Woi maafin lupa lagi klik publikasikan😭😭
______________________________________
Author PovBeberapa bulan kemudian tiba-tiba saja Almeera mendapat surat panggilan orangtua dari sekolahnya Arfan dan Arhan. Ini yang bermasalah adalah Arhan dengan teman kelasnya.
Almeera sama sekali tidak menyalahkan anaknya. Dia juga tidak menanyakan apapun kepada anaknya saat sesudah menerima surat itu. Almeera pulang ke rumahnya dengan santai saja dan terkesan tak terjadi apa-apa. Bukan maksud Almeera menjadi ibu yang tak perduli. Justru dia sangat perduli makanya dia hanya diam dan tak terlalu mengambil pusing surat itu. Toh tinggal pergi doang kan ya ke sekolahan.
"Kenapa tuh Abang Arhan?" Tanya Alfandy yang memang sudah pulang dinas beberapa hari yang lalu.
"Takut dimarahi mama pa" Jawab Arfan.
"Dimarahi kenapa?" Tanya Alfandy lagi.
"Abang berantem, besok mama disuruh ke sekolahan" Jawab Arfan.
Alfandy hendak menyusul Arhan ke kamarnya tapi cepat ditarik Almeera.
"Biarin aja mas, biarin dia tenang jangan diganggu" Ucap Almeera masih sambil memegang tangan Alfandy.
"Tapi aku harus bicara sama dia ma, dia itu berantem loh sampai kamu dipanggil ke sekolahnya" Emosi Alfandy.
Memang begitu ya emosi laki-laki terutama seorang ayah. Dia tidak mau anaknya berkelahi tanpa sebab untuk menjadi sok jagoan.
"Abang ke kamar dulu ma, pa" Arfan yang masih ada di sana tadi langsung pamitan karena melihat kedua orangtuanya sudah saling jawab.
Almeera dan Alfandy sepandangan dan diam. Tak ada yang bersuara satu kata pun.
"Tuan! Nyonya! Maaf tolong!" Bi Minah datang dengan wajah cemas.
"Kenapa bi?" Tanya Almeera dengan tenang.
Dia tau kalau dia ikut cemas maka bibi juga akan makin cemas, malah gak jadi dapat informasinya.
"Kenapa bi? Cepat ngomong!" Alfandy yang memang sedari tadi udah kepancing emosi akhirnya membentak bibi.
"Anu tuan anu itu, saya minta maaf tuan nyonya" Suara Bi Minah gemetar.
"Itu apa!" Sekali lagi Alfandy membentak.
"Kalau kamu bentak terus Bi Minah makin gugup. Diem dulu napa biar bibi bisa jelasin" Ucap Almeera ke Alfandy.
Almeera mendekati bibi dan memegang pundaknya.
"Kenapa bi?" Tanya Almeera pelan.
"Itu nya Non Hana jatuh kepalanya kebentur pinggir kolam renang" Jawab Bi Minah sambil menangis gemetaran.
"Apa! Ngomong dari tadi, lama banget!" Alfandy menuju halaman samping.
Almeera berjalan tenang bersama bibi menyusul Alfandy. Almeera bukan tak khawatir, justru dalam dirinya sangat khawatir karena dia sangat menyayangi Hana.
"Maafin bibi nya, bibi tadi cuma mengangkat jemuran bentar dan naruh ke teras belakang. Pas bibi balik lagi Non Hana udah berdarah" Ucap Bi Minah sepanjang jalan disamping Almeera.
"Udah bi bukan salah bibi juga, udah musibahnya menimpa Hana" Jawab Almeera.
Ketika tiba di halaman samping mereka sudah tidak melihat Hana. Tapi jelas ada bekas darah segar diujung pinggir kolam berenang.
"Mana Hana?" Emosi Alfandy.
"Tadi di sana tuan saya tidak bohong. Saya tinggal bentar manggil tuan dan nyonya" Jawab Bi Minah gemetaran karena takut dibentak Alfandy.
"Tanya Mang Kardi dulu mas" Ucap Almeera.
Alfandy langsung menuju depan mencari Mang Kardi.
"Astaghfirullah!" Teriak Alfandy.
Bi Minah dan Almeera berlari kecil menghampiri Alfandy yang barusan mengucap.
"Bapak! Bangun pak!" Bi Minah langsung memeluk tubuh Mang Kardi yang berlumuran darah segar.
"Tunggu di sini saya ambil mobil, kita bawa ke rumah sakit" Alfandy berlari memasuki garasi samping.
"Almeera!" Teriak Alfandy dari dalam.
Almeera yang sudah tidak bisa tenang akhirnya menjadi sangat cemas.
"Kenapa mas?" Tanya Almeera panik.
"Anak-anak ke mana?" Alfandy mencari kembar tidak ada di kamarnya.
"Astaghfirullah mas!" Almeera menemukan jejak darah di lantai kamar anaknya.
"Telpon polisi sekarang Al, aku juga minta bantuan ambulance tempatku kerja dan beberapa rekanku" Alfandy menuju lantai atas mencari hpnya.
Almeera terduduk diatas kasur anaknya sambil melihat darah segar itu. Darahnya tidak terlalu banyak tapi itu cukup kental.
Perasaan Almeera makin tak karuan memikirkan ketiga anaknya yang hilang secara tiba-tiba dan belum lagi Mang Kardi yang tiba-tiba terluka parah.
"Mang Kardi sudah dibawa ke rumah sakit sama Bi Minah Al, kamu jangan jauh-jauh dari aku. Aku takut kamu menjadi incaran selanjutnya" Ucap Alfandy serius ke Almeera.
"Kenapa aku bisa jadi korbannya? Emang aku dan anak-anak salah apa mas?" Tanya Almeera yang sudah sangat cemas.
"Ini tuh serangan teror Al, kamu gak baca di kaca kamar anak-anak?" Tanya Alfandy ke Almeera.
Almeera menggeleng karena memang dia tidak memperhatikan yang lain selain darah segar di lantai.
"Itu bukan darah manusia yang kita liat di kamar anak-anak. Itu darah binatang Al, peneror ini sengaja memalsukan agar kita cemas" Jelas Alfandy.
Mereka menyesal karena lupa untuk memasang cctv di dalam rumah ataupun diluar rumah. Andai saja ada pasti pelakunya cepat tertangkap.
"Jadi artinya anak-anak gak papa mas?" Tanya Almeera sedikit tenang.
"Insyaallah anak-anak gak papa Al, tim aku dan tim polisi sudah sebagian mencari merek. Kita berdoa untuk keselamatan kedua anak kita" Ucap Alfandy menenangkan Almeera.
Alfandy pamit ke Almeera untuk meninggalkannya sebentar karena akan berdiskusi dengan pihak berwajib.
"Siapa ini?" Almeera mengangkat sebuah telepon misterius.
"Kamu jangan berani-berani telepon polisi ya? Sampai kalau saya tau polisi atau rekan-rekan suami kamu ikut campur maka anak-anak kamu akan aku habisi" Ucap suara itu.
Almeera memastikan benar ini adalah orang yang menculik anak-anak mereka. Suara tangisan kedua anaknya pun cukup terdengar dari telepon itu.
Belum menjawab apapun Almeera dikejutkan Alfandy yang masuk lagi ke ruangan ini.
"Siapa?" Tanya Alfandy pelan sekali.
Almeera langsung meng-louspeakerkan agar Alfandy juga mendengar.
"Jadi dimana kamu sembunyiin anak-anak saya?" Tanya Almeera.
Setelah Alfandy mengetahui kalau itu telepon dari pihak penculik. Alfandy langsung melaporkan ke kakak letingnya karena ada anggota yang bertugas di daerah yang disebutkan penculik tadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Anakku Bukan Anakmu
Ficción GeneralMenceritakan seorang istri yang diusir karena tidak bisa memberikan anak untuk suaminya. Tetapi setelah diusir dia baru mengetahui kalau dia hamil.