Semuanya, karena karya ini belum fix pindah tempat, stay dulu di wattpad ya. Mungkin awal tahun nanti pindahnya, jadi jangan dulu unduh mangatoon karena karyanya juga masih ada di sini. Scream mau kulanjut juga, kalau ada waktu itu juga.
***
Gedung itu memiliki tinggi sekitar empat puluh lantai, bentuknya persegi sempurna, dari fondasi dan bahan yang sudah berganti warna dan lapuk, jelas terlihat jika bangunan tersebut mudah untuk dihancurkan.
Hongjoong mengosentrasikan bulu-bulu cahayanya pada satu titik untuk segera diledakkan. Bentuknya benar-benar seperti piringan cakram yang pipih, cakram cahaya itu melayang di atas telapak tangannya.
Di sisi lain, Seonghwa yang masih terbang menggunakan drone berukuran besar sebagai kendaraannya menyaksikan apa yang pria itu lakukan melalui drone-drone yang terbang di daerah sana. Benda-benda hitam itu menjadi mata lain darinya.
“Dia akan meledakkan seluruh bangunan? Ya ampun, dasar angel.” Seonghwa hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja. Ia kemudian memerintahkan dronenya untuk merekam gambar bangunan gedung itu, beberapa detik kemudian drone lain memperlihatkan cakram cahaya yang melesat menuju bagian bagunan paling bawah. Benda itu melesat dengan cepat, lalu kilatan cahaya segera saja tercipta disertai dengan suara ledakan yang keras. Seonghwa memejamkan matanya karena ledakan cahaya yang tercipta terlalu menyilaukan matanya.
“Ya ampun, ledakannya dahsyat juga.” Seonghwa segera saja membuka matanya, ia melihat jika ada lubang besar pada bagian bawah bangunan, lubang yang memapas bangunan itu sehingga bagian lain yang tam mampu menahan bobot bangunan segera rusak, hal itu membuat bangunan gedung tersebut mulai runtuh.
“Berlebihan sekali.” Seonghwa bergumam, ia kemudian memerintahkan dronenya untuk mendekat pada Hongjoong.
“Wah, sepertinya kau berlebihan, jika mereka mati di dalam sana, kita akan sulit mencari jasad mereka.” Seonghwa berbicara, suaranya segera diteruskan oleh drone itu sehingga sampai pada telinga Hongjoong.
“Apa peduliku? Yang penting mereka telah tewas dan misi selesai.” Hongjoong membalas dengan acuh tak acuh membuat Seonghwa agak kesal juga.
“Ya ampun, kita juga perlu senjata dan tubuh mereka sebagai bukti.” Seonghwa mengingatkan pada pria itu jika tugas mereka bukan hanya sekadar membunuh target yang berlabel black list saja, mereka juga harus membawa jasad dan senjata yang para gadis itu bawa. Jika keduanya tewas tertimbun reruntuhan, maka akan memerlukan waktu yang lebih lama untuk melakukan pencarian, itu juga akan menyulitkan dan merepotkan.
“Kalau begitu aku akan mengurusnya untukmu.” Hongjoong membalas dengan nada yang enteng dan cuek.
“Apa? Jangan seenaknya.”
Di sisi Dami dan Handong.
“Gedungnya, gedungnya dibuat runtuh.” Dami berucap pelan, tentu saja ia tahu siapa pelaku yang membuat hal ini terjadi. Gagal sudah rencananya.
Sebenarnya rencana yang Dami pikirkan sangat sederhana, yaitu mereka bersembunyi di dalam bangunan itu agar Hongjoong mengejar dan memasuki bangunan. Dengan cara seperti itu, tak akan ada ruang untuk terbang dan menjauh dari mereka, keduanya bisa menghadapi pria itu secara jarak dekat dan ini akan menjadi keuntungan mereka.
Namun sepertinya itu sudah dipikirkan oleh si pria bersayap, hal itu membatnya memilih meruntuhkan gedung ini daripada mengejar mereka ke dalam sana.
“Sial, ini jadi lebih sulit dari yang kuduga. Aku tak bisa melawannya jika seperti ini.”
“Apa yang kau pikirkan, bodoh?” Handong melanjutkan serangan yang sempat terhenti itu, Dami segera tersadar dari pikirannya, ia refleks menggunakan tombaknya untuk menahan tinju berlapis sarung tangan gauntlet itu, benturan segera terjadi membuat Dami terlempar ke arah condongnya bangunan, ia menancapkan ujung tajam tombaknya sehingga bangunan yang semakin miring tak membuat dirinya terdorong ke belakang.
“Apa yang dia lakukan? Tak sadarkah jika kita akan dikubur hidup-hidup?” Dami berdecak kesal dalam benaknya. Handong mengentakkan kaki, menggunakan lantai sebagai tumpuan lalu melompat ke arah Dami sambil mengayunkan tinjunya.
Dami melihat serangan itu, ia menghindar sehingga pukulan Handong mengenai dinding yang ada di belakang Dami, dinding segera retak, Handong kesal. Ia menoleh ke arah Dami, begitu juga sebaliknya, Dami memandang ke arahnya, tangan kanan gadis rambut pendek itu masih memegang tombaknya.
Bangunan sudah bergerak semakin cepat, bahkan sekarang sudah condong ke arah samping di mana dinding yang dipukul Handong sudah menjadi pijakan, lantai mulai beralih jadi sisi dinding, segala perabotan yang ada di sana sudah bergeser dan membentur dinding.
Handong menyeringai, saat dirinya akan melanjutkan serangan, tiba-tiba tembok yang ia pukul segera hancur, Handong meraih tangannya ke atas, saat bersamaan Dami membuat dirinya bergelantungan sehingga kaki kanannya berhasil ditangkap oleh Handong. Kedua tangan Dami memegang tombaknya.
“Aku mendapatkanmu.” Handong menyeringai karena sudah berhasil mendapatkan Dami, padahal niat Dami itu menolongnya, tapi Handong malah memanfaatkan itu untuk melakukan serangan pada Dami, ia segera menggunakan bagian dinding yang rusak sebagai pijakan kakinya. Ia hendak menarik paksa Dami.
“Hentikan, bodoh. Aku minta maaf soal yang tadi, percayalah aku tak serius. Jangan bahas yang tadi dulu, kita harus keluar dari sini!” Dami berteriak ketika ia merasakan jika kakinya ditarik paksa oleh Handong, smenetara bangunan terus saja bergerak jatuh.
“Tentu saja aku akan mengeluarkanmu dari bangunan ini, kulemparkan kau ke sana.” Handong mulai menarik Dami dengan tenaga.
“Sial, kuat sekali tenaganya, aku tak bisa mempertahankan posisiku lebih lama lagi.” Dami berucap dalam benaknya. Pegangannya pada tombak mulai mengendur, bagaimanapun tenaga Handong sangat besar.
“Jatuhlah!” Handong semakin kuat menarik Dami.
“Berhenti! Bukannya aku sudah minta maaf?” Dami berbicara dengan agak kesal pada wanita itu. Tekanan angin karena bangunan yang jatuh menerpa mereka, rambut keduanya tertiup sehingga berkibar ke mana-mana.
“Tiada maaf bagimu.” Handong menyeringai melaksanakan niat jahatnya. Dami tentu saja kesal, ia memegang tombaknya sangat erat. Bagusnya tombak itu tertancap cukup dalam.
“Jangan egois, kau semarah ini hanya kukatai? Kau sendiri terus menghinaku sejak kita bertemu.” Dami coba memberitahu jika Handong sendiri seenaknya mengatai seseorang.
“Karena aku memang membencimu.” Handong membalas dengan terang-terangan.
“Oh ayolah, kita hanya akan membuat lelaki di sana senang karena dia tak perlu usaha untuk membunuh kita. Kita akan mati dengan mudah karena perbuatanmu.” Kini Dami mengingatkan pada Gadis itu jika mereka memiliki lawan yang akan memiliki keuntungan dan tak perlu berusaha lebih untuk membunuh mereka jika Handong terus saja berbuat seperti itu.
“Aku tak akan terbunuh, kau saja sendiri yang mati.”
“Ya ampun, gunakan otak kecilmu. Memangnya kau masih akan hidup setelah jatuh dari ketinggian ini dan tertimpa bangunan seberat jutaan ton?” Dami menekankan jika mereka bukan hanya akan terjatuh dari ketinggian, tapi mereka juga akan tertimpa bangunan gedung.
“Hah?”
“Pikirkan itu baik-baik. Sekarang hentikan perbuatanmu dan kita naik ke bagian sisi lain. Bangunan ini sudah semakin dekat dengan permukaan.” Dami lebih menekan lagi.
“Aku tidak mau.” Karena Handong memang keras kepala dan semaunya sendiri, jelas ia tak muda diyakinian oleh kata-kata seperti itu.
“Kau mau menyiksaku? Kenapa tak lakukan setelah semua ini selesai? Membunuhku secara langsung tidak akan menyenangkan bukan?” Akhirnya dami memberi penawaran yang terdengar agak konyol.
“Ide bagus.” Handong menyeringai langsung setuju.
“Dasar dungu, otak kriminal.” Dami mengumpat dalam benaknya. Handong berhenti menarik paksa kaki Dami.
Di sisi lain, bangunan itu membentur jalanan ketika seluruh bagiannya benar-benar runtuh. Gedung tersebut langsung hancur begitu saja saat menghantam jalan. Suara benturan gedung dengan jalanan terdengar sangat jelas, itu juga membuat tekanan angin yang tak terlalu besar, tapi jelas membuat debu dan puing bagian bawah gedung yang diledakkan jadi beterbangan ke mana-mana. Kedua pria itu menyaksikan bangunan yang runtuh tanpa adanya dua wanita yang keluar dari sana.
***
Behind the Story. Just for fun.
“Gedungnya, gedungnya dibuat runtuh.” Dami berucap pelan, tentu saja ia tahu siapa pelaku yang membuat hal ini terjadi.
“Aaaahhh! Gedungnya runtuh.” Tiba-tiba Handong memeluk Dami dengan erat sambil menjerit ketakutan.
“Lepas oey! Cari kesempatan aja!” Dami segera saja meronta, masalahnya Handong tak hanya memeluknya, tapi tangan-tangan nakal itu meremas pantatnya.
“Ini juga, tangan binal ngapain grep-grep pantat gue.” Dami memukul tangan Handong, tentu saja Handong meringis, dan melepaskan remasannya, tapi tidak pelukannya karena tangannya berpindah ke punggung Dami.
“Jangan jahat dong, lindungin aku kek.” Handong cenberut sambil memandang Dami
“Lindungin gimana, peak? Ada juga kita lari. Cepetan lepasin.” Dami berontak lagi.
“Emm tapi kalau dipikir-pikir, kita mati bareng itu romantis juga. Jangan lari lah, kita terus aja pelukan gini.”
“Elo aja yang mati sendirian, lagian di mana romantisnya mati bareng kayak gini? Serem yang ada.”
“Dih, bebeb gak seru ah.”
“Lepas gak?”
“nggak.”
“Yaudah, rasain nnih” Dami kemudian memggetok kepala Handong dengan tombaknya hingga membuat gadis itu pingsan, pelukannya akhirnya lepas juga.
“Lepas juga. Pergi ah.” Dami meninggalkan Handong di sana.
Dami jahat 😫😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)
Science FictionIni cerita fanfiction ya, buat yang gak suka, mungkin boleh lihat-lihat dulu, siapa tahu jadi penasaran lalu bisa tertarik dan berakhir suka. Cerita mengandung humor, mohon maklumi kalau ada hal-hal yang konyol dan candaan tak sesuai kondisi, sengaj...