Ara
Aku sekarang berada disebuah masjid megah dikotaku. Semua orang sudah ramai berkumpul, lebih tepatnya sanak saudara laki-laki itu. Jangan ditanya tentang sanak saudara dari pihakku. Jangankan datang, 1 orang saja tidak ada.
"Bagaimana sudah bisa dimulai?" Ucap seorang penghulu yang sudah duduk didepan laki-laki itu, sedangkan aku duduk di belakangnya ditemani ibu dan kedua saudaranya.
"Bismillahirrahmanirrahim. Saudara Alfandy Pratama Syarif bin Hartowi Syarif, saya nikahkan dan saya kawinkan dengan saudari Almeera Syakira binti almarhum Muhammad Ibrahim, dengan mas kawin sebuah rumah dan seperangkat alat sholat dibayar tunai" Ucap penghulu.
"Saya terima nikah dan kawinnya Almeera Syakira binti almarhum Muhammad Ibrahim dengan mas kawin tersebut dibayar tunai" Ucap laki-laki itu dengan sekali tarikan napas dan lancar.
"Sah!" Ucap semua orang disini.
Air mataku langsung jatuh ketika mendengar ucapan sah. Itu artinya aku sudah resmi menjadi seorang istri. Aku akan menjalankan ibadah terpanjang seumur hidupku bersama dia.
Aku disuruh maju ke depan penghulu untuk bersalaman dengan laki-laki yang sudah sah menjadi suamiku ini. Kemudian dia memakaikan aku sebuah cincin dan aku mencium tangannya. Dia mencium keningku dengan lembut. Aku masih tidak terbiasa.
Setelah kami disuruh mengikuti serangkaian setelah akad. Akhirnya kami sekeluarga pulang ke rumah untuk beristirahat.
Jangan tanya kenapa tidak ada acara resepsi. Acaranya ada, tapi tidak hari ini. Acaranya akan diadakan 2 hari lagi. Kami menikah dihari baik, hari jumat dan nantinya melaksanakan resepsi dihari ahad.
"Bawa langsung ke rumah kita ya Al" Ucap ibunya.
Laki-laki itu tidak menjawab tapi dia menggandeng tanganku untuk masuk ke dalam mobil.
Didalam mobil sudah ada supir yang duduk di kursinya. Kami berdua duduk di kursi penumpang.
"Jalan pak" Ucapnya.
Sepanjang perjalanan pulang menuju rumah orang tuanya yang sekarang menjadi mertuaku. Aku tidak banyak bicara, aku hanya diam menatap keluar. Ini pertama kalinya aku naik mobil lagi setelah orang tuaku meninggal.
"Turun" Ucapnya ketika kami sudah tiba disebuah rumah.
Rumah ini tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil. Halamannya cukup luas sehingga bisa menampung beberapa mobil. Didalam juga sudah banyak mobil-mobil saudara yang dari masjid tadi.
"Bawa istri kamu ke kamar ya, kalian ganti baju. Kalau capek istirahat aja dulu, baru udah itu turun ke bawah ya ngumpul" Ucap mamanya.
Mamanya sangat ramah dan baik sekali. Sedari tadi dia selalu memperhatikan kami.
"Almeera, kamu jangan sungkan lagi ya. Mulai sekarang kamu bagian keluarga ini, jadi apapun yang mau kamu lakuin, lakuin aja" Sambung mamanya.
Aku hanya berani tersenyum sambil menganggukkan kepala. Aku masih canggung untuk berbicara dengannya.
"Al ke kamar dulu ma" Laki-laki ini langsung menarik tanganku.
"Eh cie cuit-cuit. Erat banget pegangannya pak, takut lepas ya" Goda salah seorang saudara yang berada diruang tengah.
Mereka semua berkumpul diruangan ini. Ada beberapa dekorasi dan juga makanan disini.
"Bacod!" Ucap laki-laki ini.
Aku kaget juga mendengar jawabannya. Baru kali ini dia bicara agak kuat dan terkesan membentak.
"Udah jangan digangguin dulu, pengantin baru mau berduaan" Sahut yang lain.
Laki-laki ini tidak menjawab lagi dan menarikku kembali mengikutinya ke lantai atas.
"Ganti baju" Ucapnya singkat.
Aku masih bingung, dia menyuruhku mengganti baju tapi dia tetap berada disini.
"Disana kamar mandi, ganti baju kamu. Jangan pakai baju yang kamu bawa, dalam lemari sana sudah disiapkan baju-baju kamu" Ucapnya singkat dan kemudian dia merebahkan dirinya diatas kasur.
Aku tidak menjawab dan langsung saja beranjak menuju kamar mandi.
Kamar mandinya lumayan luas dan ada tempat kering untuk berganti pakaian. Untungnya pakaian yang ku pakai akad tadi tidak terlalu ribet, sehingga aku bisa melepaskannya sendiri.
Kurang dari setengah jam aku mandi dan bersih-bersih. Aku keluar dengan menggunakan pakaian yang tadi ku ambil dari lemari.
"Saya mau mandi, minggir" Aku buru-buru bergeser agar dia tidak terhalang.
Aku duduk didepan meja rias dan mulai mengeringkan rambutku dengan handuk.
Cukup lama aku berusaha mengeringkan rambutku karena rambutku lumayan panjang dan lebat.
"Disana ada hair dryer untuk digunakan bukan untuk pajangan" Ucapnya tiba-tiba saja.
Aku diam saja tak berniat mengambil hair dryer itu.
"Eh jangan aku bisa sendiri" Buru-buru ku ambil tepis tangannya yang memegang rambutku.
"Besok ganti warna rambutmu ini, saya tidak suka perempuan dengan rambut diwarnai seperti ini" Aku langsung menoleh ke arahnya.
Aku tidak pernah sekalipun mewarnai rambutku.
"Aku gak pernah warnai rambut untuk apa ganti warna" Jawabku.
"Ini apa? Mana ada rambut asli warnanya cokelat terang begini" Dia kembali menyibakkan rambutku.
Memang bagian dalam rambutku berwarna cokelat terang, seperti diwarnai tapi jujur memang aku tidak pernah mewarnainya.
"Udah dari lahir ini mah" Jawabku.
"Pokoknya besok udah gak warna ini lagi" Ucapnya.
Aku diam saja dan melanjutkan mengeringkan rambutku menggunakan hair dryer yang tadi sudah dia hidupkan.
"Saya sholat jumat dulu. Kamu turun ke bawah ngobrol sama orang dibawah jangan mendem aja disini" Ucapnya padaku sebelum dia keluar kamar.
"Maaf pak" Aku meraih tangannya dan menciumnya.
Dia buru-buru menarik tangannya dariku.
"Tidak perlu pakai segala macam salaman. Cukup kamu berperan sebagai istri didepan keluarga saya saja" Ucapnya dingin.
Aku tidak terlalu memikirkan ucapannya. Toh juga wajar dia bersikap begitu karena kami baru saja kenal dan langsung menikah.
Aku merapikan bajuku dan rambutku, ku kuncir satu. Aku turun ke lantai bawah untuk bercengkrama dengan yang lain.
Aku sedikit canggung waktu baru saja turun. Sekarang pun aku masih berdiri dianak tangga terakhir.
"Eh Mba Almeera sini gabung" Adiknya laki-laki itu memanggilku.
Aku mendekat dan duduk perlahan disampingnya.
"Udah mandi ya?" Tanya salah seorang.
Kebetulan disini wanita semua jadi kami membicarakan tentang hal pribadipun tidak terlalu canggung.
"Iya tante" Jawabku.
"Eh gak langsung unboxing tadi kan?" Tanya seorang lainnya.
"Maksudnya?" Tanyaku.
"Ya itu, alah masa gak tau sih mba" Jawab yang bicara tadi.
"Udah jangan digodain mulu. Kayaknya belum, itu jalannya masih normal dan masih bisa turun tangga gitu" Mama dari laki-laki itu muncul dari arah dapur sambil membawa beberapa camilan.
Seketika suasana hening dan kembali riuh. Semua keluarga disini sangat hangat dan damai. Aku merindukan sekali masa-masa seperti ini. Dulu, aku sempat merasakan dan sekarang aku bersyukur bisa merasakannya lagi.
"Lah kenapa nangis?" Kakak dari laki-laki itu menyadari kalau aku mengeluarkan air mata bahagia ini.
"Eh enggak mba, gak papa" Jawabku sambil langsung mengusap air mata.

KAMU SEDANG MEMBACA
Anakku Bukan Anakmu
General FictionMenceritakan seorang istri yang diusir karena tidak bisa memberikan anak untuk suaminya. Tetapi setelah diusir dia baru mengetahui kalau dia hamil.