Part 133

1K 86 3
                                        

Author Pov

Setelah kejadian Ria menyerahkan bayi itu ke Rio, rumah mereka tiba-tiba saja di datangi oleh pihak polisi. Bukan tanpa alasan, pihak polisi memang mendatangi rumah Ria dikarenakan masalah bayi ini.

"Silakan masuk pak" Ucap ibu Ria.

"Maaf ibu kami datang mengganggu dihari raya seperti ini" Ucap seorang polisi.

"Tidak apa-apa pak, mari silakan dicicipi pak" Sahut bapaknya.

"Terima kasih pak. Baik Bu kita sudah menelusuri jalanan tempat halte tersebut, kebetulan cctv di sana sedang mati. Kita kehilangan jejek dan ibu tenang saja kita masih akan terus mencari ibu dari si bayi" Jelas polisi.

"Gak usah dicari pak, ini ayah dari bayi itu" Ria nyeletuk.

Semua mata tertuju ke arah Rio yang masih kebingungan. Rio menggeleng saat kedua polisi itu menatap ke arahnya.

"Eh gak pak bukan anak saya" Elak Rio.

"Maaf mba apakah anda yakin yang anda katakan? Kalau anda hanya asal bicara dan itu salah, maka anda akan terkena tuduhan pencemaran nama baik" Polisi.

"Tes DNA aja saya siap pak, saya benar-benar bukan ayah dari bayi itu" Ucap Rio.

Ria kaget mendengar kalau Rio berani untuk tes DNA. Semisal memang itu anaknya pasti Rio akan takut untuk tes DNA.

"Baik kita lakukan tes DNA besok, saya minta kerjasamanya pak" Setelah diskusi diambil jalan tengah yaitu tes DNA antara Rio dan bayi itu.

Kedua polisi tadi juga sudah pamit pulang setelah mengantongi identitas Siska. Ria sangat yakin itu Siska, ditambah lagi dia menunjukkan foto Siska ke ibunya dan ibunya mengiyakan kalau benar Siska yang membawa bayi itu tadi.

"Kalian jangan berantem didepan bayi ini. Kasihan dia gak tau apa-apa, yang salah orangtuanya dan dia gak tau masalahnya" Ucap ibu Ria kemudian mengambil bayi itu dari gendongan Aisyah.

"Untuk kamu nak Rio lebih baik pulang dulu dan besok kita bertemu lagi di rumah sakit. Bapak berharap banyak dari kamu tentang hasil tes ini nanti" Bapak Ria menyemangati Rio.

"Saya pamit pak, Bu, Gibran dan Aisyah" Pamit Rio. Dia tidak menyebutkan Ria dikarenakan Ria sudah masuk duluan ke kamarnya.

Almeera Pov

Riweh banget ngeladeni 2 anak bocil ini. Aku heran kenapa sekarang mereka begitu susah diatur. Ini apa karena mereka sudah ada papanya yang bisa dijadikan tameng kalau aku ngomel, atau karena memang karena usia meningkat jadi banyak kepandaian.

"Udah belum?" Tanyaku ketika keduanya keluar dari minimarket bersama papanya.

"Udah ma" Jawab keduanya.

Aku memang tidak ikut masuk ke dalam karena capek dan mager mau jalan. Aku hanya menunggu di dalam mobil saja.

"Beli apa aja sih lama banget" Ucapku ketika ketiganya sudah masuk ke dalam mobil.

"Ini loh" Mas Alfandy mengacungkan 3 kantong besar yang isinya semua camilan.

"Astaghfirullah nak, boros ini namanya" Aku hanya bisa mengucap.

"Sesekali ma, kan nanti bagi-bagi sama temen di sana. Abang kan udah lama gak ketemu mereka" Jawab Arfan.

Teman-teman yang dia maksud adalah anak-anak kecil di kampung Ria. Arfan Arhan memang selalu bermain dengan anak-anak di sana saya kami masih tinggal di sana ataupun saat kami berkunjung.

"Kue di rumah nenek juga pasti banyak bang, itu bisa dimakan sama-sama" Omelku.

"Udah ma gak papa sesekali" Mas Alfandy menyudahi omelanku.

Anakku Bukan AnakmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang