177 – Perkiraan yang Salah
Meski ia tidak tahu apa penyebab dari kecacatan itu, tapi ia yakin jika gadis itu akan lebih baik jika keadaan otaknya normal seperti dirinya. Sikap dan kepribadiannya juga pasti lebih baik dan lebih dewasa.
“Lalu apa kalian memiliki botol berisi cairan biru?” Dami kembali mengajukan pertanyaan-pertanyaannya. Ia ingin memastikan jika dirinya dan semua gadis memiliki sesuatu yang sama dan mendapati situasi yang sama.
“Botol apa?” tanya JiU yang sama sekali tak tahu menahu mengenai botol yang dimaksud. Sementara pikiran Gahyeon yang langsung mengarah pada cairan energi langsung angkat tangan.
“Apa maksud kamu adalah tabung kaca yang seukuran jari?”
“Ya.” Dami tidak mengoreksi perbedaan penyebutan benda yang dimaksud, jelas ia dan Gahyeon sedang membahas sesuatu yang sama.
“Aku sebelumnya punya dua, kakakku juga punya dua.” Gahyeon langsung berterus terang pada Dami. Sepertinya ia ingin membangun kepercayaan pada benak Dami dengan cara tidak menyimpan rahasia darinya. “Tapi semuanya sudah digunakan, yang ada hanya tinggal setengahnya saja.”
“Aku tidak punya,” ucap JiU.
“Berarti aku bisa asumsikan jika kita semua memang dibekali tabung cairan energi dengan jumlah dua botol pada masing-masing orang. Tapi untuk apa tujuannya? Apa ini adalah simulasi?” tanya Dami dalam benaknya.
Pada awalnya, saat ia bangun pertama kali, terlalu banyak hal yang menjadi pertanyaannya dan terlalu banyak hal juga yang memusingkan kepalanya. Ketika pertama kali bertemu dengan Handong, berlanjut bertemu dengan Yoohyeon dan Gahyeon pada hari yang sama, Dami mulai memikirkan alasan mengapa dirinya bisa ada di kota ini, terlebih dirinya tidak sendiri, ada beberapa perempuan yang sama dengannya.
“Lalu bagaimana dengan senjata? Apa senjata kalian?” Dami melanjutkan pertanyaannya. Ia sudah melihat senjata Handong dan Yoohyeon, tapi untuk JiU dan Gahyeon, ia tidak melihat sesuatu yang bisa dianggap sebagai senjata pada diri mereka.
Untuk sesaat, Gahyeon dan JiU saling berpandangan, bahkan JiU tampak tidak mengerti dengan apa yang Dami maksud.
“Senjata? Kenapa kita memerlukan senjata?” tanya JiU yang dari gelagat dan ekspresinya, Dami bisa mengasumsikan jika gadis itu sama sekali tidak memahami seberapa sulit dan berbahaya keadaan yang saat ini mereka hadapi.
“Aku tidak tahu apa senjataku, semua yang bisa kugunakan akan kuanggap sebagai senjata.” Gahyeon menjawab. Dami tidak menjawab lebih, ia hanya mengangguk saja.
“Bagaimana dengannya?” Dami mengangguk pada JiU.
“Tidak ada, kakakku mengaku pada kami jika ia tidak memiliki senjata apa-apa sejak awal.”
“Jadi begitu, sepertinya kami tidak seratus persen memiliki kondisi yang sama. Ada yang tidak dibekali senjata.” Dami kembali menyimpulkan setelah pengakuan dari Gahyeon.
“Ini juga semakin membuatku heran, mengapa mereka bisa bertahan selama ini? Apa mungkin gadis berbaju putih itu yang menjadi tombak dan tameng mereka selama ini?” Dami memandang sesaat tingkah Gahyeon dan JiU. “Sudah dipastikan, itu jawabannya. Gadis itu yang menjadi alasan kenapa mereka masih hidup sampai saat ini.” Dami langsung berasumsi.
“Kamu tahu kenapa bisa ada di kota ini?” tanya Gahyeon secara tiba-tiba, entah mengapa ia mengajukan pertanyaan itu, sayang sekali pertanyaannya sama sekali tidak digubris, Dami hanya menoleh padanya sesaat sebelum membuang tatapannya.
Melihat reaksi itu, Gahyeon hanya mampu tersenyum masam karena merasa diabaikan. Sementara JiU yang hanya menyimak, ia memandangi Dami dan Gahyeon secara bergantian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)
خيال علميIni cerita fanfiction ya, buat yang gak suka, mungkin boleh lihat-lihat dulu, siapa tahu jadi penasaran lalu bisa tertarik dan berakhir suka. Cerita mengandung humor, mohon maklumi kalau ada hal-hal yang konyol dan candaan tak sesuai kondisi, sengaj...