189 - Penuh Salju

90 25 17
                                    

Nah, yang ngedit gambar, kalian pake apk apa bisa serapi itu? Ya ampun. Demi apa, member DC jadi ganteng semua😭😭😭. Banyak yang ngeshare di grup WA. Pengen nyoba ngedit juga, kasih tau dong apknya. 🤧

189 – Penuh Salju

Gahyeon mengatakan apa-apa saja yang JiU lewatkan, ia membahas percakapan antar dirinya dan Dami selama JiU belum muncul. Gahyeon benar-benar menyampaikan semua yang mereka katakan, tidak ada kalimat yang kurang dan tidak ada yang lebih. Ini jelas jika Gahyeon bukan seseorang yang mudah lupa terhadap sesuatu.

“Oh, seperti itu ceritanya.” JiU langsung memberi tanggapan setelah Gahyeon menyelesaikan ceritanya. Gahyeon mengangguk sebagai tanggapan dari perkataan JiU.

“Hum.”

“Kalau begitu, ayo kita per ... gi, uwaa salju!” Perkataan JiU terhenti saat ia melihat banyak salju di luar sana, maka JiU langsung berlari keluar. Gahyeon tiba-tiba ingat dengan percakapan mereka kemarin.

“Kakak! Berhenti! Jangan makan salju!” Gahyeon langsung berlari mengejarnya. Dami hanya memandang kepergian mereka lalu ia bersandar pada dinding sambil memeluk tombaknya, mata tombak yang tajam sengaja ia taruh pada bagian bawah, tertancap pada es. Setelah itu, Ia menghitung dengan melipat satu-persatu jari tangan kanannya.

“Lima, empat, tiga ....” Hitungan Dami terhenti ketika ia mendengar teriakan kedua gadis itu.

“Ahhhhh!” JiU dan Gahyeon berteriak berlari kembali ke dalam, mereka berhenti agak jauh dari lubang yang Dami buat sebagai jalan keluar.

“Oh, lebih cepat dua detik dari yang kukira.” Dami menggumam tanpa peduli memandang mereka yang sedang menggigil.

“Di luar ... di luar hujan salju.” Gahyeon berbicara dengan bibir yang bergetar.

“Astaga, aku benci salju, dingin sekali.” JiU membalas dengan menggigil pula. “Aku tidak jadi makan salju.” Ia menambahkan, ternyata ia tidak bercanda ketika kemarin memiliki niat akan memakan salju, JiU benar-benar pergi untuk memakan salju sungguhan, hanya saja ia mengurungkan niatnya saat merasakan suhu udara yang sangat dingin.

“Huh, mereka bodoh. Dilihat dari jauh pun, di luar sedang hujan salju.” Dami mengeluh dalam benaknya.

“Ya ampun, aku bisa membeku jika terus seperti ini.” Gahyeon memeluk dirinya sendiri dengan tubuh yang gemetaran.

“Kita kembali saja ke dalam yuk.” JiU langsung mengusulkan untuk pergi ke tempat mereka tidur sebelumnya.

“Setuju.” Gahyeon mengangguk lalu mendahului berjalan pergi.

“Tidak jadi mencari kakak perempuanmu?” tanya Dami dengan mengejek. Pertanyaan Dami segera saja membuat JiU dan Gahyeon mengurungkan langkah mereka, keduanya langsung menoleh ke arahnya.

“Ehehehe, setelah kupikir, nanti saja kita pergi.” Gahyeon tersenyum saat membalas perkataan Dami.

“Kau yakin? Mungkin saja saat ini dia sedang membeku di luar sana. Setiap detik bisa jadi menentukan hidupnya.” Dami membalas, sebenarnya ia hanya menakut-nakuti Gahyeon saja dengan kalimatnya.

“Gawat, kalau begitu ayo pergi.”

“Dasar tak punya pendirian.” Dami langsung meledek dengan gumaman pelan.

Gahyeon yang hendak keluar lagi, ia menahan langkahnya tatkala ia mengingat kembali jika keadaan di luar sama sekali tidak cocok dengannya.

“Bagaimana jika kau memanaskan suhu di sekitar kami lagi?” pinta Gahyeon pada Dami. Ia ingat jika gadis itu kemarin dapat memanaskan suhu di sekitar mereka dalam radius tertentu. Kali ini suhu udara jauh lebih dingin dari kemarin, tentu saja ia dan JiU sangat memerlukannya.

“Ingat, kesepakatan kita tidak termasuk itu.”

“Tapi kita bisa mati membeku jika melewati salju di luar sana.”

“Aku akan menjamin kalian akan hidup dan selamat, pergi sana pimpin jalannya.” Dami tampak tetap pada pendirian, ia tidak ingin membantu Gahyeon dan JiU melewati suhu dingin di luar sana. Karena tahu jika Dami susah untuk dibujuk, Gahyeon lantas segera pergi, ia tidak memiliki waktu untuk mengemis padanya seperti yang sudah-sudah.

“Jahat, menyebalkan, membuatku kesal.” Gahyeon mengumpat saat melewati Dami.

“Tak berperikemanusiaan.” JiU juga tidak lupa memberikan kalimat umpatan pada Dami. Sayang sekali itu sama sekali tidak berefek apa-apa pada Dami, gadis berambut pendek itu sama sekali tidak peduli.

“Terserah kalian.”

Gahyeon berhenti sesaat sebelum mendekati jalan keluar yang mengembuskan udara dingin ke arahnya, ia seperti menguatkan hati, ia berusaha memikirkan Yoohyeon yang dalam kesulitan di luar sana, itulah yang ia gunakan sebagai motivasi untuk menembus dingin.

“Huh, ayo kita lakukan.” Gahyeon menguatkan diri, ia berjalan perlahan keluar dari lubang itu.

“Aku benci salju.” JiU menyusul di belakangnya. Dami hanya tersenyum puas melihat mereka yang langsung menggigil tatkala keluar dari bangunan.

Ketika ketiganya berjalan ke luar bangunan, tampak seluruh daratan sudah terlapisi oleh salju putih yang menumpuk, banyak reruntuhan yang luput dari pandangan karena tertimbun oleh salju. Pemandangan ini tampak bagus jika dilihat dari sisi lain.

Tampak hujan salju sudah reda, bahkan langit tampak mulai cerah. Meski begitu, suhu dingin tetap menusuk tulang. JiU dan Gahyeon sudah susah berjalan dikarenakan kaki mereka yang merasakan dingin luar biasa, keduanya terus mengeluh dan menggerutu, tak sedikit kalimat yang secara tidak langsung mengejek Dami yang berjalan di belakang mereka, Gahyeon mengejeknya karena terlalu tega membiarkan mereka kedinginan, sementara ia hangat sendirian.

Memang nyatanya seperti itu, Dami memanaskan suhu tubuhnya dengan energi panas dari batu meteor sehingga saat ini tubuh Dami tampak berasap karena pertentangan antar suhu yang bertemu.

Dami sendiri tak memedulikan setiap perkataan kedua gadis di depannya, ia hanya mengawasi dan menyisir keadan sekitar dengan tatapannya. Setelah merasa aman, ia memanggul tombaknya sambil terus waspada, ia merasa yakin meski keadaan seperti ini, bahaya bisa muncul kapan saja.

Ketika sedang mengawal Gahyeon dan JiU, pikiran Dami kembali teringat dengan apa yang dikatakan Gahyeon sebelumnya, perkataan mengenai status yang dirinya miliki.

“Jika dipikir-pikir lagi, kau mungkin ada benarnya.”  Dami tiba-tiba berucap, JiU dan Gahyeon menoleh ke arahnya sambil menghentikan langkah. Secara otomatis Dami juga berhenti sekitar tiga meter di hadapan keduanya.

“Hmm? Memangnya apa yang kukatakan?” tanya Gahyeon yang sepertinya tidak paham dengan perkataan Dami. Gahyeon melontarkan pertanyaan dengan wajah imutnya.

“Dia ... aku yakin sikap kekanakannya tidak alami, ia bersandiwara saja.” Dami berucap dalam benaknya. Selain curiga pada kepribadian Gahyeon, Dami juga memikirkan mengenai kata-kata yang Gahyeon lontarkan sebelumnya. Apa mungkin mereka saling mengenal sebelum ingatan mereka hilang? Buktinya adalah kondisi mereka yang nyaris sama.

Tapi ada kemungkinan lain yang Dami pikirkan, hal itu adalah mengenai kecurigaannya mengenai simulasi, ia masih curiga jika mereka berada di tempat ini adalah untuk melakukan simulasi, ada banyak mata di suatu tempat saat ini sedang mengawasi mereka. Sayang sekali dua kecurigaan itu tidak memiliki bukti yang jelas.

***

Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang