Part 125

1.2K 83 7
                                        

Almeera Pov

Mas Alfandy sudah menjelaskan semuanya padaku. Aku bisa memahami tapi aku tidak habis pikir kenapa Mas Alfandy begitu bodoh diperalat Siska.

"Mama" Panggil Arhan pelan.

"Kenapa nak?" Tanyaku dari ranjang.

Hari sudah menjelang siang dan mereka dari pulang sekolah ke sini lagi.

"Abang Arfan menggigil, badannya panas ma" Jawab Arhan.

"Ya Allah! Bener bang?" Tanyaku.

Aku langsung bangun dari ranjangku dan berjalan perlahan ke kasur tempat mereka tidur.

Ku usap kepala Arfan dan benar saja keringat dingin membanjiri tubuhnya. Dia menggigil dan panasnya sangat tinggi.

"Pencet bel di sana bang" Aku menyuruh Arhan menekan bel untuk memanggil dokter.

Tak lama setelah Arhan menekan dokter bersama perawat datang.

"Ada yang bisa kami bantu Bu Almeera? Apa ibu merasa tidak enak badan lagi?" Tanya si dokter.

"Minta tolong periksa anak saya dokter, menggigil dan panas tinggi" Pintaku.

Dokter itu mendekat dan memeriksa Arfan. Untungnya Arfan tidak perlu sampai dirawat. Dokter ini memberikan suntikan dan memang aku yang menyuruhnya. Arfan agak susah minum obat jadi lebih baik disuntik agar cepat proses sembuhnya.

"Kalau begitu sekarang kita periksa kondisi ibu dan baby ya. Boleh berbaring di ranjang Bu" Suruhnya.

Aku berjalan kembali ke ranjangku dibantu perawat tadi. Aku masih melihat ke arah Arfan yang demam. Dia masih tertidur tetapi sudah tidak menggigil lagi.

"Berbaring Bu" Suruhnya.

Dokter itu mulai memeriksa denyut nadiku, detak jantung dan perutku. Lama sekali dia menaruh stetoskopnya di perutku.

"Alhamdulillah kondisi ibu dan baby sudah membaik. Baby sangat kuat ya Bu, semoga setelah ini baby lahir dengan selamat" Ucap dokter ini.

Aku hanya diam dan senyum saja, tidak tau juga apa yang mau dibahas.

"Saya permisi dulu ya Bu, nanti obatnya diminum dan insyaallah kalau kondisi ibu terus membaik, nanti malam boleh pulang" Ucapnya.

Aku bersyukur bisa cepat keluar dari sini. Ditambah lagi sekarang Arfan demam dan aku harus merawatnya.

"Terima kasih dokter" Ucapku.

"Satu lagi, ibu kalau sudah pulang jangan mengerjakan hal berat, jangan juga berpikir terlalu keras. Baby tidak suka mamanya banyak pikiran" Dokter ini seperti tau saja masalahku.

"Iya dokter terima kasih sekali lagi" Ucapku.

Dokter dan perawat tadi keluar dari ruangan. Aku kembali ke kasur Arfan untuk mengeceknya.

"Abang tidur di kasur mama ya, mama tidur di sini mau jaga Abang Arfan" Suruhku ke Arhan.

Arhan mengangguk dan pindah ke ranjangku. Jam segini memang jam mereka tidur siang, jadi Arhan setelah pindah langsung tidur lagi.

"Cepat sembuh bang" Ucapku sambil mengusap kepalanya.

"Mama" Panggilnya pelan.

Hawa napasnya pun panas terasa menerpa leherku.

"Iya ini mama" Ucapku.

Dia mengeratkan pelukannya padaku. Untungnya perutku belum terlalu besar jadi bisa nemplok dia.

"Dingin mama" Ucapnya.

Aku menurunkan suhu ruangan dan memberinya selimut. Wajahnya pucat dan berkeringat. Padahal tadi dia bilang dingin.

Anakku Bukan AnakmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang