187 - Jangan Pergi!

106 27 7
                                    

187 – Jangan Pergi!

Part Gahyeon, JiU and Dami

Sepanjang malam Dami beristirahat bersama dengan Gahyeon dan JiU. Ketiganya bermalam di tempat yang sama. Di tempat mereka juga suhu yang terus menurun membuat air membeku menjadi es, salju mulai berjatuhan. Suhu ini tentu bisa dibilang sangat dingin, karena jika hujan salju biasa, air masih mengalir, masih memiliki bentuk cair.

Ketika pagi menjelang, Dami yang sudah bangun dari tidurnya segera bangkit berdiri. Entah apa yang terjadi, tapi pada saat itu, Gahyeon juga membuka matanya, ia menyaksikan saat Dami berjalan pergi meninggalkan mereka. Tentu saja Gahyeon langsung beranjak duduk.

“Dami! Hei! Tunggu dulu! Jangan pergi!” Gahyeon berteriak keras, meski mendengar teriakan Gahyeon, Dami tetap saja cuek, ia tetap berjalan pergi meninggalkan mereka. Gahyeon segera membangunkan JiU yang masih tertidur di sampingnya.

“Kakak, bangun, Dami pergi.”

“Apa?” tanya JiU yang ternyata tidak sulit untuk bangun.

“Dami pergi!” Gahyeon mengulang dengan tegas.

“Eh? Kejar dia!” Keduanya langsung berdiri lalu mengejar Dami yang dengan santainya meninggalkan mereka. Tak lupa Gahyeon membawa tasnya, ia berlari memimpin meninggalkan JiU di belakangnya.

“Damiiii!” Gahyeon berteriak memanggil namanya. JiU tidak mengatakan apa-apa, ia berlari sambil menguap dan mengucek matanya. Tentu saja itu bukan sesuatu yang tepat dilakukannya. JiU yang masih setengah mengantuk harus berlari, alhasil ia menabrak sebuah tiang lalu jatuh terkapar.

“Aduh, kepala aku. Gahyeon, tunggu.” JiU memanggil Gahyeon dengan meringis dan suara yang pelan. Sementara Gahyeon yang fokus mengejar kepergian Dami tidak menyadari dengan apa yang terjadi pada JiU, ia terus berlari meninggalkan JiU yang linglung dan sakit kepala karena benturan itu.

“Dami! Tunggu dulu!” Gahyeon terus berteriak pada Dami. Ketika Dami sedang berdiri di ambang pintu, ia menyaksikan air banjir yang berada di lantai satu sudah menjadi lantai es. Seluruh lantai satu yang digenangi air kini sudah menjadi es.

Pada beberapa tempat, ketinggian banjir bisa sampai merendam dua lantai sekaligus, sementara di daerah di mana Dami berada, ketinggian air hanya sampai memenuhi lantai satu saja.

“Wah, benar-benar menjadi beku, suhu di luar sana pasti dingin.” Dami berkomentar dalam benaknya. Pada saat itulah, Gahyeon yang mengejarnya dari belakang tak bisa menghentikan langkahnya, tentu saja ia langsung menabrak punggung Dami.

Benturan itu membuat Dami terdorong lalu jatuh di atas lantai es yang licin.

“Ada apa denganmu?” Dami agak kesal dengan perbuatan Gahyeon, ini bukan pertama kali dirinya jadi korban gadis bertubuh padat itu.

“Tunggu dulu, astaga, mengapa jalan kakimu sangat cepat?” Gahyeon membungkuk, ia terengah-engah, tangan kirinya bertumpu pada lutut sementara tangan kanannya memegang ambang pintu.

“Kau yang lambat.” Dami bergumam ketus ia segera bangkit berdiri menggunakan bantuan dari tombaknya.

“Kenapa kamu pergi begitu saja?”

“Sudah kita bahas sebelumnya bukan?” Dami balik bertanya pada Gahyeon dengan agak kesal. Pada saat itulah tatapan Gahyeon tertuju pada tempat Dami menginjakkan kaki, seharusnya di sana adalah genangan air yang tinggi, tapi sekarang sudah menjadi sesuatu yang padat.

“Ah iya, tapi ... uwaaahhh, airnya hilang!” Gahyeon langsung teralihkan ketika ia melihat air banjir sudah membeku, ia menyerukannya dengan histeris, reaksi yang menurut Dami terlalu berlebihan.

“Dia baru sadar?” tanya Dami yang heran.

“Kau bodoh sungguhan atau pura-pura? Airnya membeku.” Dami menggumam pelan dengan nada datarnya.

“Aku tahu, airnya jadi es. Nah, sekarang kau mau apa? Jalan keluarnya dihalangi es.” Gahyeon tampak senang karena sekarang sudah tidak ada jalan keluar lagi bagi Dami, di bawah sana pintu terhalang oleh air yang membeku. Gahyeon tak sadar jika mereka datang ke sana tidak melewati pintu, tapi masuk melalui jendela, bangunan ini terlalu banyak jendela yang bisa digunakan untuk jalan masuk dan keluar.

Dami juga tahu akan hal itu, tapi ia ingin mengejek dan menunjukkan pada Gahyeon jika dirinya sangat mudah untuk pergi dari sana. Gadis cantik berambut pendek itu langsung menendang dinding di dekatnya, padahal tendangannya tampak biasa dan tak terlihat memiliki kekuatan, tapi hasilnya adalah tendangannya langsung membuat dinding runtuh menghasilkan jalan keluar baru.

“Tidaaaaak! Dami! Tidak!” Gahyeon menjerit melihat jalan yang sangat mudah dibuat oleh Dami. Tampak dari lubang itu, keadaan luar telah diselimuti oleh salju yang mana sudah berjatuhan sejak malam, salju turun menggantikan hujan kemarin.

“Aku akan pergi sekarang, selamat tinggal.” Dami menyunggingkan senyum mengejek lalu melangkah hendak melewati lubang itu.

“Tunggu dulu! Kamu jangan pergi, kumohon!” Gahyeon berteriak mencegah, meski begitu ia masih berdiri di ambang pintu dengan kaki yang gemetaran, jelas jika saat ini ia kedinginan. Gahyeon jelas enggan pergi keluar karena dirinya merasa kedinginan, tentu saja ia akan kedinginan, Gahyeon hanya mengenakan hotpants yang tidak melindungi paha sebagai bawahan, seluruh kakinya pasti kedinginan.

“Kesepakatan sudah terpenuhi bukan?” tanya Dami yang mengabaikan Gahyeon yang sedang kedinginan. Gadis itu sendiri sengaja tidak memperlihatkan keadannya, ia tidak sengaja menggetarkan badannya.

“Aku ingin membuat kesepakatan lagi.” Gahyeon tersenyum memelas. Tapi Dami hanya memandangnya dengan datar, ia tidak bereaksi dengan gaya Gahyeon yang sok manis.

“Kumohon, ya, ya, ya?” Gahyeon membujuk, ia masih terus tersenyum manis berharap Dami luluh dan bersedia, tapi Dami tetap saja tidak mengubah ekspresinya, ia bahkan tidak menanggapi. Tentu saja Gahyeon tahu jika ia akan gagal. Segera saja ia berlari hendak memeluk kaki Dami untuk memohon.

“Dami, aku mohon!” Gahyeon berteriak sambil berlari.

“Ihh, menyingkir dariku! Apa kau tak punya harga diri?” Dami langsung menghindar, tapi Gahyeon terus mengejar coba menangkapnya.

“Aku tidak kenal siapa harga diri, kumohon.” Gahyeon terus meminta sambil coba menangkap Dami.

“Baiklah, baiklah, berhenti mencoba menangkapku, kau bocah sialan tukang paksa!” Dami akhirnya menyerah karena ia tidak tahan dengan usaha Gahyeon yang berusaha menangkapnya.

“Benarkah?” tanya Gahyeon yang berhenti, Dami mengangguk sebagai tanggapan.

“Lalu apa yang kau tawarkan?” tanya Dami.

“Ehehehe, soal itu.  Emmm ... sebentar, biar kupikirkan dulu.” Gahyeon yang tidak merencanakan dan tidak menyangka ini akan terjadi, ia tidak bersiap-siap dan memikirkan segala hal sejak dini, maka dari itu ia berpikir mendadak.

“Tiga detik. Satu, dua, tiga.” Dami langsung menghitung, ia tidak mau menunggu terlalu lama.

“Oke, oke, tunggu.” Gahyeon langsung mengarahkan kedua tangan ke depan, isyarat untuk menahan Dami. “Ini dia tawarannya, ini soal cairan energi itu, mungkin kita bisa membuatnya, kamu pasti memerlukannya bukan?” tanyanya. Untuk sesaat Dami tidak berbicara, lalu dua detik kemudian ia menggeleng.

“Itu tidak pasti, dari yang kau ceritakan, bahan utamanya saja sudah hilang.”

“Tapi aku masih bisa mencoba.”

“Dami, jangan pergi dulu.” JiU tiba di ambang pintu dengan napas terengah dan tangan memegang kepala. Dami dan Gahyeon segera saja menoleh ke arahnya.

Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang