166 - Kesepakatan

101 26 5
                                    

166 – Kesepakatan

Apa yang dilakukan oleh JiU dan Gahyeon membuat Dami sangat heran. Kedua gadis itu seperti tidak merasakan dan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di dunia ini. Mereka seperti tidak memedulikan situasi kacau yang terjadi, yang mereka tahu hanya bermain, bercanda dan melakukan hal yang menyenangkan, sama seperti pikiran balita.

“Apa-apaan ini?” Dami hanya bergumam pelan melihat aktivitas mereka. Ia berhenti peduli saat pasang matanya ia fokuskan pada kobaran api yang dirinya buat. Jujur saja, kedua gadis ini jauh lebih baik daripada Handong yang keras kepala, tak pernah berpikir dan hanya mengutamakan pertarungan. Yang lebih parah dari itu, bahasanya kasar dan menyakitkan.

Meski begitu, kepolosan dua gadis di hadapannya sangat keterlaluan, keduanya tidak berperilaku sesuai dengan usia dan ukuran tubuh mereka, keduanya terlalu kekanakan. Karenanya membuat Dami agak heran dengan perilaku mereka.

Masalahnya adalah, keadaan saat ini sangat genting, bahaya bisa muncul kapan saja dan di mana saja, musuh bukan hanya berasal dari monster, ada robot, pesawat luar angkasa dan sosok pria yang kemungkinannya adalah manusia sama seperti mereka, sosok pria dengan kekuatan besar yang sangat tangguh. Belum lagi cuaca yang berubah-ubah menambah sulit keadaan.

Dami melihat jika kedua gadis ini sama sekali tak bersenjata, berbeda dengannya yang dibekali tombak, Handong yang memiliki kekuatan fisik luar biasa dengan atribut sarung tangan aneh. Jika penglihatan Dami tidak salah, kedua gadis ini terlalu normal dan manusiawi dalam wujud fisik dan dalam hal kekuatan. Abaikan soal JiU yang mampu menyerap energi panas, mereka tampak sangat lemah dan pastinya tidak akan mampu untuk melewati keadaan kota yang sangat berbahaya ini dengan fisik yang seperti itu, terlebih lagi tanpa senjata.

“Mereka benar-benar aneh, selain pikiran yang sama seperti balita, mereka tak memiliki fisik yang kuat dan tidak ada yang memegang senjata. Aku heran mereka masih hidup sampai hari ini.” Dami mulai penasaran dan menaruh kecurigaan dengan keadaan Gahyeon dan JiU. Keduanya yang lemah dan tak memiliki pertahanan harusnya sudah tewas beberapa menit sejak mereka tiba di kota ini.

“Ah, suhunya sangat dingin!” Pikiran Dami teebuyarkan oleh Gahyeon yang berteriak saat merasakan suhu dingin masuk ke dalam.

“Salahmu sendiri kenapa berpakaian seperti itu.” JiU membalas.

“Ini bukan keinginan aku. Pakaianku sudah seperti ini sejak awal.”

“Kau sudah mengatakannya tadi.” Dami membalas dengan cuek dan benar-benar tidak peduli.

“Kupikir kamu nyaman berpakaian seperti itu.” JiU menggumam.

“Sebenarnya aku kedinginan.”

“Kalau begitu pakai jaket kamu.”

“Pakaian dan sepatu kita belum kutemukan.”

“Kalau begitu ayo kita cari.”

“Di luar pasti dingin loh.” Setelah kalimat itu terlontar, keduanya sadar jika keadaan di luar sana sedang buruk. Cuaca sepertinya mulai mengamuk lagi sehingga suhu dingin pastinya akan menyerang mereka. JiU dan Gahyeon kemudian menoleh ke arah Dami secara tiba-tiba seolah mereka memiliki pemikiran yang sama.

“Kenapa melihatku?” tanya Dami yang merasa tidak nyaman dengan tatapan mereka. Kedua tak menjawab, mereka hendak menangkap atau lebih tepatnya memeluk Dami. Melihat itu, refleks saja Dami mengarahkan mata tombak ke arah keduanya.

“Jangan mendekat.” Ia langsung memberikan peringatan tegas membuat kedua gadis itu mundur dengan ngeri. Jika dilihat dari dekat, mata tombak yang tampak biasa saja itu cukup mengerikan dan jelas sangat mampu untuk melukai mereka.

“Ih, itu mengerikan.” Gahyeon agak merinding saat ia menunjuk mata tombak yang Dami sodorkan.

“Dia menakutkan.” JiU menggumam pelan.

“Bisa tolong turunkan senjata tajam itu? Jangan terlalu serius dan menganggap kita berbahaya.” Gahyeon tersenyum dan mencoba mengajak Dami berbicara, JiU yang berada di belakang Gahyeon mengangguk. Melihat jika Dami yang belum juga menurunkan tombaknya, Gahyeon lanjut berbicara, “Ini sebenarnya kami hanya ingin minta tolong untuk membawakan barang-barang kami.”

Barulah setelah itu Dami menurunkan tombaknya lalu menaruh benda itu di samping kakinya. Kedua gadis itu tampak lega dengan apa yang Dami lakukan. Padahal jika mau, Dami mampu mengangkat tombak lalu menusuk mereka dalam kecepatan yang tak dapat keduanya bayangkan. Jika mereka tahu akan hal tersebut, maka mereka tidak akan lega meski Dami sudah melepaskan pegangannya dari senjata panjang tersebut.

“Kenapa aku harus membantu kalian?” tanya Dami yang jelas-jelas menolak apa yang kedua gadis itu inginkan darinya. Terlebih Dami memang tidak ada kewajiban khusus melakukan sesuatu untuk mereka, utang antara dirinya dan Gahyeon sudah lunas setelah apa yang dirinya lakukan untuk JiU.

Untuk beberapa detik Gahyeon memikirkan alasan untuk Dami membantu mereka, JiU yang tidak memiliki ide apa-apa memilih bungkam dan memandangi Gahyeon yang sedang berpikir.

“Aku memiliki beberapa informasi yang mungkin ingin kamu ketahui. Ada beberapa hal juga yang ingin aku bagikan denganmu.” Gahyeon segera menawarkan sesuatu yang sama seperti yang ia tawarkan pada Yoohyeon ketika mereka hampir saja ditinggalkan di hutan tempo hari.

“Aku tidak ingin tahu apa-apa.”

“Kamu bohong, setidaknya kamu pasti penasaran dengan keterangan yang ada dalam kepala kamu, ya kan?” Gahyeon membungkuk mendekatkan wajah ke hadapan Dami, tentu saja itu membuat Dami menjauhkan diri karena merasa tidak nyaman.

“Kenapa kau tahu?”

“Kami semua memiliki keterangan yang merupakan satu-satunya hal yang kami ingat. Aku juga memiliki data berupa keterangan singkat itu.” Gahyeon tersenyum sebelum ia kembali berdiri.

“Aku tidak ingat apa-apa.” JiU tiba-tiba ikut percakapan, ia menggaruk kepalanya dengan heran.

“Yang aku maksud bukan kakak.”

“Oh, bukan aku ya.” JiU langsung sadar jika seseorang yang dimaksud oleh Gahyeon adalah Yoohyeon. Gahyeon mengangguk dengan ucapan JiU, ia kemudian kembali beralih memandang ke arah Dami.

“Bagaiamana?”

Dami tidak langsung memberikan jawaban, sebenarnya ia memang agak penasaran dengan data singkat yang muncul ketika pertama kali ia datang ke kota ini. Tapi untuk sekarang, sepertinya hal itu sudah tidak terlalu penting lagi baginya.

“Sebenarnya aku kurang peduli dengan itu. Tapi aku memang memiliki beberapa hal yang perlu kuketahui.”

“Aku bisa membantu. Bagaimana? Apa kita sepakat?”

“Huh, ke mana aku harus mencarinya?” Setelah menghela napas, Dami langsung berdiri dari posisinya. Secara tidak langsung ia menyepakati saling bantu di antara mereka. Saat Gahyeon dan JiU senang dengan Dami yang bersedia membantu mereka, Dami kemudian menunjuk ke belakang dengan ibu jarinya lalu lanjut berbicara “Mencarinya di tengah hujan seperti ini akan sulit. Tapi jika dibiarkan saja malah akan hanyut dan hilang selamanya. Aku akan memaksakan mencarinya saat ini juga.”

Mendengar itu, Gahyeon tahu jika apa yang Dami katakan adalah faktanya. Sekarang adalah bagian yang lebih sulit lagi dari meminta bantuan. Mencari keberadaan tas mereka di daerah genangan banjir dalam keadaan hujan yang sedang deras, hujan yang tak hanya membuat basah saja tapi juga membawa suhu dingin yang luar biasa.

Nightmare - Escape the ERA (DreamCatcher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang