NB : Aku baru dapat ide pas ngetik bab kali ini part Handong, dan adegan ceritanya berlanjut ketika ia jatuh ke bawah tanah sampai berlanjut ke adegan saat ini. Sayangnya itu adegan harusnya diselipkan di bab 130. Aku agak males rolling 20 bab lebih. Jadi bakal kutulis secara garis besarnya ya sebelum lanjut ke bab berikutnya. Tapi jangan khawatir, buat kalian yang kepo dengan adegan lengkapnya, bisa ditunggu versi revisinya ya. (Pasti bakal laaama banget 😅)
***
Part Handong
Pembahasan kisah sebelumnya pada part Handong.
Setelah Handong yang tidak sengaja menghancurkan jalanan di mana ternyata tepat di bawah jalan bukanlah tanah, melainkan lubang besar, Handong bersama dengan beberapa unit robot jatuh ke dasar lubang itu.
Setelah mengalahkan para robot yang ikut jatuh bersamanya, Handong tidak berusaha mencari jalan untuk naik menuju ke permukaan, ia malah memutuskan untuk menyusuri daerah luas di bawah tanah. Tidak berselang lama ia menemukan tiga terowongan yang memiliki ukuran sangat besar, Handong tidak banyak berpikir, ia langsung memilih yang tengah karena menurutnya jalan mana pun terlihat sama saja.
Setelah memasuki lorong itu, ia berjalan dalam kegelapan total, tidak ada cahaya yang menyinari terowongan tersebut. Jalur terowongan itu sendiri berada dalam garis lurus tanpa ada belokan sama sekali.
Setelah beberapa lama Handong berjalan, ia merasakan jika dirinya tak kunjung tiba di ujung terowongan. Ketika sedang menggerutu kesal, tiba-tiba saja ia merasakan adanya getaran yang disertai suara gemuruh. Di sana Handong sadar jika yang menghasilkan suara dan getaran itu adalah monster raksasa, terowongan yang dilewatinya juga ternyata bukan terowongan, itu adalah jalan yang dibuat monster itu untuk bergerak di bawah tanah.
Handong berlari karena tidak ingin terbunuh oleh monster itu, ia terus berlari secepat yang dirinya bisa. Karena ia bergerak dalam kegelapan, pada akhirnya ia menabrak sebuah dinding yang tak dirinya lihat. Ketika monster semakin mendekat, ia mengaktifkan perisainya sehingga tubuhnya terlindungi dari hantaman dan gesekan tubuh monster itu. Pada akhirnya ia selamat berkat bantuan perisainya, ia kehilangan kesadaran setelahnya.***
Setelah tak sadarkan diri sepanjang malam karena akibat dari kejadian terakhir kali, Handong terbangun di pagi harinya. Tentu saja meski keadaan sudah pagi, yang dirinya lihat masih saja kegelapan pekat yang tak ada bedanya dengan mata terpejam. Di bawah tanah sana benar-benar merupakan daerah yang tanpa cahaya sehingga wajar saja jika hanya ada kegelapan yang ada.
Luka-luka yang dirinya terima akibat menabrak dinding baja sudah lenyap sepenuhnya, rasa sakit yang dirinya rasakan akibat kecelakaan itu sudah sirna sepenuhnya. Sisa-sisa dari peristiwa itu adalah bercak darah yang tertinggal pada tubuh dan pakaiannya. Selebihnya ia tidak apa-apa.
“Sialan. Aku masih ada di tempat ini.” Ia bergumam saat melihat keadaan yang tampak gelap gulita. Dikarenakan tubuhnya sudah pulih total, Handong dapat berdiri dengan normal tanpa merasa kesusahan sama sekali.
Handong masih teringat dengan monster yang dirinya lihat dan rasakan, karena kegelapan total ini ia tidak mampu melihat seberapa besar ukuran pasti monster itu. Tapi jika ditafsir berdasarkan ukuran terowong dan diukur berdasarkan sesuatu yang dirinya rasakan sebelumnya, ukuran monster itu pasti luar biasa besar.
“Sepertinya aku masih perlu lebih kuat lagi agar mampu menghadapi sesuatu seperti itu.” Ia bergumam pelan. Setelah memikirkan perbedaan kekuatan antar dirinya dengan monster raksasa itu, ia merasa masihlah terlalu lemah. Tentu saja hal tersebut membuat Handong agak kesal, ia kemudian memukul dinding baja dengan kuat menggunakan tangan kanannya.
Handong segera memandang keadaan sekitar, tidak ada apa-apa selain kegelapan yang menyelimutinya.
“Aku merasa menjadi orang buta saja.” Ia memaki secara pelan, tangan kanannya kemudian meraba tempat ia memukul, tapi di sana tidak ada bekas pukulan sebelumnya. Handong segera melepaskan sarung tangannya lalu meraba dinding baja itu menggunakan kulitnya secara langsung.
Barulah ia sadar jika baja di hadapannya memiliki tekstur aneh, itu tidak sama seperti baja yang selama ini terdapat di dalam kota. Sepertinya yang ini terbuat dari bahan yang lebih padat dan sangat sulit untuk dihancurkan, ini berbeda dengan baja biasa yang ada di kota, baja yang termakan usia dan cuaca sehingga keadaan dan teksturnya sudah sangat rapuh.
“Apa ini? Entah kenapa aku tidak merasa asing dengan tekstur ini.” Handong bergumam pelan. Ia tiba-tiba memiliki keinginan untuk menghancurkan dinding baja yang tampaknya tidak normal itu.
“Apa pun ini, tidak akan ada yang peduli jika aku menghancurkannya, dunia ini tidak akan berakhir hanya karena ini.”
Handong memakai sarung tangannya lagi lalu ia mundur mengambil ancang-ancang, ia memperkirakan jarak dengan panjang tangannya, hal tersebut harus sesuai karena pasang matanya saat ini sedang buta. Setelah dirasa jarak sudah sesuai, ia melepaskan pukulan tangan kanan sehingga suara benturan yang cukup keras terdengar dalam kegelapan hening itu.
Merasa belum cukup, ia berlanjut melepaskan pukulan menggunakan tangan kiri. Ia melakukannya secara berulang kali sehingga menghasilkan beberapa kali suara benturan yang kuat, meski begitu ia merasa tidak ada yang berubah, pukulan biasanya tidak mempan untuk merusak dinding baja tersebut.
“Sepertinya ini jauh lebih keras dari yang kuduga.” Handong menghentikan pukulannya, ia memang sudah mengira jika pukulan biasa tidak akan memengaruhi dinding baja ini, ia harus menambah kekuatan agar bisa menghancurkan dindingnya. “Kalau begitu aku akan sedikit lebih serius.” Setelah itu Handong sesegera mungkin mengonsentrasikan energinya pada kedua tangannya, saat itulah tiba-tiba ada reaksi pada sarung tangannya, tampak sangat jelas jika garis-garis tribal pada sarung tangannya mengeluarkan seberkas sinar berwarna biru.
Cahaya yang remang itu menerangi keadaan sekitar, Handong sontak saja terkejut. Ia benar-benar melupakan jika ia mengonsentrasikan kekuatannya pada tangan, sarung tangan itu akan memancarkan sinar terang berwarna biru.
“Sialan! Kenapa aku lupa jika sarung tanganku bisa menyala?” Handong mengurungkan niatnya untuk melepaskan pukulan, ia beralih memandangi kedua tangan berlapis sarung tangan yang mengeluarkan garis-garis bercahayaーYang dalam kegelapan tampak lebih terang daripada terakhir kali. Andaikan saja ia ingat lebih awal, mungkin kejadian kemarin bisa dihindari karena dirinya mampu melihat dalam kegelapan. Tapi apa lagi sekarang yang harus dilakukan? Semua sudah terjadi dan tidak ada waktu baginya untuk kesal mengenai kejadian ini.
Handong segera kembali teringat dengan keinginannya untuk menghancurkan dinding itu, ia kembali beralih memandang dinding yang kini tampak jelas jika logam itu memang baja metal, hanya saja ada sedikit perbedaan dengan baja yang selama ini pernah dirinya lihat di kota.
“Ah itu tidak penting lagi, lebih baik kupercepat menghancurkan dinding ini sebelum monster itu kembali.” Handong langsung mengulang apa yang dirinya lakukan, ia melepaskan pukulan yang sama pada tempat yang sama dengan kekuatan yang lebih besar dari sebelumnya. Untuk yang kali ini Handong melihat ada perbedaan dalam pekerjaannya, tampak mulai ada retakan tercipta pada bagian baja yang dirinya pukul.
“Sepertinya ini tidak terlalu padat seperti yang kupikirkan, aku tak sampai harus mengeluarkan seluruh kemampuanku untuk menghancurkannya.” Handong menyerang secara berulang dengan kekuatan besarnya.
“Ini membosankan, aku akan melakukannya sedikit lebih kuat.” Handong menambah kekuatan pukulannya. Alhasil, ia membuat dinding baja itu hancur berantakan. Pengurangan energi pada tubuhnya segera terasa setelah pukulan itu dilepaskan, tapi ia merasa puas karena ia merasa jika kekuatan pukulannya memang sudah bertambah kuat beberapa kali lipat dari saat pertama kali ia bangun di kota ini.
Handong kemudian menerangi dinding yang berhasil dirinya jebol dengan beberapa usaha. Ternyata dinding baja itu memiliki ketebalan hampir satu meter, wajar saja jika Handong memerlukan tenaga ekstra dan usaha lebih untuk membuat dinding jebol. Ini jelas karena lebih kuat dan lebih padat dari sebuah gedung yang hanya terbuat dari semen.
“Aku harap aku tidak bekerja tanpa hasil. Jangan sampai di dalam sana hanya berisi sampah saja.” Handong melangkah masuk ke dalam sana dengan bantuan kedua sarung tangan dan sepatunya yang ia buat menyala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)
Science FictionIni cerita fanfiction ya, buat yang gak suka, mungkin boleh lihat-lihat dulu, siapa tahu jadi penasaran lalu bisa tertarik dan berakhir suka. Cerita mengandung humor, mohon maklumi kalau ada hal-hal yang konyol dan candaan tak sesuai kondisi, sengaj...