103 - Berlari

121 22 2
                                    

103 – Berlari


Tanpa diduga, ketika giliran SuA yang menyeberang, malah ada unit robot berukuran besar yang terlempar dan kebetulan langsung menabraknya. Tentu saja hal tersebut membuat keduanya langsung berguling di jalanan.

“Aw, itu pasti sakit.” Siyeon berjengit melihat tabrakan itu, apalagi suara bentukannya memang lebih keras sehingga suara adu tembak dan pertarungan antar robot tak meredam suara benturan itu.

SuA langsung meraih senjatanya, entah apa yang terjadi, tapi dalam keadaan seperti itu unit robot tersebut berusaha menyerangnya, SuA mengelak dari pukulan lalu melepaskan beberapa tembakan yang merusak kepala sosok itu. Tubuh keduanya berhenti terempas, saat SuA akan berdiri, tiba-tiba saja ada sesuatu yang melesat ke arahnya, dengan kekuatan fisiknya yang kuat, SuA meraih tubuh robot besar itu lalu melemparkan ke arah sesuatu yang melesat ke arahnya, sesuatu itu adalah misil yang baru saja diluncurkan.

Robot berukuran lebih dari dua meter itu terlempar ke arah lintasan misil, kedua benda itu langsung bertubrukan lalu sedetik kemudian terjadi sebuah ledakan beserta potongan-potongan logam dari tubuh robot besar itu. SuA sendiri terlempar mundur beberapa meter karena efek dari tekanan ledakan masih mengenai dirinya.

Ia mendarat di atas jalanan dengan keadaan berdiri, kedua tangannya langsung bersiap mengangkat senjata, awalnya ia hanya menggunakan satu senjata api, tapi saat melihat sosok lain yang berada di ujung sana, ia memasang dua senjata, bersiap-siap untuk menghadapi sosok robot lain.

“Sial, meski berusaha menghidari, tetap saja pertarungan tak bisa dihindari.” SuA tampak agak kesal.

Saat robot itu akan berlari menuju ke arah SuA, tiba-tiba sebuah senjata tajam menancap dan menembus kepalanya dari arah belakang. Itu adalah belati panjang yang tidak asing lagi bagi SuA, ia mengenalnya sebagai milik Siyeon. Unit robot ramping dan lebih pendek dari robot sebelumnya itu segera tumbang dengan kilatam-kilatan listrik keluar dari sekitar kepalanya.

SuA menoleh ke arah di mana Siyeon sebelumnya berada, ia segera mendapati gadis itu sedang bertolak pinggang tersenyum padanya.

“Dan mengalahkan robot pun jadi lebih mudah saat dia yang melakukannya.” SuA menaruh senjatanya di samping tas, kemudian ia meraih belati yang masih menancap itu. Niatnya ia ingin mengambil benda itu lalu berlari ke arah Siyeon, tapi saat tangannya menyentuh pegangan belati, kulit telapak tangannya langsung tersengat aliran listrik yang membuatnya terkejut lalu mundur beberapa langkah.

“Apa? Apa maksudnya itu? Kenapa itu menyengatku.” SuA melihat telapak tangannya, keadaannya baik-baik saja,meski tegangannya cukup tinggi, tapi itu tidak cukup kuat untuk melukainya. Siyeon sudah ada di sana setelah menangkis beberapa peluru yang terbang ke arah SuA.

“Apa yang terjadi?” tanya Siyeon, tangan kirinya memegang belati satunya lagi, ia menggunakan itu untuk menepis peluru-peluru yang beterbangan di sekitar sana.

“Belatinya, ada aliran listrik di sana.”

“Eh?” Siyeon segera menoleh ke arah senjatanya berada, ia kemudian meraih benda itu.

“Hati-hati.”

Siyeon berhasil memegang pegangan belati tanpa hambatan apa-apa.

“Oh, ini memang memiliki tegangan listrik, aneh.” Siyeon berhasil mencabut benda itu lalu memutar-mutar senjata tajam tersebut di depan wajahnya sendiri.

“Kau baik-baik saja?”

“Ya, hanya sedikit menyengat, ini bukan apa-apa, ayo pergi sebelum ada peluru yang tiba-tiba menembus matamu.”

“Itu mengerikan.” Keduanya segera berlari menuju ke arah sisi lain untuk berlindung, SuA agak heran dengan senjata itu, lebih heran lagi karena Siyeon malah tampak senang bukannya kesakitan karena terkena listrik. Mereka berhenti di belakang sebuah bangunan.

“Kamu tidak mau mengatakan sesuatu? Apa benar-benar tidak ada yang terjadi pada senjatamu?” tanya SuA. Siyeon menoleh ke arahnya dengan senyum masih tersungging pada bibirnya.

“Oh, ini bukan sesuatu yang penting.” Siyeon menaruh kedua belatinya pada sabuk di pinggang. “Bagaimana dengan keadaanmu? Itu pasti sakit, apa ada yang cedera?” Siyeon mengalihkan topik dengan menanyakan keadaan SuA. Mendapat pertanyaan itu, SuA langsung menggeleng pelan.

“Tidak ada yang cedera, meski sedikit sakit tapi butuh lebih dari itu untuk dapat melukaiku.”

“Oh bagus, sudah kuduga kau akan baik-baik saja.”

“Tentu, itu  hanya robot.”

“Oke, ayo lanjutkan.” Mereka lanjut berlari menyusuri jalanan sempit di belakang bangunan-bangunan pendek seperti toko tersebut, hanya selang beberapa puluh meter keduanya berlari, tiba-tiba saja di depan mereka sebuah bangunan tertembus oleh sebuah unit robot besar, unit robot itu tergeletak tepat di hadapan mereka dalam keadaan terlentang bersandar pada dinding dan reruntuhan, itu adalah unit robot besar yang bentuknya sama persis seperti yang sebelumnya menabrak SuA. Melihat kemunculan sosok robot itu, Siyeon dan SuA refleks menghentikan langkah mereka. Meski jarak mereka sekitar dua puluh meter, tapi kedua gadis itu memasang penjagaan.

Robot itu menoleh ke arah mereka, tangannya terangkat entah akan menyerang atau melakukan hal lain, hal tersebut membuat Siyeon dan SuA mengangkat senjata siap melakukan perlawanan. Sayangnya, apa yang akan diperbuat si robot tak sempat terjadi dikarenakan berondongan peluru segera menghujaninya. Melihat itu,  Siyeon dan SuA mundur sambil berusaha sebisa mungkin untuk tak bersuara. Tembakan-tembakan itu terus dilepaskan hingga robot itu rusak dan nonaktif. Sosok yang menembaki robot itu tak memeriksa, melainkan langsung pergi melanjutkan peperangan. Beberapa detik berlalu, dalam keadaan yang bising karena peperangan para robot, keduanya menghela napas lega.

“Sudah pergi.” Siyeon langsung menurunkan penjagaannya, SuA melakukan hal yang sama.

“Untung kita tak langsung menembak.” SuA bergumam dengan lega.

“Aku merasa jadi orang lemah karena harus mengendap-endap dan bersembunyi seperti ini.” Siyeon agak kesal dengan keadaan mereka.

“Mau bagaimana lagi, kita bisa mati jika bertarung dalam waktu yang lama. Kita tidak punya pilihan.”

“Aku benci mengakuinya tapi kamu memang benar.”

“Hmm, jadi hanya ini saja yang bisa kita lakukan agar selamat meninggalkan kota.”

“Aku akan memeriksa,” ucap Siyeon yang langsung berjalan ke depan menuju ke dinding yang rusak, ia kemudian berjongkok lalu mengintip ke arah celah dinding yang dirusak oleh tubuh robot itu. Di sana ia melihat peperangan yang besar hingga banyak bangunan yang runtuh dan benar-benar hancur.

Saat Siyeon sedang menyaksikan peperangan, SuA dengan terang-terangan muncul ke hadapan robot itu lalu memeriksa peluru yang menebus logam padat pada tubuh si robot besar.

“Peluru anti-tank, pantas saja efektif merusak logam ini.” SuA mengambil sebutir peluru yang tertanam pada tubuh robot itu. Sayang sekali tidak ada peluru seperti itu di dalam tas miliknya. SuA kemudian memeriksa bagian tubuh si robot, ia mencari bagian komponen yang tidak dilindungi oleh logam padat itu. Hanya perlu  beberapa detik saja sampai ia menemukan celah-celah yang tidak terlindungi logam itu.

“Setiap sendi memiliki bagian lemah, bagian rahang bawah dan mata, bahan apa yang menyusun matanya? Apa mungkin ini hanya kaca?” SuA mengetuk-ngetuk bagian mata robot itu, saat ini ia sedang berjongkok di atas dada sang robot.

“Kacau sekali.” Ia berkomentar saat menyaksikan peperangan itu, matanya menyisir ke arah sekitar sampai pasang matanya tertuju pada sesuatu yang besar dan berwarna merah. Para robot saling beradu seorang tanpa memedulikan sesuatu itu.

“SuA, aku pikir kamu perlu melihat ini, menurutku ini sesuatu yang buruk.” Siyeon memanggilnya tanpa menoleh, SuA berbalik memandang ke arah di mana peperangan sedang terjadi.

“Ada apa? Aku sedang memeriksa robot ini.” Hanya perlu waktu sedetik saja bagi SuA untuk mengubah ekspresinya saat ia melihat sesuatu berwarna merah besar yang juga dilihat oleh Siyeon.

“Oh, sialan. Itu akan meledak. Lari!” SuA segera melompat turun dari atas tubuh si robot, Siyeon segera berdiri lalu berbalik ke arah SuA, gadis itu langsung menarik tangan Siyeon  lalu keduanya berlari secepat mungkin. Menyusuri lorong sempit di belakang bangunan, sebenarnya arah lari mereka salah, seharusnya mereka berlari ke menjauh dari benda berah itu bukan berlari menyamping ke sisi lain. Sayangnya mereka tak bisa pergi ke arah lain dikarenakan arah inilah jalan mereka menuju tempat tujuan.

***

Behind the Story

Tanpa diduga, ketika giliran SuA yang menyeberang, malah ada unit robot berukuran besar yang terlempar dan kebetulan langsung menabraknya. Tentu saja hal tersebut membuat keduanya langsung berguling di jalanan, tubuh keduanya berhenti di mana SuA ada di bawah, si robot di atas menindih SuA.

“Sialan, aku terjepit.” SuA mengerang.

“Apa-apaan itu?!” Teriak Siyeon yang tak terima dengan adegan intim yang terlalu mesra di sana. Siyeon segera terbakar api cemburu,  ia langsung berlari ke arah mereka.

“Berani-beraninya lu nyentuh bebeb gue.” Siyeon langsung menghajar si robot.

SuA yang terbebas langsung beranjak duduk.

“Kayaknya dia salah paham deh.”

Mati! Mati!” Siyeon memutilasi si robot dengan liar dan bringas.

“Tapi so sweet banget dia ternyata cemburu.”

Siyeon melemparkan potongan-potongan mesin itu ke sembarang tempat, sayangnya salah satu potongan malah menghantam kepala SuA sampai ia pingsan.

“OMG, Malah kena kepalanya.” Siyeon histeris lalu berlari ke arah Sua.

“Sayang, bangun dong.” Siyeon menepuk-nepuk pipi SuA.

“Duh, dia gak bangun. Ya ampun, kenapa bisa dia kesambit sih.” Siyeon berusaha membangunkan SuA, tapi tidak ada yang berhasil.

“Kayaknya aku mesti kasih napas buatan deh.” Siyeon berinisiatif untuk memberikan napas buatan. (Apa hubungannya coba?😂)

Siyeon segera memberikan napas buatan, bibir mereka saling bersentuhan selama beberapa jam? (Lama amat? 😅) Beberapa detik kemudian Siyeon mengangkat wajah memandang Sua yang masih belum membuka matanya.

“Duh, gimana nih, masih belum bangun juga. Mana bibirnya enak, jadi bikin ketagihan. Ish, apaan sih, malah mikirin itu.” Siyeon memukul kepalanya sendiri.

“Oke, sekali lagi deh.” Siyeon melanjutkan memberi napas buatan. Entah dia memang ketagihan atau memang sungguh ingin memberi napas buatan, atau mungkin keduanya benar.

Saat bibir mereka masih saling menempel, tiba-tiba Sua membuka matanya, Siyeon sebenarnya masih ingin lebih lama dalam posisi itu, sayangnya SuA tiba-tiba menamparnya dengan keras, itu membuat Siyeon menjauhkan wajahnya. (Dikasih napas buatan malah bangun beneran  😅)

“Kamu kenapa nampar aku?” tanya Siyeon dengan tak percaya, ia memegangi pipinya. Sua beranjak bangun.

“Kamu siapa? Seenaknya main cium orang.”

“Aku pacar kamu, masa kamu gak bolehin aku cium kamu.”

“Pacar kentutmu, seenaknya aja ngaku-ngaku, aku gak punya pacar. Pergi sana.!” Sua membentaknya.

“Ya ampun, jangan-jangan dia hilang ingatan. Tidaaakkkk!!!”

***

Absurdnya 😅

Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang