berdiri dan bersiap untuk melepaskan tembakan lagi padanya, SuA segera saja melemparkan granat itu.

“Ayolah, kali ini bekerja.” SuA menurunkan tas besar itu, saat ledakan terjadi, SuA menarik keluar sebuah senjata laras panjang lalu berlari maju menuju ke arah ledakan terjadi. Satu robot mengalami kerusakan pada kepalanya yang membuat mesin itu tumbang.

Bukannya melepaskan tembakan, saat SuA berada di hadapan tiga robot lainnya, ia menusukkan senapan itu pada rahang robot yang rusak itu, ia kemudian melompat tinggi ke arah robot lainnya, ia meraih kepala mesin itu lalu memutarnya dengan sekuat tenaga sehingga rangka dan komponen leher rusak membuat kepala itu terlepas putus.

Robot terakhir hendak melepaskan tembakan padanya, tapi SuA segera melemparkan kepala pada tangannya ke arah kepala robot itu. Bersamaan dengan tumbangnya robot tanpa kepala, SuA melompat sambil mengayunkan pukulan pada robot terakhir hingga membuatnya tumbang. Tentu saja kali ini pukulan SuA lebih kuat dari sebelumnya, tangannya menghancurkan kepala robot itu, tapi hal tersebut juga tampaknya memberikan cedera padanya karena saat ia menarik tangannya, kepalan itu berlumuran darah.

“Ah, sialan! Sialan! Kenapa bisa logam robot sekeras ini.” SuA mendesis kesakitan, ia berjalan ke mondar-mandir di sana sambil memegangi tangannya yang berdarah. Ia tampak sedang menahan rasa sakit yang diterimanya.

SuA menoleh ke arah di mana robot yang ia tusuk dengan senapan tampak belum nonaktif sepenuhnya.

“Cih, harusnya kau nonaktif saja.” SuA menginjak pegangan senapan itu membuat moncong senapan melesak menembus kepala robot itu, akhirnya benda bergerak itu nonaktif juga.
Ternyata para robot ini akan langsung berhenti bergerak ketika kepalanya dirusak, sepertinya sumber perintahnya ada pada kepala sehingga saat komponen itu hancur, semua bagian tubuh otomatis akan nonaktif selamanya.

SuA sudah berhenti meringis karena tangannya sudah tidak terasa sakit lagi, ia kemudian berjalan menuju ke arah tas yang dirinya tinggalkan. Setelah itu SuA memeriksa isi nya dan di dalam sana tampak bola biru masih aman.

“Aku harap benda ini tak mengirimkan sinyal apa-apa pada para mesin sialan itu.” SuA menyampirkan tas pada punggung lalu berjalan menuju ke arah robot terakhir yang nonaktif. Gadis cantik itu menarik senapannya, ia hendak berjalan keluar tatkala dari lantai ia melihat ada bayangan yang masuk. Segera saja SuA berjalan maju dengan hati-hati, kemudian ia segera bersembunyi di balik pintu.

SuA mendengar suara langkah yang tenang dan teratur, ia sepertinya mengenali cara berjalan yang seperti ini, meski begitu ia tetap tidak menurunkan penjagaannya, senjata siap digunakan, peluru masih berada dalam keadaan penuh.

Sosok itu berjalan mendekat ke arahnya, tak berselang beberapa detik berlalu, sosok itu berhenti tepat dihadapannya. Ia sepertinya terkejut melihat apa yang terjadi. SuA refleks menodongkan senjatanya pada kepala sosok itu. Ia menekankan ujung senjatanya pada tempurung sosok di depannya.

Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang