17 – Dua Lawan Satu
Dami bertemu dengan Handong, mereka adu pukulan dan serangan, setiap pukulan dan hantaman Handong memiliki tekanan dan daya hancur yang sangat kuat. Dami harus berhati-hati karena kekuatan pukulan setara dengan beberapa ton, meski tak akan membuatnya mati, itu tetap akan menyakiti dan memberi luka padanya.
Setelah bertukar beberapa serangan, keduanya mundur beberapa langkah, setting sudah berpindah di daerah yang terbuka, tampaknya mereka bergerak jauh dari tempat terakhir kali mereka saling berhadapan.
“Tak terlalu payah, tak buruk kau menjadi lawanku.” Handong berkata dengan merendahkan. Tatapannya amat angkuh dan tak menganggap serius wanita yang ada di hadapannya, jelas yang sebelumnya hanya pemanasan dan ingin memberi tes saja.
“Sombongnya.” Dami membalas dengan dengusan, ia memutar-mutar tongkatnya, kemudian menjulurkan benda itu ke arah depan, tongkat bertransformasi menjadi tombak saat ujungnya membentuk mata tombak.
“Oh, masih memiliki beberapa trik rupanya, kemari! Keluarkan semua kemampuan yang kau punya!” Handong segera menantang, ia menyeringai jahat melihat lawannya kualitas serius.
“Jangan menyesal.” Dami melompat sangat cepat, melepaskan ayunan yang amat kuat, ayunan yang segera disambut dengan pukulan yang juga tak kalah kuatnya.
Ledakan
Batang tombak dan pukulan segera beradu dengan kekuatan besar, puing-puing bangunan segera terlempar oleh daya ledakan dari benturan itu. Jelas ini benturan yang abnormal dan lebih kuat dari dua buah truk yang saling bertabrakan.
“Aku akan menikmati ini.” Handong memandang tajam pada Dami, ekspresi beringas dan pemberontak ya terpampang jelas pada wajahnya.
Dari kejauhan, Yoohyeon dan Gahyeon kebetulan lewat di daerah pertarungan itu, jarak antara mereka dan dua gadis yang sedang bertarung hanya sekitar beberapa ratus meter saja, keduanya dapat melihat betapa abnormalnya dua gadis itu saling lempar terima serangan. Benda-benda yang ada di sekitarnya menjadi korban dan hancur berantakan, terlempar ke mana-mana.
“Apa aku bilang, ada orang lain di sini. Tapi kenapa mereka berkelahi, nggak guna.” Gahyeon berseru senang tatkala tebakannya benar, mereka tak sendirian di kota ini, ada gadis-gadis lain yang juga diturunkan ke kota. Dan mereka juga kuat, saat ini sedang saling memamerkan kekuatan masing-masing.
“Abaikan saja, mereka bukan urusan kita.” Saat Yoohyeon akan pergi, Gahyeon ingin menahannya dan meminta Yoohyeon untuk tinggal, sayangnya dia tak memiliki kalimat apa-apa untuk menghentikannya.
Handong yang terlempar dan kalah mengatakan
Kata-kata yang membuat ingatan Yoohyeon berkelebat. Satu kata yang diucapkan oleh Handong membuat kepala Yoohyeon memutar ingatan pada pria yang ada dalam ingatannya.
“Sial, apa ini?” tanya Yoohyeon pada dirinya sendiri, ia menghentikan langkahnya. Handong sudah bersandar pada reruntuhan dengan ekspresi jahatnya yang sama sekali tak luntur meski berhasil dijatuhkan.
“Nah, kesempatan terakhir. Aku bisa memberi kematian yang mudah untukmu, berikan barangku!”
“Ambil saja jika kau bisa.” Handong menantang.
“Bagus, aku akan membunuhmu saat ini juga.” Dami segera mengangkat senjatanya.
Yoohyeon segera maju, mengeluarkan katana itu dan menendang Dami, gadis yang hendak mengakhiri nyawa Handong. Dami terlempar dan menerobos reruntuhan. Menerima serangan tiba-tiba itu, Dami benar-benar tak menyangka dan tak mengira sehingga ia tak sempat menghindari atau menangkis tendangan itu.
“Wah itu keren.” Gahyeon bertepuk tangan, ia mengapit laptopnya pada ketiak saat bertepuk tangan, kemudian berlari ringan menuju tempat Yoohyeon berada.
Sementara Yoohyeon sedang berdiri, ia mengacungkan katana itu ke arah dada Handong. Tatapan datar dan dingin tertuju pada Handong.
“Ah, datang lagi yang merepotkan. Sepertinya banyak mangsa juga hari ini.” Handong menggumam santai dan cuek saja.
“Katakan, apa maksudmu yang sebelumnya!” Yoohyeon berbicara dingin padanya, tapi Handong hanya terkikik pelan, sama sekali tak merasa terancam oleh acungan senjata yang tepat ada di hadapannya.
“Makan kotoranmu sendiri!” Ia membalas dengan hinaan.
Yoohyeon menekan sedikit ujung katana itu sampai menyentuh kulit dada Handong.
“Jangan mengatakan hal yang tak kuinginkan.” Jelas itu adalah ancaman yang diberikan pada Handong.
“Iya, kau bisa menderita jika kakakku sudah marah besar.” Gahyeon yang ada di samping Yoohyeon ikut bicara.
“Kau menyingkirkan dari sini, ini bisa bahaya untukmu!” Yoohyeon memerintahkan Gahyeon untuk menjauh dan menonton dari tempat yang aman. Ia sama sekali tak menoleh pada Gahyeon, tatapannya tertuju pada Handong yang tampak tak memiliki ekspresi takut atau terancam sama sekali meski Yoohyeon mengeluarkan senjatanya.
“Oke, aku akan menonton dengan baik, akan kubantu jika kakak terdesak.” Gahyeon membalas.
“Bodoh, apa ada sesuatu yang akan membuatku terdesak?”
“Maaf, aku salah. Kau yang terbaik.” Maka Gahyeon segera menjauh dan menonton di tempat yang aman dari pertarungan.
“Sombong sekali, kau seperti melata menjijikkan yang merangkak dalam lumpur.” Handong mencela.
“Tutup mulut busukmu!”
“Oey! Siapa kau?” Dami melompat ke tas reruntuhan, ia memandang Yoohyeon dengan kesal. Menepuk-nepuk pakaiannya dari kotoran bangunan dan reruntuhan, ia memandang benci dan keji pada Yoohyeon yang menjadi pengganggu aktivitas mereka.
“Berani sekali kau mengganggu pertarunganku.” Ia menambahkan dengan dingin, tapi masih kalah dingin dengan suara Yoohyeon. Mendengar kalimat itu, Yoohyeon menoleh singkat pada Dami.
“Kenapa tidak? Kau sendiri kenapa sangat payah? Jika tak mampu mengalahkan musuh, mati saja sana.” Yoohyeon membalas. Dami merasa sangat kesal dan hampir muntah darah akibat rasa kesalnya yang teramat sangat. Hari ini ia kehilangan barang miliknya, bertemu dengan dua wanita yang bahasanya benar-benar tak disukainya. Keduanya berbahasa menyebalkan.
“Selamat, kau baru saja menggali kuburanmu sendiri.” Dami memutar tongkatnya dan segera saja melesat menuju ke arah Yoohyeon. Dalam sekejap mata Dami sudah ada di arah samping Yoohyeon, saat ia akan mengayunkan tongkatnya, Yoohyeon lebih dulu melayangkan tendangan lurus ke arah dadanya. Sontak saja Dami mengurungkan niat untuk melepaskan serangan, menggunakan tongkat itu sebagai tameng, tendangan telak mengenai tongkatnya, sayang sekali ia tetap terlempar kembali menghantam reruntuhan.
Kesempatan sedikit itu tak Handong sia-siakan, ia sudah ada di sisi samping lain Yoohyeon dan mengayunkan tangan kanannya, berusaha memecahkan kepala Yoohyeon dengan pukulan tunggal berkekuatan setara puluhan ton. Tapi sayang sekali itu percuma, karena Yoohyeon tampak sudah menduga dan siap akan adanya serangan kejutan. Kepalanya berkelit ke belakang, ia mundur satu langkah sehingga Handong hanya memukul udara kosong. Dengan gerakan yang cepat, Yoohyeon memutar tubuhnya dan menghantamkan kakinya pada punggung Handong, membuat gadis itu seketika terbentur jalanan beton sampai retak, itu menandakan jika kekuatannya sama sekali tak ringan.
Yoohyeon menginjak kepala Handong dengan kuat dan menancapkan katananya tepat di samping telinga Handong.
“Apa kau tak punya usaha yang lebih baik dari itu? Payah sekali.”
“Berengsek! Singkirkan kakimu!” Handong murka, dan memukul tanah beton itu sangat kuat, Yoohyeon melompat mundur karena itu adalah kehancuran yang cukup besar.
Saat ia mendarat dengan dua kakinya, sebuah bongkahan beton besar melesat sangat cepat ke arahnya, Yoohyeon mengayunkan katana dengan dua tangan dan membelah benda itu secara vertikal ke bawah. Dua potongan itu menghantam reruntuhan yang segera saja hancur berantakan menjadi puing berukuran lebih kecil lagi, menandakan jika lemparan beton sangat kuat dan memiliki kekuatan besar.
Belum sampai di situ, tongkat yang kini sudah berubah kembali menjadi tombak melesat ke arah Yoohyeon, dia segera merunduk dan tombak yang harusnya memutuskan leher segera menancap pada beton.
Yoohyeon yang merunduk segera mengayunkan katana lagi tatkala Handong yang tepat berada di depannya mengayunkan pukulan, sarung tangan gelap itu berbenturan keras dengan katana silver yang tajam, keduanya sama-sama terbuat dari bahan dan material yang sangat padat, dua-duanya tak akan mudah hancur.
Karena benturan itu, entah Yoohyeon maupun Handong, keduanya sama-sama mundur beberapa langkah. Yoohyeon sama sekali tak memiliki kesempatan bernapas karena di belakangnya, Dami sudah menyambut dengan sebuah tendangan kuat. Yoohyeon yang lagi-lagi tampak sudah menduga akan mendapat serangan, segera menangkap kaki itu, membanting tubuh Dami ke arah depan dengan cukup keras. Sayangnya, Dami tak membentur beton. Kedua tangannya menahan, ia bersalto dan segera berdiri mengangkat tangan ke atas, tombak yang tadi menancap segera terbang ke arah tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)
Science FictionIni cerita fanfiction ya, buat yang gak suka, mungkin boleh lihat-lihat dulu, siapa tahu jadi penasaran lalu bisa tertarik dan berakhir suka. Cerita mengandung humor, mohon maklumi kalau ada hal-hal yang konyol dan candaan tak sesuai kondisi, sengaj...