Almeera Pov
Sehari setelah menikah, Mas Alfandy langsung bersiap untuk berangkat tugas luar kota. Katanya tugasnya hanya 3 bulanan saja. Aku mempersiapkan segala kebutuhannya selama 3 bulan di kota orang itu.
"Papa pergi ya ma?" Tanya Arfan yang baru saja bangun tidur.
"Papa kan tugas luar kota bentar bang, nanti selesai tugas papa balik lagi" Mas Alfandy yang menjawab.
Aku tidak tau munculnya dari mana jenglot satu ini. Sangat mengesalkan baru juga sehari jadi suami.
"Lama gak?" Tanya Arfan lagi.
"Bentar doang, nanti papa pulang mau dibawain ole-ole apa?" Tanya Mas Alfandy ke Arfan.
"Gak mau ole-ole, maunya papa balik sini selamat dan gak kurang satu apapun" Jawabnya.
Mas Alfandy memeluk Arfan, menggendongnya dan memainkan tubuh Arfan menjadi pistol-pistolan.
Oh iya untuk kalian ketahui aku dan anak-anak sudah tidak tinggal di rumah lama kami. Aku ikut Mas Alfandy untuk pindah ke rumah barunya. Kalian ingat kan rumah yang dulu sempat dia mau kasih sebagai hadiah ulang tahun anak-anak? Nah di rumah itulah kami tinggal sekarang.
Rumah lama Mas Alfandy masih dijaga oleh si mbok dan rumah lamaku masih dijaga sama bibi juga. Sayang aku mau jualnya dan juga bibi kan gak punya sanak saudara di kampungnya dan disini juga dia cuma taunya aku. Itung-itung biar dia gak nyari-nyari tempat tinggal lagi.
Kalau untuk si mbok kata Mas Alfandy memang dia yang nyuruh disitu aja. Si mbok juga dibolehkan bawa keluarganya untuk tinggal di sana. Kami juga paling balik ke rumah itu sesekali. Hanya saja Mas Alfandy bilang dia pesan ke si mbo, kamar dia dan kamar bekas Hana jangan ditempatin.
"Mandi gih buruan biar bisa ikut antar papa" Suruhku ke Arfan yang masih asik bercanda dengan Mas Alfandy.
Aku dari tadi belum melihat Arhan dan Hana. Mungkin mereka masih di kamar atau lagi main sama bibi dan mamang. Arfan Arhan memang suka main sama bibi, katanya bibi dan mamang orangnya asik.
"Sekalian ajak Abang Arhan mandi ya" Teriakku.
"Jangan teriak-teriak ini bukan di hutan" Mas Alfandy menutup mulutku dengan tangannya.
"Apaan sih" Ku hempaskan tangannya dan lanjut menyiapkan barang-barangnya.
"Kalau punya istri enak ya, mau dinas gini disiapin semuanya" Dia tiduran di kasur.
"Lah dulu beristri juga kan pak, masa gak disiapin" Sindirku.
"Erin mana mau nyiapin barangku" Jawabnya.
Aku terdiam karena nada bicaranya terkesan kesal dan malas menjawab.
"Aku liat Hana bentar takutnya nyariin" Pamitku.
"Hana biar sama bibi dulu Al, kamu kenapa sih ngindar mulu" Dia menarik tanganku.
"Aku gak ngindar, aku mau liat Hana mas" Jawabku.
Dia melingkarkan tangannya ke pinggangku. Aku mulai terbiasa dengan hal ini, kalau dicegah ntar gesreknya makin jadi.
"Terima kasih ya udah mau kembali padaku. Terima kasih menerima aku jadi ayahnya anak-anak kita" Dia mengusap lenganku.
"Sama-sama" Jawabku.
"Aku tau Al dulu aku jahat banget sama kamu, dulu aja aku sempet selingkuhin kamu dengan Erin. Aku mikirnya kamu tuh hama yang ganggu hubungan aku dan Erin. Aku juga udah menuduh kamu yang tidak baik, sampai-sampai aku gak.." Langsung ku tutup mulutnya.
"Udah jangan diterusin, sekarang ya sekarang, masa lalu ya masa lalu. Aku mau menjadi istri kamu yang baik mulai sejak kemarin kita akad. Aku harap kamu juga bisa jadi suami yang baik. Kalaupun kamu gak bisa jadi suami yang baik untuk aku tapi tolong cobalah menjadi ayah yang baik untuk anak-anak kita. Ayah yang baik juga untuk Hana. Kasihan dia hanya tau kita orangtuanya" Pesanku.
"Aku memang belum sepenuhnya menyayangi Hana, kamu tau kan Al Hana itu bagiku penyebab kematian Erin. Dia juga membuatku selalu ingat dengan pilihan yang ku buat yang menyebabkan hilangnya nyawa Erin. Dia kesalahan keputusan yang ku buat Al. Tapi demi kamu dan anak-anak aku akan mencoba menyayangi nya. Aku tau kalian semua sangat menyayangi Hana, dan aku akan coba juga" Ucapnya terdengar tulus.
Kami tatap-tatapan beberapa detik dan kemudian aku sadarkan dia.
"Udah yok keluar anak-anak mau sarapan, terus kita berangkat" Ajakku.
Dia merangkul pinggangku dan mengajak ku jalan bersama. Kami terlihat seperti pasangan suami istri yang sangat harmonis. Insyaallah aku berdoa akan selalu seperti ini.
Arumi Pov
Hari keberangkatan Alfandy dinas luar kota. Aku sengaja ambil jadwal siang agar bisa menemani Almeera mengantar Alfandy. Walaupun perut ini sudah lumayan besar tapi tidak menyulitkan aku beraktivitas. Sepertinya bayiku sangat memaklumi kondisi mamanya ini.
"Mas izin nganter Al ya" Aku izin dulu ke Mas Bagas.
"Sama siapa berangkatnya? Jangan bawa mobil sendiri" Ucapnya.
"Dijemput Al sama Ara mas. Anak-anak juga ikut aku, izin ya" Cengirku.
"Izin itu sebelum dandan cantik gini Arumi sayang. Kalau udah gini tinggal pergi namanya bukan izin tapi ngasih tau doang" Dia mencium keningku.
"Haha boleh kan ya, adik aku juga mas. Lagian aku mau nemenin Ara nanti pulangnya. Anak-anak juga kangen sepupu mereka" Balasku.
Dia hanya mengusap kepalaku dan pamit berangkat kerja. Mas Bagas memang selalu dapat jadwal pagi, karena dokter gigi di rumah sakit dia dinas hanya 2 orang dan hanya buka poli sampai jam 6 sore. Jadi kalaupun dinas sore dia tetap malam ada di rumah.
"Rahma! Lea! Buruan nak!" Aku agak berteriak karena anak 2 itu kadang sengaja memekakkan kupingnya kalau dipanggil.
"Bentar ma nyari jilbab kakak" Jawab Rahma.
Aku kaget dan kagum mendengar jawaban Rahma. Diusianya yang sekarang dan terbilang masih kecil dia sudah mau mengenakan hijab untuk menutup auratnya.
Tak lama kemudian Rahma dan Lea turun bersama. Yang membuatku kagum bukan hanya Rahma yang memakai hijab, tapi Lea juga memakai hijab.
"MasyaAllah anak-anak mama cantik banget nak" Mereka mendekat ke sisi kiri kananku.
"Alhamdulillah ma, hihi" Jawab Lea sambil cekikikan.
"Kalian kan udah belajar pakai hijab jadi nanti omongan sama kelakuannya dijaga juga ya nak. Jangan berlebihan ya" Nasehatku.
Bagaimanapun hijab itu memang kewajiban muslimah yang sudah akil baliq, tapi juga kita yang memakai harus berkelakuan sesuai dengan tampilan kita. Malu dengan hijab yang kita kenakan kalau kita tak bisa berkelakuan baik. Dan juga jangan sampai karena kelakuan buruk kita, justru orang lain malah menyalahkan hijab kita.
"Iya ma, insyaallah aku sama adek akan jaga omongan dan sikap mulai hari ini. Kita gak mau papa nanti masuk neraka gara-gara kita gak pake hijab" Jawab Rahma.
"Iya ma kemarena kita ikut nenek ke pengajian terus ustadzahnya bilang, kalau anak perempuan gak pake hijab yang nanggung dosanya ayah mereka. Ngeri banget juga hukumannya nanti di akhirat ma" Cerita Lea padaku.
MasyaAllah berarti kemaren dengan diajaknya mereka sama mama jadi bikin mereka mulai berubah menjadi lebih baik. Terutama Rahma, dia tahun depan akan masuk masa remaja dan bangku sekolah menengah pertama. Aku bangga dan bahagia karena dia mencoba memperbaiki dirinya.
"Nanti kakak masuk pesantren aja ya ma SMP nya. Kakak mau belajar agama yang banyak biar jadi bekal aku, mama papa dan adik-adi masuk surga. Kakak mau kita nanti di surga kumpul lagi" Jelasnya padaku.
Mendengar penjelasan Rahma seketika membuat air mataku tak dapat dibendung lagi.
"Mama jangan nangis, maafin ya kakak minta masuk pesantren. Kakak bukan maksud mau jauh dari mama dan adik-adik, tapi kakak beneran mau belajar banyak tentang agama" Rahma terlihat khawatir karena aku menangis.
"Udah mama terharu aja, mama gak marah kok. Mama justru sangat bahagia kakak sendiri yang minta masuk pesantren. Nanti kita bicarakan ke papa juga ya. Sekarang kita ke depan tunggu Om Al dan Tante Ara jemput" Ajakku ke mereka berdua.

KAMU SEDANG MEMBACA
Anakku Bukan Anakmu
Fiksi UmumMenceritakan seorang istri yang diusir karena tidak bisa memberikan anak untuk suaminya. Tetapi setelah diusir dia baru mengetahui kalau dia hamil.