12 - kapal selam

304 66 2
                                    

12 – Kapal Selam

Setelah membersihkan diri, mereka melanjutkan perjalanan untuk meninggalkan kota, mereka belum memiliki suatu rencana untuk hari berikutnya, hanya terus berjalan untuk menjauhkan diri dari segala bahaya yang mungkin saja akan mengancam nyawa mereka. Bahaya-bahaya kota sangat menyusahkan.

Di tengah perjalanan, ketika senja telah tiba dan kegelapan perlahan mulai menyelimuti mereka, Yoohyeon dan Gahyeon menemukan sebuah kapal besar yang terdampar di tengah kota. Kapal selam itu dalam keadaan berdiri, bagian atas tetap mengarah ke atas. Sebenarnya agak aneh karena kendaraan laut sebesar itu berada di tengah kota, jauh dari wilayah lautan. Ukuran kapal selam ini sendiri hampir seukuran seekor paus biru. Sangat mencolok di antara bangunan-bangunan gedung tua, lokasi kapal selam ini berada di tengah jalan, banyak kendaraan hancur dan berserakan di sekitarnya sini.

Beberapa bangunan runtuh akibat terhantam kapal selam tersebut.
Kedua gadis itu memandangi kapal selam hitam dengan banyak karat di sana-sini menghiasinya. Benar-benar misteri sekali dengan keberadaan benda ini di tengah kota, tak ada jejak jika benda ini terseret sampai sini, itu seolah seperti dijatuhkan dari ketinggian beberapa puluh kaki, terlihat jelas buktinya dari bangunan dan aspal jalanan yang rusak.

“Aku pikir kita harus ke sana.” Gahyeon menunjuk dan mengusulkan untuk mendekat ke arah kapal yang berdiri di tengah jalanan itu. Dia tersenyum dan bersemangat ingin menuju ke kapal selam tersebut, sayangnya Yoohyeon menggeleng singkat.

“Bukan ide yang bagus. Agak aneh ada benda ini di tengah kota.” Dia tak menyetujui usulan dari Gahyeon dan menolak. Gahyeon cemberut karena penolakan itu. Yoohyeon memandang ke sekeliling untuk mencari tahu tentang suasana yang terjadi di sekitar sini.

“Kakak, kau tahu benda ini apa nama dan fungsinya?”  tanya Gahyeon. Yoohyeon membuang tatapan dan menoleh padanya.

“Tentu saja ini adalah kapal selam dan harusnya ada di lautan! Pertanyaan macam apa itu?” Ia menyahut agak ketus.

“Emm, bagaimana caranya kau tahu? Bukannya kita tak memiliki ingatan?” tanya Gahyeon dengan heran. Dia bertanya-tanya dengan apa yang diketahui oleh Yoohyeon, mendengar perkataan itu, Yoohyeon juga jadi bingung. Bagaimana bisa dia mengetahui hal itu? Bukannya dia tak memiliki banyak ingatan? Lalu bagaimana caranya dia bisa mengetahui nama dan fungsinya benda itu.

“Mengenai itu ... benar juga, kenapa aku mengenalinya?” Yoohyeon bergumam sendiri, dia agak menunduk dan berpikir, bertanya-tanya tentang alasan dia tahu hal-hal yang bahkan baru dia temui saat ini. Yoohyeon kemudian menoleh lagi ke arah Gahyeon.

“Bagaimana denganmu?” tanyanya.

“Benda ini menyimpan banyak informasi.” Gahyeon menepuk-nepuk laptopnya.

“Aneh. Kita pergi.” Yoohyeon hendak berbalik menjauh dari kapal selam yang ada di sana. Gahyeon yang benar-benar ingin memasuki kapal selam itu tak rela jika harus pergi, dia memandang kendaraan itu lalu menoleh ke arah Yoohyeon.

“Kakak, bukannya aku tak patuh atau apa, tapi sepertinya di dalam sana ada banyak benda-benda yang akan berguna bagi kita.” Dia mencari alasan untuk membujuk Yoohyeon agar mau masuk ke dalam sana.

“Seperti apa contohnya?” Yoohyeon berhenti dan menoleh ke arahnya.

“Entahlah, yang jelas jika ada senjata di dalam sana, aku bisa merakitnya dan menciptakan ulang menjadi senjata yang bagus.” Yoohyeon tak menyahut dan membalas. Gahyeon tahu jika dia belum bisa membujuk dan meyakinkan Yoohyeon, maka dia mencari alasan lain.

“Aku juga butuh istirahat, badanku sudah sangat kelelahan. Oh dan lagi, hari sudah menjelang gelap, kita tak bisa melanjutkan perjalanan saat malam hari.” Yoohyeon kemudian menimbang-nimbang dengan apa yang Gahyeon katakan. Ia memandang sekitar dan memang jika langit mulai gelap, awan mendung menutupi semuanya, tapi dia tahu jika ini bukan langit yang tertutupi awan, jelas jika hari menjelang berakhir, siang sudah mendekati ujung. Maka dia tak memiliki alasan untuk melanjutkan perjalanan.

“Hah, mari periksa apakah di sana aman dan memiliki sesuatu yang berguna.”
Maka keduanya segera pergi menuju tempat itu, Gahyeon seperti biasa, berjalan sambil melompat-lompat kecil. Dan hal itu lagi-lagi membuatnya tersandung dan jatuh. Tapi kali ini Yoohyeon menangkapnya.

“Tak bisakah kau berjalan dengan benar? Kau kelewat tolol atau memiliki keterbelakangan? Berulang kali jatuh dan berulang kali pula melakukan hal yang sama. Lama-lama kau babak belur oleh perbuatan bodohmu.” Yoohyeon memarahinya, memang benar jika Gahyeon sudah lebih dari sepuluh kali jatuh karena cara berjalannya yang seperti itu. Itu sejak Yoohyeon bertemu dengannya, entah berapa banyak sebelum mereka bertemu. Gahyeon hanya tersenyum polos.

“Maaf, hanya saja aku tak bisa menahan diri untuk tak melompat-lompat. Sayang sekali jalanan di sini tidak rata.”

“Kakimu pendek, kau bahkan tersandung kaki sendiri, bukan gara-gara jalanan kau jatuh.” Yoohyeon menggeleng dan berjalan mendahului. Gahyeon melihat kakinya sendiri lalu menoleh ke arah kaki Yoohyeon, membandingkan kaki mereka dan mengembuskan napas sebal, Yoohyeon memang benar.

“Aku imut kan?” Dia menyusul dan mengajukan pertanyaan itu.

“Kau menjijikkan.”

“Kakak, kau terlalu sering bercanda. Tapi aku suka, itu lebih baik daripada terus diam tak bicara. Sangat membosankan rasanya.” Yoohyeon malas menanggapi, bahkan dia tak pernah merasa sedang bercanda, setiap kata dan kalimat yang dia lontarkan itu selalu serius.
Ketika mereka tiba di sana, Gahyeon segera memiringkan kepala dengan bingung.

“Bagaimana caranya kita naik ke sana?” tanyanya. Pintu masuk kapal ada di bagian paling atas, sementara kapal selam ini berdiri dengan baik. Biasanya kapal selam dibiarkan badannya berada di bawah air, orang yang akan memasukinya jelas akan mudah jika posisinya ada di permukaan. Kini bagian pintu tepat berada di atas sana, terlalu jauh untuk naik, bagi Gahyeon tentunya.

“Berusahalah.” Yoohyeon hendak melompat, tapi Gahyeon segera menahannya. Memegang tangan kanan Yoohyeon.


“Ahh, jangan tinggalkan aku.” Gahyeon tahu jika wanita ini mampu melompat sangat tinggi, sementara dirinya, seperempat meter saja rasanya mustahil. Jelas dia akan ditinggal di sana, tak ada cara untuk naik ke atas sana dengan mudah.

“Jangan menyentuhku.” Yoohyeon menepiskan tangannya. Dia memandang Gahyeon dengan kesal, tapi yang dipandang tak peduli dan memilih memasang tatapan memelas.

“Jangan pergi begitu saja tanpa membawaku dong.”

“Aku akan melemparmu ke atas sana.” Yoohyeon menawarkan, meski karena nada bicaranya itu terdengar seperti bentuk pernyataan. Melemparkan tubuh Gahyeon ke atas sana adalah sesuatu yang paling mudah dan pemecahan solusi lebih cepat.
Gahyeon menggeleng buru-buru, dia menolak.

“Aku takut. Bagaimana jika aku menghantam besi dan langsung mati? Atau lemparannya terlalu keras hingga aku terbang melewati kapal ini, aku juga akan mati.” Tentu saja itu hanya reaksi takut berlebihan, Yoohyeon mampu melakukan yang jauh lebih baik dari itu, dia memiliki perkiraan yang tepat, mustahil kecelakaan seperti itu akan terjadi.

“Itu lebih baik. Kematianmu lebih cocok seperti itu.” Yoohyeon menyahut dengan kalimat yang jahat.

“Kakak, bukan saatnya bercanda. Gunakan solusi lain.” Bahkan sejak mereka bertemu, Yoohyeon tak sepatah pun melontarkan candaan. Tapi ia terlalu malas untuk menukas dan menyangkal, terlalu malas memberi penjelasan dan terlalu malas menanggapi perkataan gadis muda kekanakan ini.
Yoohyeon menghela napas dan segera mengeluarkan katananya, Gahyeon agak berjengit saat melihat benda mengilap itu. Katana panjang itu dia pegang dengan satu tangan saja.

Tebasan, tebasan. Entah berapa banyak tebasan yang dilakukan, Gahyeon tak dapat melihat gerakan cepat itu. Yoohyeon memasukkan lagi senjatanya pada sarung lalu menendang baja yang telah dia tebas beberapa kali, segera saja tercipta lubang besar. Itu hampir dua meter tingginya. Yoohyeon menoleh ke arah Gahyeon.

“Aku yakin ini cukup besar untuk badanmu.”

“Waahh, kau hebat. Sangat kuat,” kata Gahyeon sambil bertepuk tangan sebisanya dan melompat-lompat. Yoohyeon tak menerima reaksi apa-apa dan melangkah masuk ke dalam sana.

“Tunggu, aku akan memeriksa sebentar.” Gahyeon membuka laptopnya, sesuatu terbang di udara. Itu seukuran bola mata, berwarna putih dan bulat sempurna.

“Dari mana kau menyimpan itu?” tanyanya, Yoohyeon agak bingung dengan kemunculan benda kecil itu.

“Drone mini, aku punya beberapa di dalam kantung pakaianku.” Gahyeon menjawab sambil tersenyum singkat.

Maka tiga bola kecil segera keluar. Gahyeon fokus mengetik dan menyambungkan drone dengan laptop itu.

“Sudah tersambung. Berikutnya tinggal lakukan pencarian.” Dia menggumam sendiri.

“Aku akan memeriksa di dalam dan akan me ....” Gahyeon tak melanjutkan perkataannya tatkala menoleh ke arah di mana tempat Yoohyeon sebelumnya berada, saat ini dia tak mendapati siapa pun di sana. Yoohyeon sudah pergi meninggalkannya. Yoohyeon merasa tak sabar dan ingin segera masuk, jadi dia tak menunggu dan mendengarkan ocehan Gahyeon.

“Kakak! Kau meninggalkanku sungguhan!” Gahyeon segera berlari masuk ke dalam sana. Membuka laptopnya dan melihat layar yang menampakkan apa-apa saja yang ditangkap oleh drone kecil yang terbang menyebar di seluruh ruangan kapal selam.

“Ke mana perginya kakak ya,” gumamnya sambil berjalan kecil, mengendalikan tiga drone untuk melakukan pemeriksaan dan pemindaian. Lalu Gahyeon mengetikkan beberapa tombol, segera saja lampu-lampu pada kapal itu menyala. Dia berhasil meretas mengambil alih kapal selam itu.

“Oh, sudah kuduga jika listriknya masih berfungsi.” Dengan penerangan itu, jalannya dapat terlihat dengan baik.

Maka dia segera melakukan penggeledahan.
Drone tak lama menemukan sosok Yoohyeon yang ada di dalam ruang peluncuran senjata, dia tampak sedang mencari-cari sesuatu di sana.

“Apa yang dia lakukan? Apa ada yang dicarinya?” Gahyeon agak bingung, tapi tak lama Yoohyeon langsung pergi, dia menoleh sesaat pada Drone itu, lalu mengabaikannya. Sepertinya dia tak peduli dengan benda itu.

Memandang pemandangan sekitar, pintu-pintu dan semua lorong ini, Yoohyeon merasakan sesuatu yang aneh dan membingungkan pikirannya. Ada sesuatu yang dirasa sudah tak asing lagi, tapi dia tak tahu apa itu.

Maka dia terus berjalan dan mencari sesuatu, melakukan penggeledahan di dalam sana. Tempat-tempat ini membuat dirinya terus bertanya-tanya.

“Kenapa aku tahu nama benda ini? Kenapa aku tahu fungsinya? Kenapa aku tahu nama-nama ruangan di sini? Siapa aku sebenarnya? Apa yang terjadi? Apakah masa laluku berhubungan dengan kapal selam?” Yoohyeon terus bertanya-tanya dalam kepalanya, sayang sekali tak satu pun dari pertanyaannya yang mendapatkan jawaban memuaskan.

Dia menendang sebuah pintu hingga penyok karena sangat kesal oleh pertanyaan-pertanyaan yang tak ada jawabannya. Rasanya sangat kesal dan membuatnya frustrasi.

Yoohyeon terus berjalan hingga dia tiba di ruang kontrol. Ruang itu tampak besar, mengingat  kapal selam ini memilik ukuran yang besar, banyak sekali tombol-tombol dan bagian-bagian hal yang sangat diuraikan juga akan sangat lama jika dibahas satu-persatu, intinya di sana banyak pusat yang mengontrol dan mengendalikan fungsi bagian-bagian kapal selam.

Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang