91 - Mengendalikan Awan?

167 30 46
                                    

Ini kejutan ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini kejutan ya. Tiba-tiba udah ada ini aja, gak ada pemberitahuan dari jauh-jauh hari.

Btw style mana yang paling kalian suka? Pasti bakal jawab semuanya(dasar serakah)

****

Part SuA and Siyeon.

SuA berjalan dengan langkah cepat menuju ke arah lelaki yangーentah kenapa dan entah alasannya apaーtiduran di atas aspal jalanan, yang sudah jelas dari pria itu hanyalah jika ia tak bersenjata dan tak tampak berbahaya.

Siyeon mengejar SuA yang sudah berada cukup jauh di depannya, ia melompati setiap mobil yang ada di jalanan sana dengan gerakan ringan dan lincah. Sekitar sepuluh detik kemudian, ia sudah berhasil menyusul SuA. Siyeon menyetarakan langkahnya dengan bergerak di samping kanan SuA.

“Kupikir kau akan diam saja di sana.” SuA yang pertama kali buka suara, ia melirik ke arah Siyeon saat gadis itu berada di sampingnya.

“Aku sedang bicara, kau seenaknya main pergi begitu saja.” Siyeon bergumam dengan agak cemberut, sementara SuA hanya tertawa ringan melihat temannya itu menggerutu.

“Lagi pula, kenapa kau sangat bersemangat sampai ingin menemuinya? Kupikir jalan bagus jika kita memutar saja, tak perlu mendekati lelaki.” Siyeon lanjut bicara, ia merasa agak heran dengan perilaku sahabatnya itu, kenapa bisa ia malah penasaran.

“Santai saja, kenapa kau terlalu memasang penjagaan begitu?” SuA malah bertanya padanya.

“Aku yang harusnya bertanya padamu, kenapa kau terlalu santai dan terbuka?  Kupikir kemarin kau yang paling waspada mengenai manusia lain. Bahkan kau sangat waspada pada gadis yang tadi pagi.” Siyeon melontarkan teguran padanya, ia juga mengingatkan tentang perubahan yang terjadi pada diri SuA, tak lupa juga ia mengingatkan mengenai apa yang terjadi tadi pagi ketika mereka berhadapan dengan Handong. Bahkan malam sebelumnya, SuA sampai bertengkar dengan Siyeon karena perbedaan pendapat, meski pada akhirnya SuA yang mengalah karena ia sudah telajur suka dan merasa cocok bersama dengan Siyeon.

“Ah, benar juga. Kenapa aku tidak waspada ya? Aku malah penasaran pada lelaki itu.” SuA segera sadar dengan apa yang terjadi padanya, ini malah membuat Siyeon jadi lebih heran lagi.

“Kau tak berubah karakter kan?” tanya Siyeon yang mulai mempertanyakan soal kepribadian yang mungkin saja temannya ini miliki, bisa saja kepribadiannya lebih dari satu.

“Emmm tidak juga, aku masih merasa seperti diriku yang sebelumnya.” SuA membalas biasa saja, ia sama sekali tak merasa adanya keanehan pada dirinya. “Lalu bagaimana menurutmu?” Ia lanjut melontarkan pertanyaan.

“Apanya?” Siyeon bertanya balik karena pertanyaan yang temannya itu ajukan kurang spesifik.

“Mengenai lelaki yang ada di sana. Apa kau punya pemikiran tentangnya? Jika kau yakin dia berbahaya, maka kita memutar jalan saja.”

“Yah, karena kita sudah dekat dan pastinya pria ini juga sudah merasakan keberatan kita. Kenapa kita tak sapa saja dia, berharap saja yang satu ini agak ramah.” Siyeon angkat tangan, mereka memang sudah dekat dengan pria yang sedang tiduran di tengah jalan itu.

“Oh baiklah, mari kita sapa yang satu ini, semoga saja tak seperti wanita yang tadi pagi.”

“Kenapa kau membandingkannya dengan perempuan itu?” tanya Siyeon lagi, sementara kaki mereka membawa diri mereka semakin mendekat, keduanya terus berbincang.

“Mereka sama-sama terlihat tak bersenjata, dan mereka juga sama-sama tiduran di jalanan.”

“Perempuan itu pingsan, yang ini beda, sepertinya dia sengaja.” Siyeon menyangkal persamaan itu. Jelas situasi keduanya berbeda karena jika sama, maka itu akan menjadi trend tidur di tengah jalan.

“Yah, apa pun itu, tak terlalu penting. Aku akan menyapanya.” SuA tak mau ambil pusing tentang itu.

“Tentu saja kau, aku malas melakukannya.”

“Kenapa?”

“Entahlah, hanya perasaanku saja. Yah, lupakan saja, itu tak penting.” Siyeon hanya angkat bahu saja, tak mau menjelaskan lebih spesifik lagi.

Keduanya segera tiba di tempat sosok pemuda tampan yang masih saja mengarahkan kedua tangan. Pria itu tampak tak terganggu atau terusik dengan kedatangan dua gadis yang bahkan tak berusaha menenangkan diri atau berusaha hening. Dari jauh, suara langkah SuA terdengar dengan jelas, selain itu, mereka juga terus mengobrol dengan suara yang agak keras.

“Dia memang tak bersenjata. Kecuali kalau ada senjata berukuran kecil.” Bukannya menyapa, SuA malah berasumsi mengenai keadaan dan penampilan yang dimiliki oleh pria itu. Celana pendek selutut sebagai bawahan dan baju berlapis jaket sebagai atasan, tampak tak ada tempat untuk menyembunyikan sebuah senjata.

“Hm, kenapa kau tak menyapanya?” Siyeon mengangguk lalu mengingatkan pada SuA jika sebelumnya ia ingin menyapanya.

“Benar juga.” SuA sebenarnya akan bicara, tapi pemuda itu sudah mendongak me arahnya sehingga ia tiba-tiba mengurungkan niat.

“Oh hai Nona-nona? Atau mungkin aku harus memanggil kalian kakak-kakak?” Pria itulah yang pada akhirnya menyapa mereka terlebih dulu. Keduanya saling berpandangan sesaat sebelum kembali menoleh pada pemuda itu. Mereka setuju jika manusia yang ada di hadapan mereka sama sekali tak berbahaya.

“Memangnya berapa usiamu?” SuA berjongkok di dekat kepala pria itu saat mengajukan pertanyaan tersebut. Siyeon masih berdiri menyaksikan dialog yang terjadi di antara mereka.

“Entahlah, hanya saja aku merasa jika kalian sedikit lebih tua dariku.”

“Baiklah, aku hanya ingin tahu dengan apa yang sedang kau lakukan di sini? Kenapa kau tiduran di atas aspal yang kotor?” tanya SuA dengan nada yang ramah karena pria ini juga menyambut dan berbicara dengannya cukup ramah.

“Aku sudah membersihkannya, ini bersih.” Pria itu menurunkan kedua tangannya lalu menepuk-nepuk aspal jalanan itu. Sontak saja Siyeon dan SuA mengamati keadaan sekitar, mereka baru menyadari jika daerah dengan radius enam meter di sekitar sana sangat bersih seolah itu adalah daerah terlindung dari bencana dan kerusakan yang ada. Bukan hanya jalanan saja, tapi mobil-mobil yang ada di dalam lingkup radius itu juga ikut bersih sehingga keadaan catnya agak mengilap.

“Oh, bagaimana bisa semuanya sebersih ini? Apa ia melakukan perombakan dan pemersihan? Tapi itu tidak mungkin, bagaimana caranya ia melakukannya? Tak ada peralatan yang memadai. Lagi pula, jika ia melakukan semuanya, maka ini adalah perbuatan yang paling kurang kerjaan yang pernah terjadi.” Siyeon berkata dalam benaknya, ia merasa bingung dengan daerah yang benar-benar bersih ini. Angin tak meniub debu ke sekitar sini sehingga setelah dibersihkan, keadaan akan tetap bersih.

“Hmm, benar juga, jalanan di sini memang bersih.” Siyeon akhirnya berkomentar.

“Ya, meski begitu, kenapa harus di sini? Memangnya tak ada tempat lain.” SuA mengangguk menimpali, ia bahkan menoleh ke arah pria itu karena meminta jawaban darinya.

“Soal itu, aku sedang mencari tempat yang cocok untuk membentuk awan.” Pria itu memberikan jawaban yang agak menggelikan dan tak masuk akal, ini bisa dianggap sebagai lelucon. Tapi keduanya tak bereaksi dan tak mengejek.

“Membentuk awan?” tanya Siyeon yang mengulang dua kata itu, si pria hanya mengangguk saja.

“Kupikir kau sedang menggambar.” SuA bergumam pelan.

“Aku sedang membentuk awan.” Pria itu mengatakan kalimat itu lagi seperti menegaskan meski nada bicaranya biasa saja. Siyeon masih tak mengerti dengan maksud sesungguhnya dari pria itu.

“Biar kuperjelas, maksud dari membentuk awan adalah kau mengubah bentuk awan sungguhan?” tanya Siyeon yang ingin klarifikasi.

“Hm, lihat saja di atas sana. Aku masih bingung awan-awan ini harus kuapakan.” Pria itu menunjuk ke arah gumpalan awan, sebenarnya seluruh langit saat ini sedang dipenuhi dengan awan sehingga tak ada cahaya matahari yang memyinari kota meski harusnya keadaan ini sudah siang. Pada lokasi yang ditunjuk oleh si pria tampak ada kumpulan awan yang bergerak mengikuti gerakan tangannya. Saat itulah mereka berdua percaya jika pria yang sedang tiduran itu benar-benar mampu menggerakkan awan.

“Kau yang mengumpulkan semua awan ini?” tanya SuA yang agak takjub.

“Ya. Tapi setelah terkumpul, aku jadi bingung harus membuat apa.”

“Kau mengendalikan awan?” Kini Siyeon yang mengajukan pertanyaan ini. Ia benar-benar tak memercayai jika ada manusia yang mampu mengendalikan alam, meski itu adalah manusia hasil percobaan yang berhasil.

“Ya, tapi lebih dari itu.” Pria itu mengiyakan.

“Omong-omong, apa boleh kami tahu siapa namamu? Jika kau tak keberatan, bisakah memperkenalkan namamu?” SuA berucap seramah mungkin.

“Tentu saja, perkenalkan namamu adalah ....”


***

Behind the story


“Kau mengendalikan awan?” Kini Siyeon yang mengajukan pertanyaan ini. Ia benar-benar tak memercayai jika ada manusia yang mampu mengendalikan alam, meski itu adalah manusia hasil percobaan yang berhasil.

“Ya, tapi lebih dari itu.” Pria itu mengiyakan. Mendengar kalimat itu, SuA tersenyum seperti memiliki suatu rencana yang nakal.

“Apa kau bisa membuat ini?” Ia kemudian membungkuk mendekatkan mulut ke telinga pria itu. SuA menjauh lalu tersenyum.

“Bisa nggak?”

“Bisa, tapi apa kamu yakin?”

“Yakinlah. Pasti bakal gempar.”

“Oke deh kalau gitu.” Pria itu segera berdiri.

“Kamu nyuruh dia bikin apa?” tanya Siyeon yang kepo, tapi SuA hanya tersenyum.

“Ada deh, liat aja.”

“Gak nyuruh bikin anak ayam ya kan? Atau gajah?”

“Nggak.”

“Ya ampun, perasaan gue jadi gak enak deh, serius.”

Pria itu menggerak-gerakkan tangannya untuk menyusun awan agar membentuk sesuatu yang dirinya harapkan, beberapa waktu kemudian.

“Dah beres. Kuharap ini mirip.” Pria itu menggeliat.

“Waaaah keren, sesuai request aku.” SuA meloncat-loncat sambil bertepuk tangan.

“SuA, jangan-jangan itu....”

“Yap, kamu bener, itu kita.”

Di atas sana, si pria memang memuat sketsa Siyeon dan SuA dengan awan, hanya saja posisinya bentuk awan itu tampak sedang berciuman, bentuk awan Siyeon meremas payudara SuA dan SuA menyentuh organ intim Siyeon.

“Binal bangeeeet!!!!! Kalian gak ada akhlak!”

Di tempat lain.

BM menyaksikan langit bersama Jiwoo. Mereka duduk di atas Puncak gedung pencakar langit.

“Ah, langitnya gelap amat, kenapa awan nutupin langit sih?” Jiwoo mengeluh sambil menaruh kepala di bahu BM.

“Itu apaan? Kok bentuknya kayak gitu.” BM menunjuk awan berbentuk SuAyeon.

“OMG, apa-apaan itu?” Jiwoo kaget dan menutup mulut, ia menoleh pada lelaki itu.

“Jangan liat, dasar cowok mesum.” Ia menendang jatuh pria itu.

“Etdah, main sama dia kok salah mulu.” BM tak berteriak, ia hanya bergumam saja ketika badannya jatuh bebas.

Di sisi lain, Handong dan Dami juga melihat hal itu, mereka agak terkejut.

“Widih kok so sweet, kita nyobain kayak gitu yuk.” Handong bersiap mencium Dami.

“Ogah,” Dami mendorong wajah Handong, menolak mentah-mentah.

“ya ampun, mereka kok gak punya malu banget.”

“Jangan main nolak aja, cobain dulu kek, kalau manis nanti beli sekilo.”

“Emang situ jualan jeruk, peak.”

“Sebenarnya aku lagi jual diri.”

“Eh buset.”

“Makanya cicipin dong.”

“Ogah,  mending gue pulang aja ah.” Dami segera pergi.

“Dih, dia mah susah banget deh diajaknya. Aku makin tertantang jadinya. Beb tungguin.” Handong segeramengejarnya.

Di sisi lain.

Gahyeon sedang latihan menembak burung, tapi tiba-tiba JiU menutup matanya saat ia membidik ke arah langit.

“Ih, kenapa mata aku ditutup.”

“Burungnya jahat, mereka saling patuk.” JiU membalas. Ia tak akan membiarkan Gahyeon memandang awan yang tiba-tiba berubah itu.

“Kalau gitu aku tembak aja deh.”

“Jangan, mereka lagi bikin anak.”

“Eh? Katanya jahat, kok bikin anak?”

“Emm, emang gitu, mereka saling patuk sambil bikin anak.”

“Aku gak ngerti, mana liat.”

“Jangan!” JiU melarang.

“Kalau gitu contohin.”

“Oke.” JiU hendak mencium bibir Gahyeon, tapi Yoohyeon segera menjewer telinga kanannya.

“Aw aw sakit,  ampun.”

“Itu sama aja, oon. Dilarang liat, malah diajak praktek beneran.” Yoohyeon bicara dengan kasar pada JiU.

“Ampun, aku Cuma canda.”

“Ih, kalian lagi ngapain? Lagi contohin burung jahat saling patuk yang lagi bikiin anak?” tanya Gahyeon polos.

“Hadeh, au ah.”

***

Yaps,  itulah part mereka. Niatnya aku mau nambah, tapi kelanjutan dari ini belum rapi, ditambah hari ini aku udah nulis 6000 kata. Agak pegel juga. Jadi ditunda aja buat besok-besok.

Btw ada yant bisa tebak siapa cowok yang muncul kali ini?

Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang