Part JiU, Yoohyeon and Gahyeon
Waktu sudah berlalu cukup lama, dikarenakan keadaan langit yang terus mendung, tak ada satu pun yang mengetahui seberapa lama waktu telah berlalu. Intinya, saat ini pasti sudah menjelang sore dan mungkin sebentar lagi akan gelap. Yoohyeon, JiU dan Gahyeon berjalan dengan langkah yang pelan. Untunglah mereka sudah berada di wilayah bangunan yang sebagian besar masih utuh meski tampak kotor dan lapuk.
Sebenarnya Yoohyeon bisa berjalan kaki jauh lebih cepat dari ini, namun sayang sekali baginya karena dua gadis yang berjalan bersamanya memiliki stamina yang buruk sehingga perjalanannya sangat lambat.
Karena hal ini merupakan tubuh alami mereka yang lemah, Yoohyeon tak bisa berbuat apa-apa, rasanya akan sangat percuma jika memarahi dan membentak keduanya. Ia mungkin bisa memaksa membuat mereka berlari sekuat tenaga seperti yang ia lakukan beberapa hari lalu pada Gahyeon, tapi keadaan saat ini tak terlalu mendesak sehingga mengharuskan dirinya melakukan hal itu. Akhirnya, Yoohyeon hanya bisa pasrah berjalan kaki dengan kecepatan yang teramat sangat lambat.
“Aku lelah, gendong aku dong.” Gahyeon segera mendaratkan pantatnya di atas sebongkah reruntuhan bangunan, sepertinya ia sudah tidak mampu lagi untuk berjalan, ia berkeringat. Tepat dua langkah di depannya, JiU membungkuk menaruh dua tangan di lutut.
“Maaf, tapi aku juga lelah.” JiU menggeleng pelan. Keadaannya tampak lebih parah dari Gahyeon, kulitnya mulai memucat. Napasnya terengah-engah. Gahyeon menoleh pada Yoohyeon yang kira-kira berjarak sekitar sepuluh langkah di hadapan Gahyeon, tampak jika Yoohyeon sedang berdiri menyilangkan tangan di dada, keadaannya baik-baik saja seolah dirinya tidak pernah bergerak, benar-benar bertolak belakang dengan kedua gadis itu.
“Kakak, bagaimana jika kita istirahat dulu? Lagi pula jika kita pergi terlalu jauh, pria itu tak bisa menemukan keberadaan kita.” Gahyeon memberikan usulan dan alasan untuk mereka beristirahat. Ia beralasan jika mungkin saja Yeosang akan memiliki kesulitan andaikan ia kembali.
“Dia tidak akan kesulitan, melacak keberadaan kita adalah hal yang mudah baginya.” Yoohyeon menyangkal ucapan itu. Mengingat Yeosang mampu berubah menjadi makhluk buas atau monster, Yeosang akan teramat sangat mudah untuk menemukan mereka. Banyak binatang monster yang memiliki indra yang tajam dan dapat diandalkan.
“Huh, tapi aku lelah. Kita bermalam saja di sini.” Gahyeon membalas dengan nada yang memelas.
“Aku juga lelah, kepalaku agak pusing juga.” JiU merosot duduk seenaknya. Entah sangat kebetulan atau memang sudah seperti itu, tapi ketiganya memakai celana yang sama-sama sangat pendek sehingga saat duduk di sembarang tempat, paha mereka juga akan ikut kotor. Meski melihat ekspresi kedua gadis itu, Yoohyeon dama sekali tak tersentuh dan tak luluh.
“Masih ada beberapa jam sebelum langit benar-benar gelap, kita tak bisa membuang-buang waktu.” Yoohyeon berbicara dengan nada yang dingin, ia menolak untuk berhenti.
“Tapi kakiku sudah tak kuat berjalan lagi.” Gahyeon membalas dengan lemah dan lesu.
“Aku juga,” tambah JiU.
“Kalau begitu aku akan menyeret kaki kalian.”
“Ah tidak, tidak! Jangan lakukan itu.” Gahyeon buru-buru berdiri. Mengingat ia sudah pernah diseret sebelumnya oleh Yoohyeon, ia sadar jika gadis di hadapannya tidak akan ragu untuk melakukannya lagi.
“Diseret itu seperti apa?” tanya JiU sambil garuk-garuk kepala.
“Dengar, jika bukan karena perbuatanmu, kita mungkin sudah mengumpulkan segala yang dibutuhkan untuk membuat energi. Tapi kau malah melemparkan batu itu.”
“Aku menyesal dan sudah minta maaf. Lagi pula, mau bagaimana lagi? Itu tidak sengaja.” Gahyeon berbicara dengan ekspresi yang suram dan ia cemberut.
“Cih, sudahlah. Aku akan meninggalkan kalian di sini.” Yoohyeon yang merasa bosan mengobrol dengan Gahyeon memutuskan untuk pergi saja.
“Jangan!” Gahyeon berteriak lalu bergerak menuju Yoohyeon untuk memeluknya, namun Yoohyeon melihat gerakan itu sehingga ia menghindar dengan mudah. Gahyeon hanya menangkap udara sehingga ia terjatuh menghantam jalanan dalam keadaan tengkurap.
“Kakak, kenapa kau menghindar. Ini sakit.” Gahyeon perlahan bangkit duduk.
“Jangan pernah menyentuhku. Apa kau harus kuhajar dulu agar mengingat itu?”
“Kasar.” Gahyeon beranjak dari posisinya. Sebelum ia sempat lanjut berbicara, tiba-tiba saja titik-titik air jatuh dari langit. Berbeda dari tempat lainnya, di daerah sini hujan tidak turun secara langsung deras, tapi perlahan.
“Hujan?” tanya Yoohyeon yang langsung mendongak, ia berucap dengan nada yang pelan.
“Wah, ada air dari atas.” JiU malah langsung mengulurkan kedua tangannya, sengaja membiarkan telapak tangannya terkena air hujanーbeserta seluruh tubuhnya. JiU tampak memasang ekspresi yang senang, ia seperti melihat hal baru yang menurutnya mengagumkan.
“Hujan turun?” tanya Gahyeon pelan sambil mengarahkan kedua telapak tangannya ke atas.
“Cepat berlindung.” Yoohyeon kemudian bergerak pergi. Hanya sekitar sepuluh meter saja dari dana terdapat sebuah bangunan yang memiliki atap utuh, itu bisa melindungi mereka dari air hujan.
“Kakak ayo pergi,” ajak Gahyeon yang menarik tangan kiri JiU, ia berniat menarik JiU untuk mengikuti Yoohyeon, tapi tampaknya JiU enggan pergi dari sana.
“Kenapa ada air turun dari langit? Tak ada danau dan tak ada cipratan.” JiU seperti kagum dengan air hujan, ia tak memedulikan Gahyeon yang berusaha menariknya pergi dari sana. Setiap detiknya tetes air yang jatuh semakin banyak.
“Ini namanya hujan. Ayo kita berlindung.” Gahyeon membalas sambil mencoba sebaik mungkin menarik tangan JiU pergi, tapi tampaknya usaha yang dirinya lakukan gagal. Padahal ia sudah mengeratkan gigi sampai matanya terpejam, tapi apa yang diperbuatnya tampak bukan apa-apa bagi JiU yang tidak peduli.
“Aduh, kenapa kita harus berlindung? Ini hanya air bukan? Apa ada ikan juga yang akan turun?” JiU menoleh dan mengajukan pertanyaan polos itu. Gahyeon berhenti dari usahanya menarik JiU, ia membuka mata lalu membalas.
“Bahasnya di tempat kering, ayo pergi dulu. Duh, badan aku mulai basah.” Gahyeon kembali menarik JiU, kali ini JiU bergerak melangkah, meski sebenarnya pandangannya masih tertuju ke arah langit dengan ekpsresi yang terpukau, bahkan tangan kananya masih terulur.
Ketika mereka memasuki sebuah bangunan toko, hujan langsung turun dengan derasnya seolah air ditumpahkan dari langit sekaligus.
“Langsung deras. Huh, susah sekali membawa kakak ini pergi, tapi kita berhasil tepat waktu.” Gahyeon tampak lega karena mereka berhasil berada di tempat teduh sebelum hujan deras turun. Yoohyeon di sisi lain tidak mengamati mereka karena ia memeriksa keadaan bangunan itu, siapa tahu di dalam sini adalah sarang monster.
“Airnya banyak.” JiU hendak berlari keluar untuk hujan-hujanan, tapi Gahyeon segera menahannya dengan cara memeluk tubuh gadis cantik itu.
“Kakak, jangan kita bisa dimarahi lagi.” Ia menahan dengan sekuat tenaga.
“Airnya banyak. Ayo main air.” JiU mengajak Gahyeon dengan ekspresi yang polos. Sangat disayangkan karakternya yang terlalu kekanakan, entah mengapa bisa dirinya jadi seperti itu.
“Aku mau, tapi kita bisa dimarahi lagi.” Gahyeon membalas dengan penolakan.
“Tapi main air sebanyak ini pasti menyenangkan.”
“Menyenangkan sesaat, bagaimana jika kita dimarahi lalu ditinggalkan begitu saja?”
“Oh, benar juga, dia suka marah-marah.” JiU ingat dengan ekspresi dingin dan kejam Yoohyeon, maka dari itu ia menurut mengikuti Gahyeon masuk ke dalam bangunan, ia menurunkan niat untuk bermain air hujan. Untuk sekali lagi Gahyeon merasa lega karena JiU mau mendengarkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)
Science FictionIni cerita fanfiction ya, buat yang gak suka, mungkin boleh lihat-lihat dulu, siapa tahu jadi penasaran lalu bisa tertarik dan berakhir suka. Cerita mengandung humor, mohon maklumi kalau ada hal-hal yang konyol dan candaan tak sesuai kondisi, sengaj...