160 – Kembali ke Tempat Jiu Berada.
Part Gahyeon and Dami.
Setelah beberapa adu mulut, Dami mengalah dan meminta Gahyeon menunjukkan lokasi orang yang butuh pertolongan itu. Sebenarnya ia mengikuti Gahyeon bukan untuk membantu, hanya saja ia ingin melihat seperti apa keadaan orang itu dan untuk menghentikan celotehan Gahyeon sendiri.
Dami tidak memiliki kemampuan untuk memulihkan yang terluka, apalagi merawat mereka yang keadaannya sekarat. Terlebih Dami sudah tidak memiliki apa-apa untuk digunakan dalam pemulihan, yang ada pada dirinya sejak awal hanyalah tombaknya saja.
Sudah sekitar seperempat jam mereka meninggalkan tempat di mana keduanya bertemu, tapi Dami merasa jika mereka belum bergerak sejauh seratus meter. Hal ini terjadi dikarenakan Gahyeon yang bergerak sangat lambat, ia tampak kesusahan dan kesakitan saat meloncat atau melompati reruntuhan yang menyembul ke permukaan.
“Sepertinya cederanya agak buruk, dia juga bergerak terlalu lambat. Mau tak mau aku harus menggendongnya,” pikir Dami saat menyaksikan Gahyeon yang kesusahan dan tampak meringis setiap melangkah atau mendaratkan kakinya yang memang tampak meninggalkan jejak darah.
“Hei!” Dami segera memanggil Gahyeon, tampak gadis itu hendak meloncat, ia terkejut dan mengurungkan diri seketika, hal itu membuatnya hampir meloncat ke dalam air, untungnya Gahyeon berhasil menyeimbangkan diri.
“Huh, hampir saja.” Gahyeon menghela napas lega, ia kemudian menoleh ke arah Dami.
“Ah, kenapa kamu tiba-tiba mengeluarkan suara keras? Aku jadi kaget, hampir saja aku menjatuhkannya.” Gahyeon agak kesal saat ia berbicara. Dami tentu saja tidak paham dengan apa maksud dari perkataan Gahyeon.
“Menjatuhkan apa? Aku tidak melihat kau membawa sesuatu.”
“Payudaraku, tentu saja. Kamu tidak lihat?” Gahyeon membusungkan dadanya, hal itu membuat payudaranya yang hanya tertutup setengah bagian malah semakin menonjol. Sudah diketahui jika pakaian Gahyeon memang terlalu minim dan ketat.
“Mana mungkin bisa jatuh!” Dami langsung membentaknya membuat Gahyeon menutupi kedua lubang telinganya, ia juga memejamkan mata.
“Oh, tidak ya. Ehehehe.”
“Lagi pula, untuk bocah sependek dia, mengapa bisa dia punya payudara sebesar itu.” Dami bertanya-tanya dalam benaknya karena perbandingan dengan miliknya terlalu jauh.
“Apa ada alasan khusus kenapa kau berpenampilan seperti itu?” tanya Dami yang kembali bernada bicara seperti sebelumnya, ia agak pemasaran dengan penampilan Gahyeon yang ternyata terlalu terbuka ketika ia tidak mengenakan jaketnya. Gahyeon menurunkan tangan lalu kembali memandang Dami sambil memandang ekspresi jenakanya.
“Ah ini, sejak awal pakaianku sudah seperti ini. Sebenarnya aku punya sepatu dan jaket, hanya saja kemarin basah dan terpaksa aku melepasnya.” Gahyeon menunduk melihat penampilannya sebelum beberapa detik kemudian mengangkat wajah memandang Dami lagi.
“Dan?”
“Dan gara-gara serangan robot itu, aku tidak sempat memakainya lagi.”
“Serangan robot?” tanya Dami yang tampak memandang ekspresi heran.
“Ceritanya nanti saja, kita harus bergegas.” Gahyeon menyela percakapan mereka, ia mengingatkan kembali jika JiU harus sesegera mungkin mendapatkan pertolongan. Sebenarnya Gahyeon ingin menunggu Yoohyeon pulang, tapi sudah sepanjang malam Yoohyeon masih belum kembali juga, ia tidak bisa menunggu terlalu lama karena JiU bisa saja mengalami hal yang lebih buruk dari ini.
Maka Gahyeon kembali berbalik melanjutkan lompatan yang tadi terhenti, Dami segera saja mengikutinya, ia mengamati usaha Gahyeon yang kesusahan melompati reruntuhan.
“Kau terus bilang ‘bergegas' tapi jalanmu terlalu santai.” Dami segera menyinggung Gahyeon yang bergerak terlalu lambat sejak tadi.
“Aku tidak bersantai, ini adalah kecepatan terbaikku.” Gahyeon menyangkal tuduhan Dami. Ia berhenti di atas sebuah reruntuhan sambil coba menghela napas.
“Yang benar saja. Manusia biasa masih jauh lebih baik darimu.” Dami melontarkan ejekan dengan nada datarnya.
“Lagi pula aku melompat, bukannya berjalan.” Gahyeon melanjutkan ucapannya, mengoreksi perkataan Dami. Sementara Dami sudah tidak peduli lagi, ia hanya ingin sesegera mungkin tiba dan secepat mungkin meninggalkan Gahyeon.
“Perlukah kau kugendong?” Dami langsung menawarkan diri, ia bisa membawa Gahyeon pergi sehingga mereka bisa mempersingkat waktu.
“Tidak perlu, kakakku ada di sana.” Gahyeon menunjuk ke arah bangunan yang runtuh di depan mereka. Dami menoleh melihat ke arah tempat yang Gahyeon tunjuk. Itu adalah gedung puluhan lantai yang runtuhーtempat Gahyeon meninggalkan JiU sebelumnya. Tampaknya mereka sudah cukup dekat dari lokasi dikarenakan bangunan itu sudah terlihat dengan jelas dari tempat mereka berada. Setelah melihat itu, Dami memalingkan matanya ke arah lain sambil menggeleng.
“Masih agak jauh, aku akan membawamu, katakan saja di mana lokasinya.” Dami kembali berucap mengenai membawa Gahyeon bersamanya. Memang jaraknya masih agak jauh dari sana.
“Aku akan menunjukkannya.” Gahyeon menggeleng menolak. Keduanya lalu lanjut bergerak.
“Huh, omong-omong kenapa kakimu terluka?” tanya Dami yang sekadar basa-basi saja.
“Kakiku?” Gahyeon berhenti lalu melihat kakinya.
“Uwaaaa! Kakiku berdarah!” Gahyeon langsung berteriak histeris saat melihat jika telapak kakinya berdarah seolah sejak tadi ia tidak menyadari jika kakinya cedera.
“Dia baru sadar?” gumam Dami saat melihat reaksi itu. Ia segera mendekat dan berkata dengan tekanan “Jangan berisik, apa kau ingin memancing makhluk-makhluk seperti tadi muncul?”
“Maaf.” Gahyeon menggeleng lalu membungkam mulutnya.
“Kemari, aku akan menggendongmu.” Dami mendekat, tapi Gahyeon langsung mundur satu langkah.
“Tidak perlu, aku baik-baik saja.” Gahyeon menggeleng menolak lagi.
“Huh, kita hanya membuang-buang waktu. Kau sendiri cedera. Apa kau tidak mau karena keleletanmu orang itu sudah terlambat diselamatkan?” tanya Dami yang sepertinya sudah agak hilang kesabaran karena Gahyeon yang tetap pada pendiriannya. Ketika memikirkan JiU, Gahyeon yang tidak mau terjadi apa-apa pada Gahyeon sadar jika apa yang Dami katakan memang benar.
“Ah benar juga. Kalau begitu ayo.” Tanpa Dami duga, Gahyeon langsung merangkulnya mengaitkan kedua kaki di pinggang Dami.
“Astaga, tidak seperti ini juga!” Dami langsung melepaskan Gahyeon dengan kasar membuat Gahyeon jatuh seketika.
“Aw.” Gahyeon meringis ketika Dami menjatuhkannya, tentu saja pantatnya yang pertama kali membentur reruntuhan langsung sakit seketika.
“Kamu ... kamu kenapa malah menjatuhkanku?” tanya Gahyeon dengan kesal.
“Naik ke punggung, bukan seperti barusan.”
“Ish, bukan berarti aku harus dijatuhkan juga kan? Pantat aku sakit.”
“Diamlah, ayo kita pergi.” Tidak mau adu mulut lebih lama, Dami pada akhirnya berjongkok untuk menggendong Gahyeon. Alasannya tentu untuk mempercepat langkah dan perjalanan mereka, Gahyeon yang kakinya cedera jelas akan menambah lama perjalanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)
Science FictionIni cerita fanfiction ya, buat yang gak suka, mungkin boleh lihat-lihat dulu, siapa tahu jadi penasaran lalu bisa tertarik dan berakhir suka. Cerita mengandung humor, mohon maklumi kalau ada hal-hal yang konyol dan candaan tak sesuai kondisi, sengaj...