Part 72

3.3K 139 1
                                    

Alfandy Pov

Sudah 3 bulan pasca anak itu lahir, Erin meninggal dan aku masuk rumah sakit. Sekarang semua sudah kembali normal seperti biasa. Yang tak normal adalah emosiku, setiap melihat anak itu aku selalu emosi. Aku tidak bisa menerimanya karena dai anak haram Erin.

"Eh ada papa, selamat pagi papa" Almeera memang setiap hari sekarang ke rumahku untuk mengasuh anak haram itu.

"Dia bukan anakku" Jawabku padanya.

Almeera selalu menyebut dirinya mama dan aku papa. Padahal itu anak bukan anakku, aku saja masih mencari tau anak siapa dia ini.

"Mulutnya kamu mas, dulu Arfan Arhan kamu gak akuin juga, sekarang dia" Marah Almeera.

Almeera sangat menyayangi anak ini, dia sudah menganggap itu sebagai anaknya sendiri. Aku bahkan jijik ketika melihat anak ini. Terbayang olehku pengkhianatan Erin dan penyesalanku.

"Al kalau kamu mau anak ini bawa aja sama kamu aku gak peduli!" Ketusku.

"Oke aku bawa dia dan jangan harap aku akan menemui kamu lagi. Juga jangan salahkan aku kalau Arfan Arhan kembali membencimu" Jawabnya sambil menggendong bayi itu menjauh.

"Kamu kenapa sih Al? Dia ini bukan anak aku dan bukan siapa-siapa kamu. Kasih aja ke keluarga Erin sana, suruh mereka yang urus" Ku tarik lengannya.

"Keluarga Erin yang mana? Sisi? Mikir mas Sisi masih sekolah dan sekarang sebatang kara, bagaimana dia menjaga bayi ini" Dia menghempaskan lengannya dan peganganku terlepas.

Dia berjalan menjauh dan masuk ke dalam kamar tamu di lantai bawah.

Almeera Pov

Ribet sekali hidupnya Mas Alfandy, gak bersyukur udah orang bantu biar sembuh malah mau ngusir. Ya walaupun sebenarnya yang dia usir bukan aku tapi dia ngusir bayi ini. Bayi ini tidak tau apa-apa dan tak berdosa. Dia juga kalau dikasih pilihan gak mau juga lahir tanpa tau siapa ayahnya dan membuat ibunya meninggal dunia.

"Aku pamit" Aku sudah membereskan pakaian bayi ini.

"Jangan pergi Al!" Teriaknya.

"Kamu ngusir bayi ini kan? Tadi juga kata kamu bawa aja" Balasku.

"Ya udah anak itu boleh tetap tinggal di sini, tapi kamu jangan pergi" Dia menyerah.

"Coba buka hati kamu mas, pikirkan tentang masa depan anak ini. Dia gak bisa milih dan minta mau lahir dari ibu dan ayah mana. Kamu mikir juga gak gimana nanti waktu dia besar dan dia tau kamu benci dia karena gak tau siapa ayahnya dan karena dia lahir ibunya meninggal? Dia kalau bisa milih dia mau ayah ibu yang baik dan utuh mas. Kamu gak mau anak ini oke aku yang rawat dan akan aku bawa pulang bersamaku" Ucapku padanya.

"Aku masih belum bisa nerima anak itu Al, anak itu sumber keretakan rumah tangga aku dan Erin. Anak itu juga yang bikin Erin meninggal. Erin itu cinta pertamaku dan orang yang aku sayang Al" Dia berbicara sambil menunduk.

"Dulu kamu juga gak nerima Arfan dan Arhan mas, bahkan kamu juga benci mereka" Jawabku.

Dia terdiam ditempatnya dan aku kembali ke dalam untuk meletakkan bayi ini ke dalam boxnya.

"Mbok titip baby bentar ya aku mau jemput anak-anak" Ku titipkan anak ini ke mbok, karena tidak mungkin Mas Alfandy mau dititipin dia.

"Iya Bu" Jawab mbok dan langsung masuk ke dalam kamar.

"Mau kemana Al!" Mas Alfandy meneriaki ku.

"Aku mau jemput anak-anak, ini udah jam mereka pulang sekolah" Jawabku.

Fyi anak-anak kembali aku pindahkan ke sekolah daerah sini. Bukan sekolah lamanya tapi sekolah baru yang lebih dekat dengan rumah Mas Alfandy.

Tak sampai 10 menit aku sudah tiba di sekolah anak-anak. Semua murid sudah keluar dari gerbang menghampiri orangtua masing-masing. Ada juga beberapa yang menunggu di halte depan sekolah. Untuk Arfan Arhan aku sudah berpesan untuk menunggu di dalam saja jangan di luar. Bahaya kalau mereka nunggu diluar. Aku masih ingat ancaman mama Erin. Aku yakin dia masih mengincarku dan apalagi semenjak kematian Erin dia mungkin bertambah membenci ku.

Anakku Bukan AnakmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang