Yoohyeon tak banyak berpikir dan mempertimbangkan ketika mendengar kalimat itu.
"Kau bisa tinggal bersamanya, dia bisa menjinakkan monster, itu bisa membantu dan menjaga kalian dari bahaya." Yoohyeon berkata dengan datar, Gahyeon sudah menduganya jika gadis dingin itu akan berkata seperti itu.
"Tapi aku juga menyukaimu, aku senang melakukan perjalanan bersamamu." Ia mengakui. JiU merangkulnya.
"Aku malas dan kesal karena kau mengikutiku, ada bagusnya jika kita berpisah di sini." Yoohyeon berkata dengan sarkasme.
"Tapi bagaimana dengan kalimatmu yang mengatakan aku boleh bersamamu?" tanya Gahyeon, jelas jika tujuan nya adakah agar mereka pergi bersama bertiga.
"Itu karena kau cengeng dan aku jijik melihat kau menagis dan mengeluarkan ingus, sekarang kalian bisa bersama dan saling melindungi. Kalian bisa kuat jika bersama." Yoohyeon tampak dapat mendapatkan alibi dengan cepat seolah kalimatnya memang sungguh-sungguh, bukan pembelaan, alibi atau dalih.
"Lalu bagaimana denganmu?" tanya Gahyeon dengan sedih, ia hampir menangis karena ini jelas bisa menjadi perpisahan bagi mereka. Yoohyeon tersenyum meremehkan. Ia mengangkat dagu angkuh.
"Aku akan jauh lebih baik tanpamu. Aku lebih kuat dari sekadar untuk melindungi diri send...."
"Aku tahu kakak sangat kuat." Gahyeon menyela. "Ini mengenai perasaanmu. Aku tahu betapa kesepian dan membosankannya hidup sendiri. Hidup ditempat mengerikan ini. Apa kau akan baik-baik saja dengan itu?" tanya Gahyeon dengan nada yang agak tinggi. Tampak tak ada perubahan ekspresi apa pun ketika pembahasan berubah menjadi ke arah sini.
Apa ia akan baik-baik saja jika sendirian? Tapi bukannya sejak awal ia memang sendirian? Ia pasti akan baik-baik saja. Yoohyeon akan menjalani keadaan ketika ia belum bertemu dengan Gahyeon. Sepi dan sendirian, menikmati ketenangan dan berjuang tanpa adanya hambatan, tanpa adanya halangan, tanpa adanya beban yang menyulitkan gerakannya.
Ia mungkin merasa kekurangan karena sedikitnya Gahyeon membantu dirinya. Ia juga mungkin akan kehilangan karena beberapa lama kebersamaannya dengan Gahyeon pasti meninggalkan sesuatu. Tak akan ada lagi keberisikan dari ocehan Gahyeon, tak ada lagi tingkah konyol dan kekanakan yang ia lihat, tak ada lagi anak yang harus ia lindungi dan tak ada lagi orang yang kurang ajar seenaknya menyentuh dan berkontak fisik dengannya. Ya, hal yang paling ia benci tak akan pernah terjadi dan terulang lagi. Yoohyeon memandang Gahyeon penuh ejekan.
"Bodoh, itu bukan urusanmu dan kau tak perlu peduli soal itu. Aku tak punya alasan untuk terus bersamamu. Kau sudah punya teman, aku juga sudah tak tertarik dengan apa yang kau ketahui. Malas juga menunggu terlalu lama." Yoohyeon lagi-lagi memiliki pendirian dan keadaan yang berubah-ubah.
"Tapi...."
"Aku bisa melakukan perjalanan jauh lebih cepat jika sendiri." Yoohyeon menyela.
"Kakak." Gahyeon bingung harus megatakan apa untuk membuat Yoohyeon berubah pikiran. Meski Yoohyeon memang tak memiliki pendirian yang kuat, tapi agak susah juga untuk mengubah pendiriannya.
"Aku tak punya waktu untuk omong kosong ini. Aku pergi sekarang. Selamat tinggal." Yoohyeon berbalik, ia tak menurunkan pejagaan karena belajar dari pengalaman di mana Gahyeon secara tanpa ia duga tiba-tiba memeluknya.
"Kakak, tunggu dulu." Gahyeon melepaskan rangkulan JiU dan berlari menuju Yoohyeon.
"Berhenti di sana. Aku akan memukulmu jika lebih dekat lagi." Yoohyeon menahan, maka Gahyeon berhenti sekitar dua langkah dari Yoohyeon, JiU menyusulnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)
Science FictionIni cerita fanfiction ya, buat yang gak suka, mungkin boleh lihat-lihat dulu, siapa tahu jadi penasaran lalu bisa tertarik dan berakhir suka. Cerita mengandung humor, mohon maklumi kalau ada hal-hal yang konyol dan candaan tak sesuai kondisi, sengaj...