Atas usulan dari AisyahAiryn, aku bakalan bikin adegan di mana Yoohyeon pergi meninggalkan JiU and Gahyeon. Yoohyeon akan terjebak di suatu reruntuhan sementara Gahyeon harus berjuang sendiri melawan musuh yang muncul. Sedikit kuubah, karena di sini JiU gak akan bisa bertarung, yang dengan kata lain Gahyeon mati-matian berjuang sendiri. Sedikit berbeda dari rencana awal yang harusnya JiU dan Gahyeon berjuang bersama. Tapi kali ini aku malah bikin adegan Gahyeon yang menjadi pahlawan dan berjuang mati-matian untuk menyelamatkan nyawa sendiri dan menyelamatkan JiU.
Nah, daripada banyak tulis gaje yang akhirnya kebanyakan ngespoiler, mending simak aja ceritanya ya. Adegan mereka akan jalan beberapa bab.
Btw, buat yang mau usul konflik, masih kutunggu. Kalau bisa, jangan jauh-jauh dulu sama adegan yang ada karena penyesuaian adegannya bakal terlalu panjang, ini aja dia kasih usul pas bab 97 dan baru bisa kubuat pas masuk bab 134 ke atas. Sebenarnya ada satu orang lagi yang kasih usul dan yang ini malah terlampau jauh. Udah kubuat outliennya, perkiraan bakal kutulis setelah memasuki bab 200 ke atas.
Makasih sebelumnya karena dah bantu. 😊****
134 – Menghindari Banjir
Part JiU, Yoohyeon and Gahyeon.
Suara benturannya sangat keras, tampak jika Yoohyeon membentur bagian atap mobil, kendaraan itu juga berhenti sekitar satu langkah di hadapan Gahyeon dan JiU.
“Sialan!” Yoohyeon mengumpat kesal. Pandangannya segera kabur saat itu juga, bisa dibilang ini adalah batas ketahanannya. Ia akan berakhir setelah ini.
“Kakak!” Gahyeon menjerit histeris. Yoohyeon hendak jatuh, tapi Gahyeon sigap berdiri lalu menangkapnya sehingga tubuhnya berhenti sebelum menyentuh air banjir.
“Kakak, bertahanlah. Jangan mati, aku membutuhkanmu!” Gahyeon berteriak dengan kencang, Yoohyeon masih sadarkan diri saat itu tapi ia tidak menanggapi ucapan gadis yang menahannya untuk jatuh ke dalam genangan air.
“Ini benar-benar gawat, cepatlah minum.” JiU segera berdiri lalu sesegera mungkin mengeluarkan tabung energi milik Gahyeon, satu terakhir yang masih tersisa. JiU membuka tutup tabung kecil itu lalu membantu meminumkan cairan energi itu pada Yoohyeon, tentu saja Yoohyeon tidak menolak karena kesadarannya hampir hilang, ia bisa saja tewas beberapa detik lagi jika tidak langsung meminumnya.
Secara perlahan cairan encer bercahaya biru itu masuk ke dalam mulut Yoohyeon, ketika sudah setengahnya masuk ke dalam mulut, Yoohyeon menahan dan menjauhkan tangan JiU sehingga ia berhenti meminum cairan itu. Tentu saja tindakannya membuat JiU dan Gahyeon merasa heran.
“Kenapa tidak dihabiskan? Kamu sangat lemah, itu tidak cukup.” JiU yang mewakili mereka untuk berbicara. Secara perlahan Yoohyeon menjauhkan Gahyeon darinya, ia bisa berdiri dengan kakinya sendiri. Sepertinya cairan itu bekerja secara instan sehingga setelah meneguknya, perubahan langsung terasa saat itu juga.
“Aku sudah cukup mampu bergerak dengan ini, lagi pula kita tidak akan tahun apa yang akan terjadi berikutnya. Menghemat itu jauh lebih baik.” Yoohyeon sudah mampu berdiri dengan kedua kakinya. Yoohyeon meraih katananya dan benda itu masih ada pada punggungnya, ia lega karena senjata itu tidak terpisah dengannya.
“Jika dipikir-pikir lagi kamu memang benar. Kita mungkin saja memerlukan ini nanti.” JiU kembali menutup tabung itu lalu mengamankannya ke balik jaket. Yoohyeon mengangguk pelan sebagai tanggapan.
“Kakak kamu baik-baik saja? Apa sudah baikan?” tanya Gahyeon yang terabaikan begitu saja karena Yoohyeon kembali memandang ke arah datangnya banjir.
“Ayo pergi, terjangan berikutnya akan segera datang, kita harus bergegas.” Yoohyeon segera berjalan memimpin, Gahyeon agak cemberut karena ia diabaikan, tapi kali ini bukan waktunya untuk banyak bicara. Seperti yang Yoohyeon katakan, gelombang banjir akan segera datang menyapu mereka, celah yang Yoohyeon buat hanya akan menahan air sementara saja.
“Ayo.” JiU mengajak kemudian ia berjalan menyusul Yoohyeon. Kini mereka harus berlari di tengah arus air setinggi lutut. Meski hanya setinggi itu, mereka kesulitan bergerak. Terutama JiU yang pandangannya semakin buram saja.
“Di depan sana, sepertinya gedung itu cukup kuat untuk menahan terjangan air.” Yoohyeon menunjuk sebuah bangunan tinggi yang memiliki keadaan tampak masih baik. Jarak bangunan itu dari mereka sekitar dua puluh meter saja. Hanya beberapa langkah saja mereka berjalan, JiU segera tumbang yang hal itu membuatnya langsung tercebur ke dalam air, sontak saja Gahyeon dan Yoohyeon menoleh ke arahnya.
“Kakak!” Gahyeon segera membantunya berdiri.
“Aku baik-baik saja.” JiU berusaha bangkit, tapi pusing dan sakit kepalanya membuat ia tumbang lagi.
“Kakak.” Gahyeon kesusahan mengangkat tubuh JiU. Yoohyeon yang jengah melihat apa yang mereka lakukan segera saja berjalan menuju ke arah mereka. Mereka tidak memiliki banyak waktu berada di sana karena amukan air bisa datang kapan saja, amukan air yang akan menenggelamkan dan menghancurkan tubuh mereka.
“Minggir!” Ia mendorong Gahyeon kemudian mengangkat tubuh JiU, ia memangkunya. Melihat itu, Gahyeon tak bisa berkata-kata, ia hanya takjub karena Yoohyeon ternyata memang benar-benar peduli pada mereka.
“Terima kasih.” JiU bergumam agak lemah. Yoohyeon tak menanggapi, ia menoleh sesaat pada Gahyeon.
“Ayo.”
“Tunggu aku.”
Keduanya berjalan dengan langkah secepat mungkin, arus air yang hanyut memberi masalah tambahan, terlebih Gahyeon yang memiliki tinggi badan lebih rendah dari Yoohyeon. Bukan hanya karena arus air saja, tapi jalanan yang tergenang air tidak bisa dilihat, bebatuan dan lubang yang membuat jalan tidak rata menjadi halangan tambahan baginya. Sesekali Gahyeon hampir jatuh karena semua itu.
“Bajumu kenapa kering?” tanya JiU saat ia menyentuhnya baju luar Yoohyeon. Ia baru sadar jika air tidak menempel pada baju itu. Entah Gahyeon atau JiU, di antara mereka tidak ada yang sadar jika baju putih Yoohyeon sama sekali tidak basah, meski berada di tengah hujan yang deras, bajunya masih saja kering.
“Apa itu penting?” tanya Yoohyeon, bukannya menjawab, ia malah balik bertanya.
“Ini ... jika tidak salah, ini terbuat dari bahan hidrofobik.” Dalam keadaan seperti itu, JiU malah membahas sesuatu yang bisa dibilang sama sekali tidak membantu menghadapi keadaan saat ini.
“Hidro apa? Apa itu?” tanya Gahyeon yang sebisa mungkin mengejar ketertinggalannya dari Yoohyeon.
“Itu adalah suatu Senyawa kimia yang membuat bahan pakaian ini menjadi anti air, tapi ini sudah lebih dikembangkan lagi, bajunya menolak kotoran dan bakteri juga. Ini akan terus bersih meski dimasukkan ke dalam kotoran binatang atau lumpur.”
“Itu keren.”
Yoohyeon hanya memutar mata dengan agak jengah, ini bukan waktu yang tepat untuk membahas bahan yang terbuat dari pakaiannya. Dalam keadaan saat ini untuk membahas hal seperti ini benar-benar tidaklah penting dan berguna.
Dengan sedikit usaha, Gahyeon berhasil mengejar Yoohyeon, ia sudah terengah-engah saat mereka berhasil tiba di depan bangunan yang mereka tentukan. Yoohyeon menoleh sesaat pada Gahyeon seolah memastikan jika gadis muda itu masih mengikutinya.
“Apa aku harus memindai keamanan bangunan ini? Mungkin saja fondasinya sudah buruk.” Gahyeon menawarkan diri saat melihat keadaan bangunan yang dituju oleh Yoohyeon.
“Aku yakin ini cukup kuat untuk menahan terjangan air, tidak ada waktu untuk memeriksa bangunan ini.” Yoohyeon melanjutkan langkah memasuki bangunan tersebut.
“Aku hanya menawarkan, siapa tahu penampilan sesuai dengan daya tahan.” Gahyeon bergumam pelan, ia mengikutinya dari belakang dengan usaha yang tidak mudah dan ringan, meski begitu Gahyeon tetap berhasil menyusul ketika mereka masuk ke dalam bangunan gedung yang tampak gelap itu.
Lobi atau lantai satu tampak tergenang air dengan ketinggian selutut, dikarenakan di depan teras ada anak tangga yang menandakan jika bangunan ini lebih tinggi dari jalanan, hal itu membuat ketinggian air sedikit rendah di sini.
“Kenapa di sini sangat menjijikkan?” Gahyeon yang baru saja masuk segera bergidik karena di dalam sini airnya malah lebih kotor dari air yang menggenang di luar. Yoohyeon tak memedulikan ucapan dan napas Gahyeon yang terengah-engah. Ia memandang ke sekeliling mencari tangga.
“Ke sana.” Yoohyeon lanjut berjalan, sementara JiU memejamkan mata merasakan pusing dan tak nyaman pada tubuhnya sehingga ia tidak berkomentar apa-apa saat ini.
“Sudah berjalan lagi? Aku bahkan baru beberapa detik beristirahat.” Gahyeon mengeluh pelan, ia mau tak mau lanjut berjalan menyusul Yoohyeon. Tapi saat tiba di depan tangga di mana Yoohyeon menunggu di ujung tangga atas sana, Gahyeon tidak kuat lagi untuk menggerakkan kakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)
Science FictionIni cerita fanfiction ya, buat yang gak suka, mungkin boleh lihat-lihat dulu, siapa tahu jadi penasaran lalu bisa tertarik dan berakhir suka. Cerita mengandung humor, mohon maklumi kalau ada hal-hal yang konyol dan candaan tak sesuai kondisi, sengaj...