Alfandy Pov
Hari-hari aku jalani dengan berdua saja dengan Erin. Sejujurnya aku mulai bosan dengan keadaan seperti ini. Setiap hari pulang kerja hanya dapat capek saja. Erin kadang aku pulang dia lagi gak di rumah atau dia di rumah pun tidak ada sambutan apa-apa.
Aku juga mulai merindukan Almeera. Rindu saat dulu masih bersama dia selalu menyiapkan keperluanku. Kadang dia juga baru pulang kerja tapi dia tetap memasak untukku dan menyambut kepulanganku.
Sekarang aku juga merindukan anak-anakku. Aku sangat senang saya mengetahui kalau aku punya anak, apalagi mereka kembar. Tapi aku juga sedih sekarang karena aku tidak bisa bertemu mereka. Bukan Almeera yang melarangku menemui mereka tapi mereka sendiri tidak mau ku temui.
Aku juga tau kalau mereka begitu memang karena salah sikapku. Bukan Almeera yang mengajarkan mereka membenci tapi diriku sendiri yang membuat mereka membenci.
"Telepon boleh gak ya?" Ucapku pada diri sendiri.
Aku mengambil hp dan mencari nomor Almeera. Aku dapat nomor ini dari karyawan cafenya. Aku berbohong saat memintanya, aku bilang kalau aku mau ada pesanan banyak.
"Assalamualaikum ini siapa?" Suara Almeera.
Aku terdiam karena tak menyangka bisa mendengar suara Almeera lagi.
"Waalaikumussalam Almeera" Jawabku.
"Kamu?" Tanya nya.
"Iya aku Al, aku minta maaf karena lancang menelpon kamu" Ucapku.
"Ada apa?" Suaranya masih sama, tidak terdengar seperti sedang marah.
"Aku boleh bicara sama Arfan dan Arhan?" Tanyaku.
"Iya boleh, sebentar aku bilang dulu ya ke mereka" Almeera seperti menaruh hpnya dan keluar ruangan karena terdengar bunyi pintu.
Aku menunggu dengan gugup dan memasang kuping dengan seksama.
"Hm maaf mas Arhan dan Arfan tidak mau bicara" Ucap Almeera tak lama kemudian.
"Oh oke, aku tau mereka masih marah denganku. Sampaikan salam sayang aku ke mereka ya Al" Ucapku padanya.
"Maafin anak-anak mas, mereka belum mengerti dan masih belajar memahami keadaan. Mungkin mereka masih marah dengan kejadian waktu itu" Almeera yang minta maaf.
Sungguh hatinya mulia sekali, aku sudah berbuat tidak baik padanya dan anak-anak tapi dia tetap membalas dengan baik.
"Iya Al aku tau mereka pasti sangat marah denganku karena waktu itu aku mengabaikan kamu dan anak-anak. Aku juga minta maaf ya sama kamu. Maaf kalau selama dulu kamu jadi istri aku kamu gak bahagia" Ucapku.
"Udahlah itu udah cerita lama gak usah dibahas lagi, aku juga gak mau mengingatnya lagi" Ucapnya.
Almeera ku akui aku sangat benci awalnya, tapi tak bisa ku pungkiri semakin ke sini aku semakin menyayanginya.
"Hm Al" Aku ragu mengucapkan.
"Iya?" Tanya nya.
"Aku mau ngomong"
"Eh bentar ya anak-anak masuk" Belum selesai aku bicara.
Sepertinya dia meletakkan saja hpnya karena terdengar bunyi hpnya.
"Mama lagi ngapain?" Suara anakku.
Aku tidak tau pasti itu suara siapa karena ditelepon, kalau bertemu mungkin aku bisa bedain tapi kalau ditelepon susah aku membedakan.
"Masih telponan sama dia?" Arfan/Arhan.
"Eh gak boleh ngomong dia-dia gitu bang, itu papa kalian" Almeera.

KAMU SEDANG MEMBACA
Anakku Bukan Anakmu
General FictionMenceritakan seorang istri yang diusir karena tidak bisa memberikan anak untuk suaminya. Tetapi setelah diusir dia baru mengetahui kalau dia hamil.