Part 56

2.6K 115 2
                                    

Alfandy Pov

Sengaja aku memberitahu anak-anak tentang kehamilan Erin. Aku memberitahu agar mereka bisa perlahan menerima nantinya anak dari Erin. Aku tidak mau mereka saling membenci, cukuplah Erin dan Almeera yang tidak berhubungan baik tapi mereka jangan. Mau bagaimana pun mereka sedarah dan sama-sama anakku.

"Pulang yuk" Ajak Almeera ke anak-anak.

Arfan dan Arhan sudah tenang dan tidak menangis seperti tadi.

"Abang capek ma, ngantuk juga" Ucap Arhan.

"Iya abang juga capek" Sambung Arfan.

"Sini gendong papa" Ku raih badan Arhan dan menggendongnya.

Saat aku mau menggendong Arfan juga dia menghindar. Dia memilih menggandeng tangan Almeera.

"Abang gendong mama sini" Almeera mengangkat tubuh Arfan.

Tidak ku sangka Almeera masih kuat menggendong Arfan yang badannya sudah besar ini.

"Kuat?" Tanyaku ke Almeera.

Dia hanya mengangguk dan berjalan mendahului kami. Arhan sudah mendekapku dan menaruh kepalanya ke leherku. Deru napasnya sudah teratur dan terasa dileherku.

"Eh Bu Almeera kok gendong anaknya? Berat itu nanti baby nya didalam itu kehimpit kasian loh" Ibu-ibu yang tadi, yang mengira kalau Almeera hamil.

"Iya sayang turunin aja gak papa, atau gak sini aku gendong juga" Aku berakting sambil memeluk bahu Almeera.

"Gak papa Bu, mari" Jawab Almeera cepat.

Sampai di mobilnya dia menurunkan Arfan dengan hati-hati dan aku juga menurunkan Arhan dengan hati-hati.

"Terima kasih hari ini sudah menemani anak-anak" Ucapnya.

"Sama-sama" Jawabku.

"Aku pamit" Dia masuk ke mobilnya.

"Hati-hati dijalan sayang, jaga baby kita ya" Aku menggodanya.

Wajahnya berubah jadi menakutkan. Tapi justru aku malah senang dengan responnya dan juga banyak orangtua murid yang senyum-senyum.

"Eh gak bareng ya?" Romi beserta anak istrinya menghampiri.

"Aku mau langsung pulang Rom, biasa bumil di rumah lagi gak bisa ditinggal lama-lama" Jawabku.

"Om Al papanya Arfan sama Arhan kan?" Anaknya bertanya.

"Iya om papanya kembar. Kamu teman sekelas mereka?" Aku mengusap kepalanya.

"Iya om sekelas sama Arfan Arhan. Pantes ya mereka ganteng om juga ganteng, kata teman-teman di kelas paling ganteng Arfan Arhan terus baru aku" Curhatnya.

Memang ku aku anak-anakku dari Almeera sangat tampan dan bahkan lebih tampan dariku sewaktu kecil. Mungkin bibitku bercampur bibit Almeera menjadi bibit unggul.

Jadi tidak sabar melihat anakku dengan Erin, pasti sangat mirip denganku juga.

"Haha kamu itu juga ganteng tau, ini pipinya cubby gini tambah manis juga" Ku toel pipinya.

"Ih om mah, Arfan Arhan pipinya juga kayak gini. Tapi aku gak iri sama mereka soalnya mereka baik banget mau ajarin kalau aku gak bisa tugas sekolah" Balasnya.

"Jadi yang kerjain Arfan Arhan?" Tanya istri Romi pura-pura mengintimidasi.

"Diajarin mama bukan minta bikinin, mana mau Arfan Arhan bikinin tugas aku" Jawabnya.

Aku melihat betapa harmonisnya keluarga Romi. Semoga aku juga bisa begitu nantinya dengan Erin dan anak-anak kami.

"Kalau gitu om pamit dulu ya, eh Rom, Sin duluan ya" Pamitku.

Rumah

Suasana rumah sepertinya agak rame, mungkin papa mama Erin ke rumah kali ya.

"Assalamualaikum" Ku letak sepatuku di tempatnya.

"Waalaikumussalam nak, mbo siapin makan siang ya" Ucap si mbo yang juga tadi bukain pintu.

"Gak usah mbok masih kenyang, nanti kalau saya lapar saya makan sendiri" Jawabku.

"Oh oke baik nak. Mbok permisi ke belakang" Pamitnya.

"Eh Erin di mana mbok?" Tanyaku.

"Non Erin di samping nak, lagi rame ada temen-temennya dateng katanya udah izin Nak Al buat ajak teman ke rumah" Jawab si mbok.

Sejak kapan Erin izin padaku mau ngajak teman-temannya main ke rumah. Aku langsung menuju samping rumah yang tak lain adalah kolam renang.

Di sini lumayan ramai, ada beberapa teman laki-laki dan perempuan Erin yang sedang mandi di kolam sambil hanya pakai bikini. Bukan penampilan mereka yang bikin aku ayok, tapi penampilan Erin. Dia ikutan hanya memakai bra renang dan celana dalam renang.

Aku paling tidak suka bagian tubuh wanitaku diliat orang lain. Almeera saja tidak pernah membuka hijabnya di depan orang. Jangankan orang lain, di depan papa saja dia tetap pakai hijab. Eh tapi kenapa aku jadi bandingin Erin sama Almeera ya?.

"Erin!" Panggilku agak kuat karena suara speaker yang memekakkan telinga.

Dia menoleh dan nampak santai saja seperti tak ada masalah dan tak berdosa.

"Naik sini" Panggilku.

Dia naik ke permukaan dan mengambil handuk kemudian memakainya.

"Apa-apaan ini sayang?" Aku melembut ketika dia sudah di depanku.

Bukan tanpa alasan aku melembutkan bicara, itu karena takut Erin berulah dan akan malu karena disini banyak temannya.

"Santai aja kali Al, mereka tu udah lama gak ketemu aku. Aku mau keluar mager banget bawa perut buncit ini, jadi aku minta mereka yang datang ke sini. Jangan marah ya?" Dia memasang muka merayu.

Aku harus membolehkan teman-temannya disini. Tapi asalkan dia tidak memakai pakaian seperti yang dia gunakan sekarang.

"Ganti gih bajunya masa baju kurang bahan dipakai" Tegurku ke Erin.

"Ih apaan sih Al, orang renang ya gini pakaiannya. Kalau pengajian iya tertutup. Kolot banget sih kamu, udah ah aku mau lanjut renang sama mereka. Malas banget ngeladenin kamu, sana pergi aja sama Almeera dan anak-anak kesayangan kamu itu. Gak usah perduliin istri dan anak yang di rumah" Ucapnya sarkas kemudian kembali melepas handuknya dan masuk ke kolam renang.

Tak habis pikir aku dengan sikap Erin, dia berani melawan perkataanku di depan teman-temannya. Ini jadi penghinaan bagiku karena dibantah dan dibentak istri di depan orang banyak yang bahkan aku tidak kenal.

"Keluar semuanya dari rumah ku sekarang!" Teriakku dan semua yang berada di kolam renang langsung berhamburan keluar lewat jalan samping, karena memang ada pintu samping yang langsung ke halaman.

"Kamu apa-apaan sih Al!" Erin malah membentak ku dengan keras.

"Kamu tolong sesekali hargai aku sebagai suami kamu, jangan semena-mena dan mau dihargai terus tanpa menghargai aku! Aku ini suami kamu bukan batang kayu yang cuma bisa diam kalau kamu bertingkah! Aku mikir keselamatan kamu dan anak kita! Kalau kamu berpakaian begitu dan berenang lama bukan cuma masalah aurat kamu diumbar tapi bisa bikin kamu masuk angin dan ujung-ujungnya sakit! Kalau kamu sakit ada gak diantara mereka yang mau ngurusin kamu! Ada gak yang mau biayain rumah sakit kamu! Ada gak yang mau direpotin kamu! Gak ada kan!" Bentak ku.

Aku sudah terlanjur emosi dengan tingkah Erin yang semakin hari semakin kurang ajar. Hanya karena aku sangat mencintainya dan dia sedang mengandung dia pikir aku tidak bisa marah padanya.

"Oh kamu jadi itung-itungan sama aku!" Sindirnya.

"Aku bukan itung-itungan! Tapi kamu mikir ke sana gak? Mereka itu datang pas kamu senang aja, kamu susah gak ada satupun yang mau dekat!" Lagi aku membentaknya.

"Udah! Aku malas dengar ocehan kamu, mending aku ke rumah orangtua ku" Dia melewatiku masuk ke kamar mandi bawah.

"Aarrrggg!!" Aku menarik rambutku karena kesal dengan tingkah Erin.

Aku sengaja tidak mengejarnya biar dia gak kebiasaan selalu bersikap seenaknya karena merasa selalu dibela. Aku putuskan keluar untuk mencari udara segar dan melepas rasa emosi ini.

Anakku Bukan AnakmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang