Part 45

3.5K 144 7
                                        

Alfandy Pov

Hubunganku dengan Erin semakin renggang. Aku seperti sudah tidak perduli dengannya, begitupun dia. Erin selalu pulang larut dan tak pernah melayaniku lagi. Aku tidak terlalu mempermasalahkan hal itu tapi aku ingin anak darinya dan dia tidak mau usaha bersama.

"Aku ke rumah mama gak usah nyusul" Erin membawa koper besar.

Aku juga tidak perduli lagi dengannya, mau dia kemana juga udah terserah. Yang aku mau sekarang adalah anak-anakku.

"Kamu gak larang aku gitu?" Tanya nya.

Aku hanya diam menatapnya, dia tampak kesal karena aku sama sekali tidak melarangnya.

"Ih kesel banget aku sama kamu!" Dia kemudian pergi menggeret kopernya keras.

Setelah Erin pergi aku masuk ke dalam kamarku dan melihat meja rias Erin sudah bersih, lemari bajunya juga bersih. Ada rasa sedih juga tapi mau bagaimana lagi Erin keras kepala dan tak mau diatur.

"Assalamualaikum kenapa mba?" Mba Arumi tumben telepon.

"Wassalamu'alaikum anak kamu masuk rumah sakit, buruan ke rumah sakit Harapan" Ucapnya.

"Arfan Arhan mba?" Tanyaku panik.

"Emang punya anak lain? Mba gak tau yang sakit Arfan atau Arhan tadi mba ketemu Ara di rumah sakit dia lagi nangis. Buruan kamu susul ke sana kasian Ara sendirian" Mba Arumi langsung menutup teleponnya.

Aku buru-buru mengambil jaket dan mencuci muka asal, mukaku sudah seperti tak terurus. Bulu halus sudah banyak tumbuh diwajahku.

"Titip rumah mbok" Langsung ku gas menuju rumah sakit.

Jalanan sangat macet karena didepan ada mobil truk tabrakan dengan mobil bus anak sekolah. Aku memutuskan menitipkan mobilku disalah satu minimarket dan aku lanjut ke rumah sakit menggunakan ojek.

Sampai di rumah sakit aku tidak perduli berapa tadi uang yang ku kasih. Langsung mencari UGD untuk melihat keadaan anak-anak.

"Al" Panggilku.

Almeera menangis sambil menutup wajahnya. Ada Mba Arumi dan Arhan juga di sini.

"Papa" Arhan memelukku.

Aku senang karena dia sudah mau memanggilku papa dan memelukku.

"Arhan jangan nangis ya, sini sama papa" Ku gandeng dia mendekati Almeera.

"Kenapa mba?" Tanyaku ke Mba Arumi.

"Arfan tadi ngamuk di rumah dia main pisau terus motong urat nadinya. Lagi ditangani di dalam Al, mba tanya Ara tapi Ara masih syok gak bisa jawab" Jelas Mba Arumi sambil terus mengusap pundak Almeera.

"Al" Ku dekati dia.

Dia masih menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Siapa sih mas yang jahat banget ke anak-anak? Apa salah mereka? Kenapa harus anak-anak yang jadi korbannya?" Dia memukul kepalanya sendiri.

"Eh jangan" Mba Arumi menghentikan tangannya.

Aku bingung harus bagaimana dan dengan refleks ku peluk dia agar dia tenang. Almeera tidak memberontak lagi dan masih menangis. Aku dan Mba Arumi masih bingung dengan kata-kata yang barusan dia katakan.

"Papa" Arhan memegang bahu Almeera dan menatapku.

"Arhan bisa kasih tau papa kenapa sampai Arfan begini? Arhan ada tau sesuatu yang papa gak tau?" Tanyaku.

"Tadi kita main sama tante cantik dan Miko telus ada anak kecil yang ikutin Abang Alfan. Kita belobat ke lumah kakek Miko, telus Abang Alfan sembuh kita pulang. Di lumah pas mama lagi bikin makanan Abang Alfan ambil pisau potong buah telus potong tangannya, abang takut jadi abang lali panggil mama" Jelas Arhan.

Anakku Bukan AnakmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang