105 - Keanehan

109 27 17
                                    

105 – Keanehan

Yah, Dami pisah lagi sama Dongdong, mereka gitu mulu. Wajar sih, hubungan mereka gak seharmonis Suayeon yang selalu mampu bekerja sama dalam menghadapi segala situasi.

***

Part Dami

Setelah menjatuhkan Hongjoong, Dami sesegera mungkin melarikan diri, terlebih saat itu ia melihat di bawah sana Handong sedang teralihkan oleh Hongjoong. Kesempatan yang mungkin tidak akan datang dua kali itu segera dirinya manfaatkan, Dami mendarat di atas bangunan gedung tinggi, kemudian ia berlari menjauh dari sana lalu melompat menuju ke arah gedung lain.

Hal seperti ini sudah dirinya rencanakan, ketika Handong menargetkan Hongjoong, ia merencanakan pelarian ini sehingga dirinya bisa menjauh dari semua orang yang hendak melawannya. Karena daerah ini memiliki bangunan-bangunan tinggi yang tak memiliki perbedaan ketinggian yang terlalu jauh. Selama beberapa menit lamanya ia berlari di atas bangunan atau melompat memasuki gedung itu sendiri ketika ada bangunan yang tinggi. Karena jarak gedung satu dengan yang lain tak terlalu jauh, Dami mampu melompati dari satu gedung ke gedung lain.

Sekitar lima kilometer jaraknya dari lokasi Handong berada, Dami yang merasa sudah cukup jauh dan tak akan ada yang mengejar segera berhenti berlari, ia berjalan di atas atap bangunan gedung sambil menyeret tombaknya, tangan kirinya masih memegangi batu meteor es yang didapatnya dari Handong.

“Sepertinya ini sudah cukup jauh, kuharap dia tak terlalu gila sampai berteriak-teriak mencari keberadaanku.” Dami mengambil napas lalu berjalan secara perlahan di atas atap gedung itu. “Tapi dia mungkin akan jauh lebih marah lagi padaku karena benda ini.”

Jujur saja suhu benda itu sama sekali tak terasa oleh syarafnya, suhu es sudah menyatu dengan suhu tubuhnya. Dikarenakan Dami memiliki kemampuan tubuh yang mampu menyerap energi beserta sifatnya, ia tak mengalami masalah apa pun terhadap suhu dingin yang menjalari seluruh tubuhnya.

“Dengan ini, untuk sementara waktu aku tidak memerlukan energi cadangan lain.” Dami memasukkan benda itu ke dalam jaketnya. Merasa jika ia tak memiliki benda lain selain batu itu dan kalung yang dikenakannya, Dami  kesal, teramat kesal, terutama ia kesal pada siapa pun yang mencuri semua barang miliknya, terlebih sosok itu memberi dan mengganti pakaiannya. Mengingat akan hal tersebut, Dami kembali teringat saat dirinya pertama kali memiliki api pada sekujur tubuhnya.

Ia berhenti berjalan tatkala ujung dari atap itu sudah berada di depan mata, di depan sana tampak terdapat gedung yang jaraknya terlalu jauh untuk dilompati.

“Tubuhku aneh dan tidak ada bedanya dengan monster, mana mungkin aku bisa menyerap energi jika aku masih manusia.” Dami mengepalkan tangannya, ia kemudian duduk di atas pembatas, tombaknya ia letakan begitu saja di samping pahanya. Tatapannya tertuju ke arah atas sana, awan semakin menebal saja, bahkan warnanya semakin gelap dari terakhir kali ia melihatnya.

“Cuacanya berubah lagi, apa mungkin akan turun hujan?” tanyanya pelan.

Dami segera merebahkan badannya di sana sambil memandang langit, setelah dikejar oleh pria terbang itu untuk beberapa lama, rasanya sangat lelah. Ini mungkin waktu yang paling cocok baginya untuk beristirahat, meski sebenarnya beristirahat di tempat terbuka bukan sesuatu yang tepat untuk dilakukan, karena musuh atau makhluk macam apa pun yang hendak melukainya akan sangat mudah menemukan keberadaannya.

Sisi pembatas itu cukup luas baginya. Bahkan setelah ia merebahkan badan, masih ada sisa jarak beberapa meter sebelum mencapai tepi. Dami perlahan memejamkan matanya, untuk beberapa saat ia merasa santai dan tenang.

Selama ini ia melalui keadaan hari dengan perasaan yang campur aduk dan banyak yang dipikirkan, tapi saat ini gadis itu tidak terlalu mengambil pusing dan memikirkan segala pertanyaan yang terbesit dalam benaknya. Selama dua sampai tiga menit lamanya Dami terlarur dalam keadaan itu. Sayangnya ia tak bisa menikmati hal tersebut terlalu lama karena tiba-tiba saja ia merasakan jika di dekatnya ada seseorang.

Refleks saja tangan Dami meraih tombaknya, tanpa menunggu apa-apa, ia langsung beranjak duduk lalu melemparkan tombaknya ke arah keberadaan yang dirinya rasakan. Tombak melesat begitu saja menembus udara lalu hilang.

Dami memfokuskan pandangannya ke sekitar, ia tak mendapati keberadaan siapa pun di sama, hanya ada dirinya sendiri makhluk hidup yang ada dk sekitar atap bangunan itu. Kepalanya bergerak menoleh ke sekitar, ia masih tidak yakin jika dirinya sendirian di tempat itu, tapi nyatanya di sana memang tak ada siapa pun.

“Aneh, kupikir ada seseorang di sini.” Dami kemudian berdiri lalu berjalan ke arah di mana ia melemparkan tombaknya. Ia menggerakkan tangan kanannya untuk memanggil tombak itu. Sayangnya usaha itu tak membuahkan hasil yang menandakan jika senjatanya terlalu jauh, tombak itu berada di luar jangkauan daya magnet dari tangannya.

“Sepertinya aku terlalu kuat melempar, tombakku berada di luar jangkauan.” Ia menghela napas pelan lalu memutuskan untuk mencari senjata istimewanya tersebut. Ketika dirinya tiba di ujung sisi lain atap gedung tersebut, ia melanjutkan memanggil tombaknya, kali ini ia merasakan keberadaan benda itu. Dami memperkuat tarikannya lalu dari arah bawah sana tampak tombak melesat ke arahnya.

“Itu dia.” Dami langsung menangkap benda itu. Ketika tangannya memegang tombak, ia melihat jika mata tombak memiliki darah.

“Darah? Apa mungkin di bawah sana ada monster yang tak sengaja terkena tusukan tombakku? Atau jangan-jangan, seseorang benar-benar sedang mengikutiku?”

“Ini tidak bagus.” Karena merasa tak nyaman dengan keadaan dirinya yang merasa dipantau, Dami memutuskan untuk beranjak dari sana lalu pergi melanjutkan perjalanan yang tanpa tujuan khusus. Ia melompat turun dari sana lalu melanjutkan berlari di jalanan. Berbeda dengan SuA, Siyeon, JiU, Gahyeon dan Yoohyeon, Dami dan Handong sama sekali tak memiliki tujuan khusus yang ingin mereka tuju.

Dami berlari di jalanan dengan kecepatan yang sama seperti ketika dirinya berlari menghidari Hongjoong, ini adalah daerah yang dipenuhi fasilitas umum, jalan dan semacamnya, hampir tak ada gedung di daerah luas ini sehingga ia tak bisa meloncat-loncat lagi.

Yang aneh di sini adalah banyaknya api yang membakar daerah sekitar, kendaraan-kendaraan tampak terbakar habis, banyak juga bangkai binatang yang terbakar sehingga Dami harus menutup lubang hidungnya karena bau gosong tersebar di sekitar sana. Dami menurunkan kecepatan saat ia bergerak melewati daerah itu.

“Apa yang terjadi di sini, apa mungkin ada binatang besar yang bisa menyemburkan api dan melakukan semua ini?” tanyanya dalam benak. Ia merasa jika ada yang tidak beres di sekitarnya, sayang sekali dirinya sama sekali tak mengetahui apa itu. Pasang matanya memandang keadaaan sekitar, yang didapatnya hanya daerah luas tanpa bangunan, hanya ada jalanan dengan kendaraan yang berserakan, monster yang terbakar dan api menyala di sekitar sana.

Karena tak ingin menjadi sasaran atau korban dari sosok apa pun yang menjadi pelaku atas semua kejadian ini, maka Dami segera berlari menjauh dari sana. Ia menyusuri jalanan yang dipenuhi dengan kendaraan yang berada dalam posisi tak beraturan. Dari keadaan pintu yang terbuka dan banyak kendaraan yang bertabrakan, pastilah para pemilik kendaraan ini meninggalkan semuanya dalam keadaan tergesa.

Ketika sudah berlari cukup jauh, tiba-tiba saja ada bola api yang jatuh dan meledak tepat di hadapannya, jaraknya sekitar sepuluh meter dari posisinya berada. Sontak saja hal tersebut membuat Dami langsung menghentikan langkahnya.

“Apa-apaan ini?” Dami langsung memasang penjagaan, bersiap untuk bertarung dan menerima serangan kapan saja. Sayangnya tidak ada serangan susulan seolah itu adalah serangan tunggal yang bertujuan menggertak.

Ia mengamati keadaan sekitar, tapi yang menjadi pelaku tak dirinya temukan. Di sekitar sana hanya ada dirinya saja. Tak jelas dari mana sumber bola api itu berasal. Intinya, saat ini ledakan itu berhasil membuat jalan rusak dan tercipta kobaran api yang cukup luas beberapa meter di depannya.

“Siapa yang melakukan ini? Apa dia mencegahku pergi ke arah sini?” tanyanya. Karena serangan itu bisa dibilang terlalu jauh darinya, ia bisa menyimpulkan jika itu bukan ditujukan untuk menyerangnya. Jika memang akan adanya serangan, maka harusnya serangan kedua dan seterusnya muncul menyusul.

“Lagi-lagi keanehan kudapatkan.” Dami menggeleng, ia malah mengabadikan sesuatu yang lebih mirip peringatan itu.

Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang