186 – Pertarungan Tangan Kosong
Meski sudah ditahan sekuat tenaga, tapi bahasa Handong yang membuat naik darah membuat SuA tidak tahan, maka dari itu ia langsung berbalik lalu menyerang Handong dengan pukulannya. Benturan itu hanya terjadi selang beberapa detik saja sebelum SuA langsung mundur beberapa langkah, dari kelihatannya ia kalah kuat dengan Handong. SuA melihat pukulannya lalu memandang Handong.
“Sejak kemarin kau gila bertarung, jika berani, maka lawan aku dengan adil.” SuA berbicara dengan nada yang serius, ia menurunkan senjata yang tergantung di punggungnya, setelah itu ia melepaskan jaketnya lalu melepaskan sepatu beratnya.
Handong menyeringai melihat apa yang SuA lakukan, ia paham apa maksudnya. Sama halnya seperti yang SuA lakukan, Handong segera saja melepaskan sarung tangan lalu melepaskan sepatunya. Seperti yang SuA lakukan, ia juga melepaskan jaket jubahnya lalu melepaskan bajunya sehingga hanya bra hitam saja yang tersisa sebagai atasannya.
“Untuk apa kau melepaskan bajumu?” tanya SuA dengan nada yang mengejek. Sudah jelas jika dibandingkan, bentuk tubuh Handong lebih ramping dan lebih berotot, sementara SuA memiliki tubuh padat, berisi dengan bagian atas dan bawah sangat menonjol karena ukurannya.
“Bajuku meredam benturan, jangan berpikir macam-macam, dasar otak kotoran.” Handong juga melepaskan celana panjangnya sehingga dalaman berupa celana pendek ketat dari kulit seperti celana renang yang tersisa.
“Meredam benturan? Itu luar biasa. Jauh lebih bagus daripada armor baja dan sebagainya, itu pelindung yang bagus dan praktis, aku jadi iri padanya.” SuA berkata dalam benaknya, sepertinya ia ingin memiliki pakaian yang sama seperti yang Handong miliki.
Kini Handong tak bersarung tangan, ia juga bertelanjang kaki, tidak ada atribut apa pun yang meningkatkan dan membantu serangannya, tidak ada pertahanan apa-apa yang bisa melindunginya, kali ini seluruh kekuatannya murni karena kekuatan fisik alaminya.
Handong meregangkan badan, dengan langkah besar ia menuju ke arah SuA, ia melemaskan sendi pada tubuhnya sambil berjalan. SuA tidak diam saja, setelah ia melepaksan atribut berat dan mengganggu, ia juga berjalan dengan langkah besar menuju Handong. Ia marah dengan gaya bahasa gadis itu dan pemaksaan untuk bertarung.
Tanpa aba-aba dan tanpa peringatan, keduanya segera kembali saling mengadu pukulan, kali ini SuA kembali terdorong lagi, tapi hanya sekitar tiga langkah saja. Ini membuktikan jika kekuatan fisik alami Handong masih lebih kuat meski tidak memakai atribut apa-apa.
“Kekuatannya masih di atasku meski sudah melepaskan atributnya.” SuA berucap dalam kepalanya. Ia kembali maju, mereka saling beradu pukulan lalu dilanjutkan dengan beradu tendangan. SuA melompat sambil memutar tubuhnya, ayunan kakinya langsung mengenai Handong.
Mendapat serangan itu, Handong mundur beberapa langkah, ia hanya tersenyum menyeringai, setelah itu ia berlari maju melanjutkan serangan, SuA menghindar dengan baik lalu membalas dengan menendang punggung Handong menggunakan tumitnya.
“Tapi dia hanya unggul dalam kekuatan saja, sama sekali tidak ada suatu teknik dalam gerakannya.” SuA bersalto ke depan sambil mengayunkan kakinya sehingga kepala Handong terkena telak.
“Dia tidak memiliki teknik apa-apa, tidak memiliki kemampuan bela diri. Yang selama ini dirinya lakukan hanya mengadu pukulan dengan serangan membabi buta dan brutal saja.”
“Tidak buruk.” Handong yang jatuh sesegera mungkin bangkit lagi. SuA maju lalu memukul perut Handong, pukulannya kuat, tapi itu tidak menghasilkan efek apa-apa padanya. Handong masih bergeming di tempatnya.
“Pukulanmu payah!” Handong menyundul kepala SuA lalu mendang lurus perut SuA. Meski tendangan telak mengenainya, SuA tetap tegak lalu ia meraih keki Handong. Mengetahui SuA akan melakukan sesuatu, Handong segera melanjutkan serangan dengan mengerahkan kaki kirinya, pada saat bersamaan SuA memutar tubuhnya lalu mengayunkan kaki menggunakan tumit untuk menyerang pipi Handong.
Serangan keduanya mengenai target secara bersamaan, tumit SuA menampar pipi Handong sementara alas kaki Handong membentur tempurung belakang kepala SuA. Keduanya terlempar secara bersamaan.
SuA bangkit sambil menggosok bekas serangannya sambil menggeleng, Handong menyeka bekas serangan dengan tangannya lalu menggerakkan kepalanya.
“Jangan sampai tendanganku membuatmu geger otak.”
“Tendangan lemah seperti ini tidak bisa melukaiku, sebaliknya, jangan sampai tumitku membuat posisi rahangmu berubah, kau akan semakin jelek.”
“Mulutmu sangat jelek.” Keduanya saling adu serangan lagi.
Keduanya kembali beradu pukulan, SuA memutar badannya lalu mengayunkan tangan dari atas dengan kepalan tinju, Handong menahannya dengan tangan kiri, Ia hendak memukul SuA, tapi SuA sudah mendahuluinya dengan ayunan lutut yang membentur perutnya.
Handong balas menyerang dengan pukulannya, kali ini SuA terlempar cukup jauh hingga punggungnya membentur dinding. Handong tidak berhenti, ia menyerang SuA yan sedang tersudut oleh posisi dan keadaannya. Handong mencoba memukul wajah SuA, gadis itu menggerakkan kepalanya ke samping sehingga pukulan membentur menembus dinding di belakang, tepat di samping kepalanya.
Handong melakukannya dengan tangan satu lagi saat ia menarik tangan kanannya, SuA lagi-lagi menghindar sehingga dinding di belakangnya kembali menjadi korban. Tangan kanan Handong mengayun lagi, kali ini SuA menepis dengan tangannya, hal tak diduga terjadi, Handong menyundul kepalanya sehingga beturan keras terjadi, dampak dua kali lipat didapat oleh SuA karena selain beradu kepala dengan Handong, tempurungnya juga membentur dinding dengan keras.
Handong tidak diam, ia melepaskan pukulan lagi, tapi SuA merunduk lalu memandang dadanya hingga Handong terlempar sejauh beberapa meter sampai terjengkang.
Tentu saja dengan keadaan seperti itu, mereka masih tampak baik-baik saja dikarenakan serangan-serangan yang dilepaskan satu sama lain tidak cukup kuat untuk memberikan luka pada lawan. Keduanya kembali saling menyerang, kali ini lebih kuat dari sebelumnya, mereka mulai merusak segala benda yang ada di sekitar sana.
Selama satu jam lamanya, SuA dan Handong bertarung satu sama lain. SuA sudah terengah-engah. Meski Handong unggul dalam kekuatan, tapi ia kalah teknik, Ia berada dalam keadaan jatuh terlentang sementara SuA yang kelelahan juga langsung duduk. Lalu bagaimana dengan keadaan sekitarnya? Bangunan itu sudah runtuh dengan puing berantakan. SuA dan Handong saat ini berada di lingkungan luar di mana salju turun.
Lantai di sana memiliki banyak retakan dan lubang berukuran besar akibat pertarungan yang sebelumnya terjadi. Sepertinya kedua gadis cantik itu menggunakan kekuatan fisik mereka seperti yang mereka lakukan kemarin. Tentu saja, Handong tumbang bukan karena mendapat cedera parah, meski banyak mendapat serangan dari SuA, ia tidak mendapat cedera yang berarti selain lecet-lecet saja. Hal yang sama terjadi pada SuA, ketika tubuhnya dipenuhi energi, ia tidak mudah terluka, tak seperti hari kemarin di mana kepalanya langsung terluka ketika Handong membenturkannya ke jalan.
“Sudah puas?” tanya SuA yang perlahan berdiri di hadapan Handong. Keduanya yang gerah sudah tidak merasa kedinginan dengan salju dan udara dingin yang menguasai suhu sekitar.
“Aku masih belum menusuk pantatmu, ini bukan apa-apa.” Handong membalas dengan posisi tubuh masih terlentang.
“Wanita sialan! Sepertinya diperlukan lebih dari ini untuk membuatmu mengubah gaya bahasamu.” SuA hendak lanjut menghajar Handong, tapi tubuhnya sudah lelah. Maka SuA beranjak pergi meninggalkan Handong, ia tahu jika berurusan dengan wanita itu tidak akan pernah berakhir.
“Hei! Mau ke mana kau? Pertarungannya belum selesai.” Handong buru-buru mengubah posisinya menjadi duduk saat SuA pergi menuju ke tempat barang-barangnya terakhir ia tinggalkan.
“Kau kalah, terimalah itu.” SuA membalas dengan nada biasa.
“Masih ada ronde kedua, ini belum selesai.”
“Oh, kalau begitu ikuti aku dan bantu aku mencari tasku.” SuA membungkuk meraih pakaiannya, ia membersihkan pakaian yang agak kotor terkena debu reruntuhan akibat pertarungan mereka.
“Untuk apa?” tanya Handong yang heran.
“Di dalam sana ada banyak senjata, dengan itu aku bisa bertarung serius melawanmu. Kita gunakan senjata sebagai ronde kedua.”
“Menarik, kalau begitu ayo.” Handong melompat langsung berdiri, ia berjalan menuju ke tempat pakaianmu berada. Sementara SuA yang sedang memakai sepatunya merasa terkejut karena kesanggupan Handong.
“Dia langsung menerimanya begitu saja? Apa sebenarnya yang ada di dalam kepalanya?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)
Science FictionIni cerita fanfiction ya, buat yang gak suka, mungkin boleh lihat-lihat dulu, siapa tahu jadi penasaran lalu bisa tertarik dan berakhir suka. Cerita mengandung humor, mohon maklumi kalau ada hal-hal yang konyol dan candaan tak sesuai kondisi, sengaj...