132 - Menjauh dari Jangkauan Musuh

97 21 2
                                    

132 – Menjauh dari Jangkauan Musuh


Seperti yang dikatakan sebelumnya, SuA benar-benar bergerak cepat. Ia berlari dengan kecepatan sekitar 60 km/jam menyusuri jalanan yang sudah digenangi oleh air. Seluruh jalananーentah jalan besar atau jalan kecilーsudah digenangi oleh air yang ketinggiannya mencapai mata kaki, pemandangan jalanan kini sudah menyerupai selokan yang banyak dan luas. Air yang terus turun dari langit itu jelas akan menghasilkan banjir mengingat kota ini berada di wilayah dataran rendah.

SuA sendiri tak memiliki pentunjuk dan arah jalan yang jelas, kompas satu-satunya yang menjadi petunjuk arah baginya hanyalah pergerakan matahari, saat ini kompas alam itu tidak tampak. Arah yang dirinya tuju sudah buyar dan hancur sepenuhnya.

Saat ini SuA belum memikirkan arah untuk menuju pulau langit, yang dirinya utamakan adalah keselamatan mereka dari bahaya musuh yang mengejar dan keadaan Siyeon, ia benar-benar tidak ingin terjadi apa-apa pada teman seperjalanannya itu.

“Sepertinya ini sudah sekitar dua kilo, pesawat juga sudah tidak terlihat.” SuA bicara dalam benaknya, karena sudah cukup jauh maka ia hanya tinggal mencari bangunan yang tepat untuk mereka beristirahat.

“Omong-omong, apa kamu yakin ingin menyimpan benda yang kita dapatkan dari para robot itu?! Kupikir itu adalah benda yang berbahaya! Apalagi jika mereka sampai menemukannya, nyawa kita berada dalam bahaya!” SuA mengajak Siyeon untuk berbicara, sengaja membahas mengenai benda yang berhasil mereka dapatkanーsesuatu yang kemungkinan besar dicari oleh para robot itu, terbukti karena saat Siyeon pergi mengambil senjata miliknya dan milik SuA, para robot tampak tak memedulikan setiap robot yang tumbang di sekitar sana.

“Entahlah, kupikir itu terlihat cukup berharga dan mungkin saja kita akan memerlukannya.” Siyeon membalas pelan. Jawaban yang tidak memberikan cukup alasan bagi mereka untuk terlibat dalam situasi ini.

“Memerlukannya? Kita sendiri tidak tahu benda macam apa itu, mana mungkin kita akan memerlukannya!” SuA menyangkal ucapan itu. Ia tidak membutuhkan sesuatu yang tidak jelas itu.

“Aku akan mencari tahunya, sebelum kita mendapat keterangan yang jelas mengenai apa sebenarnya benda itu, aku akan tetap menyimpannya.”

“Huh, jika kamu punya waktu untuk itu, terserahlah!” SuA tidak mau ambil pusing lagi.

“Bagaimana jika itu adalah mata raksasa robot?” Siyeon tiba-tiba melontarkan dugaannya.

“Mana mungkin, hal seperti itu tidak mungkin diperebutkan sangat sengit.” SuA menggeleng karena itu tidak mungkin berupa sebuah bola mata.

“Tapi itu bisa saja masuk akal, bagaimana jika mata ini merekam sesuatu yang luar biasa dan penting?”

“Kamu mungkin saja benar, tapi aku pastikan jika ini bukan mata.”

“Kenapa kamu seyakin itu?”

“Karena kupikir bola ini tidak ada mirip-miripnya dengan bentuk mata.”

“Alasan macam apa itu? Perlu kamu tahu jika robot itu memiliki berbagai jenis bentuk tubuh dan pastinya memiliki berbagai jenis bentuk mata pula.”

“Hah, ya sudahlah. Kita tidak perlu membahas se ....”

“Ssstt, jangan banyak bicara.” Siyeon tiba-tiba menghentikan SuA untuk berbicara, tentu saja mendengar peringatan Siyeon, SuA langsung waspada, tangannya yang berada pada paha Siyeon sudah siap menarik senjata kapan saja.

“Mereka ada di sini,” gumam Siyeon tepat di telinga kiri SuA, gadis itu mengangguk sebagai tanggapan. SuA berjalan dengan langkah yang hati, meski hujan deras, ia tidak mau melakukan gerakan tiba-tiba yang membawa mereka pada masalah.

Tidak jauh dari lokasi mereka berada, ada satu unit robot yang sedang bergerak melakukan pencarian. Daerah itu adalah jalan-jalan sempit yang menjadi jarak antar bangunan-bangunan kecil yang mungkin saja berupa perumahan.

SuA berhenti bergerak saat ia mendengar suara langkah robot itu dari bisingnya suara air hujan. Sudah jelas jika jarak satu unit robot itu hanya satu atau dua bangunan dari lokasi mereka berada. Karena robot itu adalah mesin, Siyeon sama sekali tak merasakan aura apa-apa, hanya saja suara langkah kaki yang berat itu dapat terdengar dengan jelaa olehnya.

“Ini menyebalkan, bagaimana caranya kita keluar dari sini?” tanya Siyeon yang merasa tidak nyaman, ia pikir jika robot di dekat mereka mungkin saja bukan satu-satunya yang ada di sekitar sini. SuA bergumam sambil berjalan menjauh dari suara langkah robot itu.

“Yah, aku bingung harus berbuat apa.” SuA membalas pelan.

“Ya ampun, kamu harus memikirkan suatu rencana.” Siyeon memandang pada SuA.

“Aku lagi?”

“Ya, siapa lagi memangnya?”

“Yang benar saja.” SuA agak jengah karena ia harus memikirkan cara untuk mereka agar bisa pergi dari sana.

“Berpikirlah, SuA. Kita harus meloloskan diri.”

“Oke, kamu jangan bicara lagi dan biarkan aku berpikir. Untuk saat ini ayo masuk dulu.” SuA segera memasuki sebuah bangunan melalui pintu belakang sehingga keduanya terlindung dari air hujan, hanya saja di sana mereka tidak menemukan sesuatu yang bagus dan berguna untuk digunakan. Setelah berada di dalam, Siyeon segera diturunkan lalu SuA berjalan mondar-mandir.

“Kita tidak bisa menggunakan cara tadi, aku bisa menjadi abu jika dijadikan umpan lagi.” Siyeon mengingatkan mengenai rencana pertama yang bisa dibilang cukup berhasil saat Siyeon menjadi umpan pengalihan.

“Aku juga tidak akan menggunakan strategi yang sama.” SuA membalas pelan. Ruangan yang cukup sunyi itu sepertinya agak kedap suara sehingga suara air hujan di luar sana tidak mengganggu percakapan mereka.

“Baguslah, aku sedikit lega.” Siyeon membalas, ia bersandar di dinding sambil mengeluarkan kedua belati besar dan panjang itu. Siyeon seperti sudah siap menggunakan senjata itu kapan saja.

“Bisakah kamu diam dan tutup mulut? Aku sedang memikirkan sesuatu.” SuA agak terganggu karena Siyeon yang terus membalas ucapannya.

“Oke, oke.”

“Sebentar lagi kita ditemukan, aku harus secepat mungkin memikirkan sesuatu.”

“Bukan sebentar lagi, kita memang sudah ditemukan.” Siyeon menunjuk ke arah pintu masuk di mana terdapat satu unit robot yang menodongkan senjata pada mereka, ketika robot itu baru menyadari keberadaan kedua gadis cantik itu, Siyeon refleks melemparkan belati yang ia pegang pada si robot hingga senjata itu sontak saja menghancurkan kepala robot itu.

“Sialan, aku bahkan tidak memegang senjata. Untung saja kamu siap!” SuA memaki kesal karena ia terlambat menyadari, andai saja Siyeon tidak bergerak cepat, maka mereka mungkin sudah ditembak.

“Itu tidak penting, ayo kita pergi. Aku yakin dengan hilangnya sinyal robot ini, yang lain akan datang ke sini.”
SuA segera mengangguk menyetujui ucapan Siyeon.

“Setuju, kita harus mencari tempat lain yang lebih jauh lagi. Sepertinya radius pencarian mereka cukup luas.”

“Ini menyebalkan, tapi aku akan pergi sejauh mungkin.”

SuA kembali menggendong Siyeon lalu berlari sejauh mungkin dari sana, sesaat sebelum meninggalkan tempat itu, SuA mencabut belati lalu memberikannya pada Siyeon.

Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang