184 – Darah yang Panas
Dami mendarat dengan kedua kakinya, ia bersalto ke belakang lalu berhenti dengan posisi berjongkok. Serangan JiU tidak cukup kuat untuk membuatnya terlempar terlalu jauh sampai membentur sesuatu.
Sementara Gahyeon hanya memandang penuh keterkejutan, ia membuka rahang tidak percaya dengan apa yang bisa JiU lakukan. Sementara JiU sedang memandang tangannya dengan penuh kebingungan, ia sepertinya tidak sadar dengan apa yang telah diperbuatnya.
“Perempuan ini, dia memiliki kekuatan fisik tidak jauh dariku, dari para perempuan lainnya. Hanya saja, dia tidak menyadarinya.” Dami berkomentar, ia beranjak berdiri lalu menepuk pakaiannya, membersihkan noda yang menempel, setelah itu langsung berjalan menghampiri JiU yang tampak baru sadar dengan apa yang dirinya lakukan.
“Itu cukup mengesankan, hanya saja kau melakukannya secara tidak sadar, itu sama saja dengan tidak berguna.” Dami berjalan santai mendekat ke arah mereka, ia sama sekali tidak mendapat cedera apa-apa. Dibandingkan dengan Handong, serangan JiU masih sepuluh kali lebih lemah dari serangan Handong, wajar jika Dami tak mendapatkan cedera setelah menerima dia serangan berturut-turut.
Meski begitu, kekuatan JiU sepertinya masih tertidur, ia tidak bisa mengunakan kekuatan itu sesuka hatinya. Dami juga merasakan ada yang berbeda dari kekuatan fisik yang dimiliki oleh JiU, jelas itu agak berbeda dengan yang ada pada dirinya, pada Yoohyeon dan pada Handong. Ada yang aneh pada diri JiU yang tidak dirinya ketahui.
“Apa yang terjadi padaku? Itu mengerikan.” JiU memandang Dami, ia malah ketakutan dengan apa yang baru saja diperbuatnya. Sudah ditebak jika JiU benar-benar tidak mengetahui dan menyadari apa yang baru saja diperbuatnya.
“Kakak!” Gahyeon langsung memeluknya.
“Apa yang terjadi barusan? Kau sangat luar biasa.” Gahyeon tampak sangat antusias, ia melepaskan pelukan lalu beralih menunjuk Dami. “Dia … dia baru saja terbang olehmu. Juga … lantainya, lantainya hancur.” Gahyeon kemudian menunjuk lantai bekas hantaman wajah Dami, setelah itu ia histeris sambil meloncat-loncat. Sepertinya ia merasa senang luar biasa saat menyaksikan apa yang mampu JiU lakukan sebelumnya. Sementara JiU hanya memandangi tingkah adiknya itu, ia masih agak terguncang dengan perubahan pada dirinya yang tiba-tiba itu.
“Aku tahu, dan itu sangat mengerikan.” JiU masih tampak ketakutan, tiba-tiba saja kondisinya yang seperti itu membuatnya syok dan merasa takut. Gahyeon langsung memegangi kedua tangan JiU.
“Mengerikan apanya? Kakak, kau sangat keren.” Gahyeon menggeleng menyangkal perkataan itu, ia langsung melontarkan pujian pada JiU.
“Benarkah?” tanya JiU yang langsung semringah.
“Ya, itu luar biasa.” Gahyeon mengangguk menegaskan, ia masih tersenyum dengan antusias.
“Wah, aku keren ya.” Dan akhirnya, ekspresi JiU tiba-tiba berubah, ia senang dengan pujian itu.
“Sangat. Sangat-sangat keren.” Gahyeon membalas lagi, akhirnya keduanya meloncat-loncat sambil berteriak-teriak tak jelas seolah merayakan sesuatu yang besar. Tingkah mereka membuat Dami menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
“Mereka lagi-lagi bertingkah seperti itu.” Dami kemudian menoleh ke arah lantai yang hancur setelah dihantam wajahnya.
“Meski begitu, kekuatannya cukup berguna. Dalam keadaan seperti ini, ia pasti bisa melakukan sesuatu dengan kekuatan itu. Sayang sekali, itu hanya keluar secara spontan saja. Akan memerlukan banyak waktu untuk mengajarinya agar kekuatan itu bisa digunakan secara normal.” Dami berbicara dalam benaknya saat ia memandang bekas hantaman wajahnya lalu mengukur seberapa jauh ia terlempar akibat tendangan itu.
“Ahhhh! Panas! Panas! Panas!” Pikiran Dami terbuyarkan saat mendengar Gahyeon yang menjerit sambil melompat-lompat, ia bergerak ke sana-sini sambil mengibas-ngibaskan tangannya. Karena JiU dan Gahyeon senang dan antusias dengan apa yang baru saja terjadi, tanpa sengaja darah JiU menetes pada tangan Gahyeon yang membuat Gahyeon menjerit-jerit. Karena itu, refleks Dami menoleh ke arahnya.
“Darahnya benar-benar panas?” tanya Dami dengan nada pelan. Gahyeon terus bergerak sambil melompat dan meloncat sementara JiU mengejarnya.
“Kamu jangan lari-larian! Kemari, biar kubantu!” jerit JiU yang tampak susah menangkap Gahyeon. JiU tampak agak kewalahan, padahal mereka hanya berlarian di sekeliling ruangan yang berukuran tidak lebih dari sepuluh meter saja.
“Tapi ini sangat panas. Astaga, tangan aku terbakar!”
“Berlarian seperti itu tidak akan membantu, kemarilah! Biarkan aku membersihkannya!” JiU membalas, ia gagal lagi untuk menangkap Gahyeon, agak kesal rasanya karena Gahyeon malah lebih gesit darinya. Siasat baru segera dirinya dapatkan saat ia melihat cara bergerak Gahyeon seperti apa.
“Ahhh! Panas!”
“Aahhh!” Gahyeon langsung terjatuh ketika kakinya tertahan sesuatu, ia mendarat dengan tengkurap. Ternyata JiU sengaja mengait kakinya ketika Gahyeon lewat.
“Aw, sakit!”
“Adik, diam! Aku tidak bisa membersihkannya jika kamu terus bergerak.” Pada akhirnya JiU berhasil menangkap Gahyeon.
“Panas! Aduh! Kenapa darahnya panas sungguhan?!” Gahyeon mengerang ketika posisinya masih tengkurap, JiU mulai membersihkan darahnya dari kulit punggung tangan Gahyeon.
“Aku sudah mengatakannya tadi bukan?” balas JiU. Jelas jika ia sudah memperingatkan sejak awal bahwa darahnya panas.
“Kupikir ini panas seperti demam, ternyata sepanas air mendidih.” Gahyeon tampak berkaca-kaca, ia akan menangis, tapi JiU segera selesai dengan pekerjaannya.
“Sudah selesai.” JiU akhirnya melepaskan Gahyeon. Tepat di tempat yang harusnya terdapat bekas tetesan darah, itu tidak terdapat apa-apa, hanya kulit putih mulus yang bersih. Seharusnya, darah panas itu meninggalkan jejak luka bakar, tapi ini malah tidak meninggalkan apa-apa. Luka-luka pada JiU juga sudah menghilang, darahnya juga pergi entah ke mana.
“Darahmu ternyata bisa melukai kulit.” Dami yang masih berada di posisinya langsung berkomentar. JiU dan Gahyeon kemudian berdiri, mereka kemudian memandang Dami.
“Ini harusnya tidak separah ini jika aku menghilangkannya sejak tadi. Dia terus berlari sehingga aku tidak bisa bergegas membersihkannya.”
“Seberapa panas darahmu?” tanya Dami yang ingin memastikan suhu maksimal yang mengalir pada darah JiU.
“Tergantung seberapa aku memanaskan tubuhku, aku bisa lebih panas lagi dari ini.” JiU membalas dengan senyuman, ia seperti sudah melupakan apa-apa saja yang diperbuat Dami padanya.
Saat mendengar jawaban itu, Dami hanya memandang datar JiU karena tidak tahu harus mengomentari apa lagi, apa-apa yang dirinya tahu tentang JiU hanya spekulasinya saja.
“Dami, bagaimana dengan itu? Kakakku bisa diandalkan bukan?” tanya Gahyeon yang menunggu pujian dari Dami.
“Aku sudah mengatakannya tadi, itu tidak berguna.”
“Singkat sekali, aku yakin kamu mengatakan ‘Itu cukup mengesankan, hanya saja kau melakukannya secara tidak sadar, itu sama saja dengan tidak berguna.’ Ya kan? Kenapa harus disingkat?” Gahyeon berbicara dengan nada yang mencemooh, seolah ia meledek karena Dami tidak mau mengakui kemampuan yang JiU miliki.
“Jika kau sudah tahu, kenapa bertanya lagi?” Dami membalas dengan menahan kesal.
“Selain itu, mengapa dia bisa mengingat dengan baik?” Dami lagi-lagi bertanya-tanya dengan pemikiran Gahyeon.
Hujan yang tak kunjung reda membuat Dami terpaksa harus berdiam diri lebih lama bersama JiU dan Gahyeon. Sementara Dami yang bersandar seenaknya pada daerah yang sekiranya cukup bersih dan nyaman, Gahyeon dan JiU berusaha membuat tempat persembunyian mereka senyaman mungkin, mereka tampak sedang melakukan beres-beres seadanya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)
Science FictionIni cerita fanfiction ya, buat yang gak suka, mungkin boleh lihat-lihat dulu, siapa tahu jadi penasaran lalu bisa tertarik dan berakhir suka. Cerita mengandung humor, mohon maklumi kalau ada hal-hal yang konyol dan candaan tak sesuai kondisi, sengaj...