13 - bayangan

294 63 12
                                    

13 – Bayangan seorang pria di masa lalu


Yoohyeon memegangi kepalanya, ada bagian-bagian ingatan yang mengalir dalam kepalanya, dia melihat bayangan seorang lelaki, bayangan tentang mereka sedang jalan-jalan bersama menyusuri sebuah lorong.

“Yoohyeon.” Pria itu memanggil namanya dengan senyum, mereka bergandengan tangan. Jari-jari mereka saling bertautan.

“Kau tak punya tempat yang romantis untuk jalan-jalan dan menghabiskan waktu? Di sini gelap dan aku bisa menghajarmu kapan saja.” Entah bercanda atau tidak, nada bicara Yoohyeon yang agak dingin membuat pria itu tak tahu apakah Yoohyeon sedang bercanda atau berbicara serius. Saat ini mereka memang sedang berada di dalam sebuah kapal selam yang memiliki penerangan remang, suasana sedang sepi dan hening. Yoohyeon mengenakan celana pendek hitam sepaha dan kaus dengan jaket yang dibuka begitu saja, sementara pria itu mengenakan celana panjang hitam dan singlet putih, seperti baru selesai bekerja dan merasa gerah.

“Kasar sekali, kalau begitu ayo kita ke atas.” Pria itu mengajak dengan bibir tersenyum dan wajah yang berharap.

“Memangnya kita berada di permukaan?” tanya gadis itu. Rambutnya yang hitam panjang dibiarkan tergerai begitu saja.

“Ya, mesin sudah dimatikan, semua sedang beristirahat.”

“Bagus.”

“Nah, bagaimana kalau kita melihat  langit malam? Mungkin banyak bintang dan bulan.” Pria itu memberi usulan.

“Sangat klasik, itu membosankan.” Perkataan tajam Yoohyeon benar-benar menusuk, pria itu pura-pura sakit hati, tapi dia segera memasang ekspresi yang memelas.

“Ayolah, pasti indah.”

“Aku tak yakin, kapten mungkin akan marah.”

“Tidak, jika tak ada yang tahu.” Merasa tak tega, akhirnya Yoohyeon mengiyakan dan setuju.

“Jika terjadi apa-apa, kau yang tanggung jawab.”

“Sepakat.” Lelaki itu langsung saja menyepakati tanpa berpikir dulu. Ini memang kesempatan yang bagus dan tak boleh disia-siakan, maka dari itu ia akan mengambil risiko untuk menghabiskan waktu luang bersama dengan gadis cantik itu.

Maka mereka menaiki tangga besi yang tegak lurus menuju ke atas, Yoohyeon berada di belakangnya atau tepatnya berada di bawah pria itu. Mereka naik dengan cepat, membuka pintu dan pemandangan luar adalah lautan lepas dengan langit malam, mereka keluar dari kapal selam dan memandang langit.

“Indah bukan?” tanya pria itu. Setelah memandang langit, dia menoleh pada Yoohyeon.

“Biasa saja, indah dari mana?”  Yoohyeon membalas dengan datar, sama sekali tak terpesona dengan pemandangan langit dengan bulan purnama yang cerah dan bertabur dengan bintang, angin laut berembus, membuat rambut indahnya berkibar.

“Kau sama sekali tak romantis.”

“Kau yang payah membuat momen romantis.” Yoohyeon membalas dengan ketus.
Maka beberapa saat mereka hanya diam dan memandang lautan juga langit, keduanya berpegangan tangan menikmati momen itu.

Pria itu menarik wajah Yoohyeon mendekat dan mereka saling bertatapan, lalu wajah mereka semakin mendekat, hanya kurang dari satu jengkal saja jaraknya, mereka dapat merasakan napas masing-masing, saat jarak bibir mereka sangat dekat dan akan saling bersentuhan ....

Tiba-tiba bayangan itu kabur dan Yoohyeon merasa sakit kepala. Di dalam ruangan kendali itu, dia meraih sebuah kursi dan duduk di atasnya. Mengistirahatkan diri dan kepalanya.

“Pria itu, siapa dia?” Yoohyeon Meringis pelan.
Maka Gahyeon menyusulnya ke sana.

“Kakak, kenapa kau meninggalkanku di luar?” Gahyeon segera memprotes saat mereka berhadapan, tapi Yoohyeon hanya meliriknya sesaat dan segera membuang tatapannya. Sama sekali tak menyahut. Gahyeon berjalan ke sampingnya.

“Apa kau mencari sesuatu? Aku bisa membantumu.” Dengan nada yang ramah dan baik hati, dia menawarkan bantuan, sayang sekali sesuatu yang dicari Yoohyeon sama sekali tak mudah untuk ditemukan.

“Tak ada.” Yoohyeon tampak jelas tak ingin mengatakan apa-apa padanya. Gahyeon cemberut, dia menaruh laptop di depan komputer dan coba meraih sesuatu yang terselip di dekat bagian atap. Setelah itu, ia mengambil kembali barang miliknya.

“Sudah malam, siapkan tempat untuk tidur.” Yoohyeon bersikap seperti biasanya dan berjalan pergi. Gahyeon mengekor dan mereka tiba di dalam ruangan yang dulunya adalah kamar. Keadaannya berantakan, di atas sana terselip sebuah kantung tidur putih. Di sini terdapat beberapa kamar, malah cukup banyak kamar.

Yoohyeon memeriksa keadaan kamar, sementara Gahyeon menepuk-nepuk ranjang yang berdebu. Karena itu tak layak pakai, maka Gahyeon melihat ada seprai terlipat rapi terselip di atas sana.
Gahyeon melompat-lompat coba meraih benda itu.

“Ih, kok tinggi banget sih, susah diambilnya.” Ia menggerutu saat usahanya gagal, dia melompat-lompat lagi untuk meraih seprai. Yoohyeon teralihkan dari kegiatannya dan memandang apa yang diperbuat oleh gadis muda itu, keningnya agak mengernyit dan merasa bingung karena ia mendapati Gahyeon yang melompat-lompat dengan ketinggian lompatan yang ... sangat pendek, maka  Yoohyeon merasa tak sabar dengan itu, segera saja meraihnya untuk Gahyeon. Ia melemparkan seprai ke wajah gadis itu dan menjauh.

“Kau sering melompat-lompat, tapi bahkan itu tak sampai seperempat meter. Bagaimana bisa kau hidup dengan itu?” Jelas itu adalah kalimat ejekan. Gahyeon menyibak seprai dari wajahnya dan menampilkan senyum polos.

“Kakak, jangan salah. Aku terlahir seperti ini, tubuhku tercipta untuk menjadi menggemaskan dan imut saja. Tak seperti dirimu, tubuhmu sangat kuat dan tercipta untuk menerima kekuatan hebat. Aku tidak, jadi mengertilah batasanku.” Dia menyangkal dan membela diri dengan alasan terbaik yang mampu dia katakan.

“Terserah.” Yoohyeon tak mau menanggapi lebih dan segera melanjutkan kegiatannya. Gahyeon menggelar seprai baru yang bersih.

“Omong-omong, kita bisa tidur bersama, aku tak keberatan menjadi bantal gulingmu.” Dia berbicara setelah selesai merapikan ranjang.

“Amit-amit.” Gahyeon cemberut dan segera melanjutkan pekerjaannya.

“Aku hanya memiliki satu tabung cairan itu, jika bisa. Cari tahu di mana aku bisa mendapatkannya.” Yoohyeon pergi meninggalkan dia untuk bekerja sendiri.

“Bahkan tak menunggu untuk mendapat balasan dariku, dingin sekali.” Gahyeon sebal dengan tingkah Yoohyeon yang terlalu apatis padanya.

“Tak akan ada berita dan info apa-apa mengenai cairan itu, jika sudah kutemukan, mana mungkin aku memiliki satu, aku harusnya sudah mengantongi banyak cairan energi itu.” Maka setelah selesai dengan urusannya di sini, Gahyeon malah keluar dan mencari keberadaan Yoohyeon yang dia rasa sendiri jika wanita itu agak berbeda, dingin dan cueknya tetap sama, tapi dari ekspresi wajahnya, ada sesuatu yang sedang dipikirkannya.

“Dan kenapa aku tak boleh tahu? Misterius sekali, padahal aku bisa memberikan bantuan yang cocok dan sesuai , bayiku mampu melakukan pelacakan.” Gahyeon berjalan sambil menggerutu. Dia mendangkalkan sebuah pintu yang tertutup dengan cukup keras.
Sudah tahu dan pasti apa yang dia dapat, kakinya sendiri yang sakit, sementara pintu masih tertutup.

“Ahhhh, sakit, sakit.” Dia meringis dan menangis saat itu juga. Jalannya jadi agak pincang, bodoh rasanya karena menendang baja. Rasa sebalnya membuat dia refleks melakukan itu.
Sambil menyeka air mata dan jalan yang terpincang-pincang, dia naik tangga yang menuju ke arah pintu keluar. Dari pelacakan drone mini miliknya, ia mendapati Yoohyeon yang naik ke atas sini, entah apa alasannya.

Beberapa anak tangga yang rasanya amat panjang bagi kakinya yang pendek membuat langkahnya melelahkan, ketinggian tangga itu mungkin hanya sekitar lima meter saja, tapi lutut Gahyeon rasanya sangat sakit. Dia sampai di atas dan mendapati wanita itu memang sedang berdiri memandangi langit.

Gahyeon terengah dan menjatuhkan barangnya sembarang, ia tiduran di sana sambil menenangkan napasnya.

“Melelahkan sekali, aku tak mengira jika kakak akan pergi ke sini, kakiku rasanya harus diganti.” Yoohyeon sama sekali tak menanggapi, seolah keberadaan Gahyeon bagaikan udara yang lewat.

****

Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang