Almeera Pov
Sekitar setengah jam Ria dan Rio berada di ruang operasi. Lampu penanda operasi sudah padam, artinya operasi telah selesai. Kami semua langsung berdiri dari duduk dan menghampiri pintu.
Rio keluar dengan raut wajah lelah serta bercak air mata diwajahnya. Kami semua makin cemas dan bertanya-tanya bagaimana keadaan Ria.
"Rio bagaimana Ria sama anak kalian?" Tanya ibu Ria.
"Kak Ria gimana kak?" Tanya adik Ria.
"Udah jangan ditanya-tanya dulu, suruh duduk dulu itu Rio kasih minum" Ucap bapak Ria.
Keluarga Rio tadi pamit untuk sholat sebentar karena memang kebetulan jam operasi tadi awal waktu sholat ashar. Tadi pertama keluarga Ria sholat dan aku barengan mereka sekarang gantian keluarga Rio yang sedang sholat.
"Minum nak" Bapak Ria menyodorkan air minum.
"Maafin Rio pak, Rio gak bisa jaga Ria dan anak Rio pak!" Ucap Rio sambil menangis.
"Udah sabar istighfar dulu kamu jangan nangis" Ucap bapak Ria.
Aku makin cemas dan bertanya-tanya apa yang terjadi dengan Ria di dalam sana.
"Maksud kamu apa Rio?!" Ibu Ria menarik lengan baju Rio.
"Maafin Rio Bu" Rio bersimpuh di kaki ibu Ria.
"Itu dokternya" Ucapku.
Semua langsung berpindah dari yang tadinya mengintrogasi Rio ke dokter yang baru keluar.
"Dokter bagaimana keadaan anak saya?" Tanya ibu nya Ria.
"Kami mohon maaf Bu, kami sudah melakukan yang terbaik dan sesuai dengan prosedur kedokteran. Tapi yang maha kuasa berkata lain. Dengan sangat menyesal kami sampaikan kalau Ibu Ria beserta bayinya tidak selamat" Selesai dokter itu mengatakan hal tersebut seketika kaki ini menjadi lemah.
Aku terduduk di lantai dingin rumah sakit. Seluruh kenangan bersama Ria mulai awal masuk sekolah, mencari pekerjaan bersama-sama, hingga mempunyai bisnis bersama dan sampai dia menikah.
Aku juga tidak bisa melupakan kebaikannya yang mau menampungku ketika hamil kembar.
"Innalilahi wa innailaihi roji'un" Ucapku pelan.
Arfan dan Arhan yang kebingungan mendekatiku dan memelukku.
"Mama jangan nangis" Arhan mulai ikut mewek.
"Boleh saya liat Ria dan anaknya dok?" Tanyaku.
"Jenazah Bu Ria dan anaknya sedang dibersihkan dan nanti sebelum dipindahkan ke ruang jenazah keluarga boleh melihat" Jawabnya.
"Ini semua gara-gara Mba Ara. Coba mba Ara datangnya cepet pasti Kak Ria cepat juga dioperasinya!" Adiknya menyalahkanku.
"Aisyah udah! Ini bukan salah siapa-siapa, ini kemauan Ria sendiri. Dia yang minta gak mau sesar makanya penanganannya lama. Ini gak ada hubungannya sama Ara! Stop menyalahkan orang lain!" Bentak ibunya.
Aku tau Aisyah pasti sangat terpukul, kakak perempuan satu-satunya tempat dia mengadu dan bermanja sudah pergi untuk selama-lamanya.
"Aisyah udah, kita ikhlasin ya. Jangan kita gini nanti Kak Ria gak tenang perginya" Gibran, adik laki-laki Ria.
"Aisyah, Gibran maafin mba ya. Mba gak bermaksud berlama-lama di jalan, mba benar-benar baru dapat telepon dari Kak Rio dan langsung ke sini" Jawabku.
"Mba jahat!" Bentak Aisyah.
Aku tau pasti Aisyah tetap berpikiran kalau Ria meninggal karena kesalahanku.
"Mba, aku gak nyalahin mba kok. Maafin Aisyah ya mba, Aisyah masih gak bisa terima kepergian Kak Ria. Aisyah sangat menyayangi Kak Ria dan juga sangat menanti anaknya Kak Ria" Gibran menenangkan ku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Anakku Bukan Anakmu
Fiksi UmumMenceritakan seorang istri yang diusir karena tidak bisa memberikan anak untuk suaminya. Tetapi setelah diusir dia baru mengetahui kalau dia hamil.