167 – Melacak?
Mencari barang di wilayah banjir dengan cuaca seperti ini bukan sesuatu yang tepat untuk dilakukan. Perbuatan itu hanya akan menyiksa diri dan membuang waktu percuma. Menunggu hujan reda juga bukan pilihan karena mereka tidak tahu kapan hujan akan reda, ditambah jika hujan terus seperti ini maka akan ada banjir lagi yang bisa menghanyutkan barang-barang mereka.
Ketika sedang berpikir dengan sangat fokus, tiba-tiba saja JiU seperti mendapatkan jalan keluarnya, ia segera menoleh memandang Gahyeon.
“Adik, apa kamu bisa melacak laptop kamu?” tanya JiU yang entah bisa mendapat ide itu dari mana.
“Ah, benar juga. Aku bisa melakukan itu. Sebentar, aku akan mencobanya.” Gahyeon berlari keluar, tapi baru saja empat langkah, suara guntur membuatnya berteriak lalu kembali berlari ke sana. JiU sendiri menutup lubang telinga menggunakan kedua tangan meski tetap saja ia agak berjengit. Sementara Dami hanya memandang tingkah kekanakan kedua gadis itu.
“Kupikir mereka mulai terlihat cerdas, tapi itu imajinasiku saja.” Dami berucap datar dalam benaknya.
“Sepertinya ... aku perlu bantuan.” Gahyeon tersenyum kikuk saat mendapati tatapan datar dari Dami.
“Aku tidak mengerti apa yang sedang kau pikirkan, tapi jika kau bisa melakukan pelacakan maka kau coba lacak di sekitar sini, biar aku yang akan mengambilnya jika sudah ditemukan.” Dami berjalan ke arah luar, ia hanya meregangkan jari-jarinya yang hal tersebut langsung membuat tombaknya bergerak lalu terbang menuju tangan kanannya. Gahyeon langsung menyusulnya.
“Tunggu aku!” JiU yang tidak mau sendirian juga langsung berlari mengejar mereka. Ketiganya segera berjalan menuju ke luar bangunan. Setibanya di sana, suara hujan yang berisik dan suhu yang sangat dingin langsung saja menyambut mereka. Secara otomatis JiU dan Gahyeon langsung berpelukan, mereka menggigil saat suhu dingin ekstrem itu menyentuh kulit mereka. Dami sendiri langsung meningkatkan suhu panas pada tubuhnya ketika ia merasa kedinginan.
JiU dan Gahyeon langsung mengeluh dan memprotes soal suhu yang terasa amat dingin bagi mereka. Sayang sekali JiU tidak menyadari bagaimana cara dia mengendalikan energi panas di dalam tubuhnya, hal tersebut membuat tubuhnya merasakan kedinginan luar biasa saat ini.
“Suhu ini, jika terus seperti ini maka tidak lama lagi seluruh daerah ini akan dipenuhi hujan es.” Dami bergumam pelan saat merasakan suhu dan menyaksikan hujan di luar bangunan. Ia tiba-tiba saja tersentak kaget ketika tiba-tiba JiU dan Gahyeon memeluknya.
“Kalian! Apa-apaan ini?!” tanyanya dengan kesal pada kedua gadis itu.
“Dingin!” balas JiU sambil memeluk erat Dami dari belakang.
“Kita kedinginan, suhu badan kamu kan hangat, jadi kami memelukmu!” Gahyeon menjawab seenaknya, bisa dibilang perkataan dan perbuatannya tidak tahu malu.
“Hum.” JiU mengangguk.
“Yang benar saja. Enyah dariku!” Dami langsung mencoba mendorong Gahyeon dan JiU agar melepaskannya. Tentu saja keduanya menolak.
“Tidak mau, suhunya sangat dingin, aku dan kakakku bisa mati kedinginan!”
Tidak ingin berdebat dan meladeni dua gadis itu, Dami menghela napas lalu mengambil solusi untuk masalah mereka saat ini.
“Huh, aku akan meningkatkan suhu tubuhku untuk membuat kalian hangat, menjauh dariku jika tidak ingin terbakar.” Setelah mengatakan itu, maka kedua gadis itu baru bersedia melepaskan Dami. Sekujur tubuh Dami tampak dilapisi oleh energi berwarna bara api, itu tidak terlalu menyala terang, tapi efeknya langsung terasa oleh JiU dan Gahyeon.
“Ah hangatnya.”
“Sekarang carilah benda itu. Aku ingin bertanya beberapa hal pada kalian.”
“Oke. Sebentar.” Gahyeon berbalik membelakangi Dami lalu berjalan ke depan tepat di depan jendela. Ia memejamkan mata sambil menyentuh pelipis dengan masing-masing jari telunjuk yang merapat dengan jari tengah.
“Aku terhubung, lokasinya ternyata tidak jauh dari sini,” gumam Gahyeon. “Tunggu sebentar, aku memerlukan sedikit waktu lagi.”
“Aneh. Dilihat dari sisi mana pun, apa yang dia lakukan sama persis seperti melakukan telepati. Kupikir ada cara khusus untuk melacak benda yang dicarinya.” Dami yang menyaksikan itu berucap dalam benaknya. Ia agak heran dengan apa yang sedang dilakukan Gahyeon, hal tersebut sama sekali bukan sesuatu yang ia pikirkan, Dami tidak menduga jika Gahyeon akan melakukan pelacakan dengan perilaku layaknya melakukan telepati.
Sementara saat Gahyeon sedang fokus melacak, bibirnya tiba-tiba bersenandung menyanyikan lagu yang sudah beberapa kali dia nyanyikan. Lagu yang terdengar seperti lagu cerita diperuntukkan untuk anak-anak itu ia senandungkan. Secara otomatis JiU mengiringi dengan tepukan tangan sebagai musik.
“Kenapa kalian melakukan itu? Itu terdengar menggelikan.” Dami memandang datar pada Gahyeon lalu beralih pada JiU yang sepertinya senang mendengarkan, ia tersenyum sambil memejamkan matanya.
“Sssttt, jangan ganggu konsentrasiku.” Gahyeon mengarahkan tangan pada Dami sebagai isyarat untuknya agar bungkam. Setelah itu, Gahyeon kembali bersenandung lalu menaruh dua jarinya lagi ke pelipis.
“Ini konyol, mengapa aku harus berada bersama dengan dua wanita bodoh seperti ini?” tanya Dami dalam benaknya. Ia seperti mulai jengah dengan tingkah laku Gahyeon dan JiU.
Tak memerlukan waktu terlalu lama, Gahyeon menemukan sinyal laptopnya. Ia langsung membuka matanya sambil menyngging senyum senang karena berhasil dalam percobaan pertama.
“Dapat, itu sekitar lima ratus meter ke arah sana.” Gahyeon menunjuk sebuah bangunan yang berada tepat di arah lokasi laptopnya berada. Dami mengikuti arah tatapan Gahyeon.
“Apakah letaknya lurus dari sini?” tanya Dami. Gahyeon segera mengangguk lalu menoleh pada Dami.
“Ya, aku menunjuk lokasi yang tepat.” Gahyeon langsung berjalan ke hadapan Dami yang masih berdekatan dengan JiU.
“Lima ratus meter dari sini, kurang lebih.” Dami mengulang untuk meyakinkan dan menegaskan agar tidak ada kesalahan dalam pengucapan Gahyeon. Perlu diketahui jika di sana agak berisik dikarenakan suara tetes air hujan.
“Hum.” Gahyeon mengangguk sebagai konfirmasi.
“Seperti apa bentuknya?” tanya Dami yang ingin tahu spesifik bentuk tas yang Gahyeon tinggalkan.
“Yang berisi laptop itu bentuknya persegi panjang.” Gahyeon memberitahu, ia bahkan mengisyaratkan dengan gerak kedua tangannya, isyarat tangannya jelas membentuk persegi panjang seukuran laptop. “Yang satu lagi seperti tas biasa, tas gendong yang agak besar. Keduanya sama-sama warna hitam, lalu di dalamnya ada ....”
“Oke, kalau begitu akan kuambil sekarang.” Dami yang merasa sudah mendapatkan informasi yang cukup segera saja menyela ucapan Gahyeon. Bukan hanya itu saja, tanpa Gahyeon sadari Dami sudah pergi dari hadapannya menuju guyuran hujan.
“Aahhhhh!”
“Dingin!” Keduanya berteriak sekeras mungkin saat Dami pergi, suhu dingin tiba-tiba menyerang mereka. Dikarenakan Dami pergi, suhu panas yang dikeluarkan dari tubuh Dami langsung lenyap begitu saja membuat suhu dingin kembali menyerang mereka. Karena tidak ingin tersiksa lebih lama lagi oleh suhu dingin, mereka langsung berlari kembali ke dalam bangunan.
***
Adegan mereka panjang juga ya? Harusnya aku jeda dulu lalu pindah ke adegan lain, sayangnya setting waktunya harus kusesuaikan. Berikutnya kembali ke Sua yang lagi galau, apa yang menimpa dia berikutnya? Simak di bab berikutnya.
Btw, ternyata kalau mereka yang suka dengan cerita bertemakan dan bergenre kayak gini, mereka langsung marathon baca dari bab 1 sampai bab terakhir update, ada beberapa reader yang kasih like terus dari awal bab 1. Biasanya mereka baca seharian bahkan lebih dari dua hari terus baca.😍
Beda sih sama yang ngerasa dapet zonk, liat bab 1 doang, udah deh pergi gitu aja. 😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)
Science FictionIni cerita fanfiction ya, buat yang gak suka, mungkin boleh lihat-lihat dulu, siapa tahu jadi penasaran lalu bisa tertarik dan berakhir suka. Cerita mengandung humor, mohon maklumi kalau ada hal-hal yang konyol dan candaan tak sesuai kondisi, sengaj...